Monday 10 February 2014

KESADARAN DIRI

- 0 komentar

Kesadaran Diri

Dalam filsafat kontemporer secara hakiki terpusat pada pribadi manusia. Boleh jadi, tanpa situasi historis kita tidak bisa memahami apa dan esensi diri yang sebenarnya. Al Qur'an membuka pintu dunia baru, tentang kesadaran diri secara berurutan sampai kepada kesadaran yang universal.
Ungkapan ini tidak terikat oleh suatu aliran tertentu, tetapi muncul ketika manusia dihadapkan pada persoalan untuk memikirkan eksistensi. Dimana keberadaannya bagaikan terlempar begitu saja. "Aku" yang kehilangan arah, berpaling dari dirinya sendiri, ia mawas diri dan menyelidiki dirinya. Demikianlah suatu motif yang mula-mula bersifat historis dan psikologis berubah menjadi suatu pertanyaan filosofis yang mendesak : "Siapakah aku ini? Dengan kegembiraan dan harapanku? Apakah tujuan hidup ini? Apakah artinya? Mengapa aku bereksistensi? Dan bukannya tidak bereksistensi?"
Mengemukakan masalah mengenai pribadi dalam ungkapan-ungkapan tersebut, berarti mengemukakan masalah kebebasan, masalah tanggung jawab. Hal ini membawa kita kepada penelitian mengenai dasar dari asal usul. Baik dari sisi kebebasan maupun dari sisi tanggung jawab. Hal tersebut akhirnya memunculkan masalah ke-Tuhanan. Apakah Allah itu masuk dalam definisi manusia atau tidak? Apakah eksistensi manusia itu bersifat teosentris ataupun antroposentris? Partisipasi ataupun cukup dalam dirinya sendiri? Ada apakah dengan pernyataan ulama populer "man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu?" (barang siapa tahu akan dirinya, maka ia tahu akan Tuhannya).
Dalam arti yang sebenarnya, kata "eksistensi" berarti data kosmis, sejauh manusia yang terlibat secara aktif di dalamnya. Hubungan erat antara masalah manusia dan masalah ke-Tuhanan, terlihat baik pada mereka yang mengingkari Allah maupun pada mereka yang mengikuti-Nya. Kecenderungan tersebut pada dasarnya merupakan naluri manusia yang tidak bisa dipungkiri dan merupakan fitrah manusia.
Mengatakan bahwa setiap pribadi memiliki naluri religiusitas dalam pengertian apapun, baik yang sejati maupun yang palsu. Sebenarnya adalah sama dengan mengatakan bahwa setiap pribadi memiliki naluri untuk berkepercayaan. Dalam tinjauan antropologi budaya, Naluri itu muncul berbarengan dengan hasrat memperoleh kejelasan tentang hidup ini sendiri dan alam sekitar yang menjadi lingkungan hidup itu. Karena itu setiap orang dan masyarakat pasti mempunyai keinsafan tertentu tentang apa yang dianggap "pusat" atau "sentral" dalam hidup seperti dikatakan oleh Mircea Elidae :
"Setiap orang cenderung, meskipun tanpa disadari mengarah ke pusat dan menuju pusat sendiri, dimana ia akan menemukan hakekat yang utuh yaitu rasa kesucian. Keinginan yang begitu mendalam berakar dalam diri manusia untuk menemukan dirinya pada inti wujud hakiki itu di pusat alam, tempat komunikasi dengan langit menjelaskan penggunaan dimana akan ungkapan pusat alam semesta"
Disini kita akan mencoba menelusuri secara beruntun dari dasar sekali. Al Qur'an menyebutkan dalam Surat Adz Dzaariyaat ayat 21:
"Dan juga pada dirimu, maka apakah kamu tiada memperhatikan" (QS 51:21)
Juga dalam surat Al Hijr ayat 28-29 :
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya Ruh (cipataan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS 15:28-29).
Dalam kerangka ini kita mengambil garis yang jelas dari peristiwa kejadian manusia, dimana para makhluk baik itu setan maupun malaikat mempertanyakan kebijakan Allah yang akan menciptakan manusia, yang menurut pandangan malaikat "manusia" adalah makhluk yang selalu membuat keonaran dan pertumpahan darah (QS 2:30). Tidak kalah sengitnya setan memprotes keberadaan manusia yang dipandang rendah, yang hanya diciptakan dari unsur tanah, sambil membanggakan dirinya yang dibuat dari api.
Dalam keadaan ini para malaikat gigit jari dan begitu terheran-heran : rahasia macam apa ini? Bumi yang hina-dina dipanggil kehadirat Zat yang maha tak terjangkau dengan segenap kehormatan dan kemuliaan ini.
Kelembutan ilahi dan kebijakan Tuhan berbisik lembut ke dalam relung rahasia dan misteri malaikat, "Aku tahu apa yang tidak kalian ketahui " (QS :2:30).
Raga manusia termasuk kedalam derajat terendah, sementara ruh manusia termasuk ke dalam derajat tertinggi. Hikmah yang terkandung dalam hal ini ialah bahwa manusia mesti mengemban beban amanat pengetahuan tentang Allah. Karena itu mereka harus mempunyai kekuatan dalam kedua dunia ini untuk mencapai kesempurnaan. Sebab tidak sesuatupun di dunia ini yang memiliki kekuatan yang mampu mengemban beban amanat. Mereka mempunyai kekuatan ini melalui esensi sifat-sifatnya (sifat-sifat ruhnya), bukan melalui raganya.
Karena ruh manusia berkaitan dengan derajat tertinggi dari yang tinggi, tidak satupun di dunia ruh yang menyamai kekuatannya, entah itu malaikat maupun setan sekalipun atau segala sesuatu lainnya. Demikian pula, jiwa manusia berkaitan dengan derajat yang paling rendah, sehingga tidak sesuatupun di dunia jiwa bisa mempunyai kekuatannya, entah itu hewan dan binatang buas atau yang lainnya. Ketika mengaduk dan mengolah tanah, semua sifat hewan dan binatang buas, semua sifat setan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati diaktualisasikan. Hanya saja, tanah itu dipilih untuk mengejawantahkan sifat "dua tangan-Ku". Karena masing-masing sifat tercela ini hanyalah sekedar kulit luarnya saja, di dalam setiap sifat itu ada mutiara dan permata berupa sifat Ilahi.
Penjelasan di atas merupakan urutan ungkapan mengenai hakekat diri yang sebenarnya, dimana manusia sebagai makhluk yang sangat lemah dan hina disisi lain dinobatkan sebagai "khalifah" (wakil Allah). Bertugas mengatur alam semesta dan merupakan wakil Allah untuk menjadi saksi-Nya serta mengungkapkan rahasia-rahasia firman-Nya. Para mahkluk yang lain tidak melihat ada dimensi yang tidak bisa dijangkau olehnya, ia hanya mampu melihat pada tingkat yang paling rendah dalam diri manusia. Sementara ia terhijab oleh ketinggian derajat manusia yang berasal dari tiupan Ilahi (QS 15:28-29).
Ungkapan hakikat manusia mengacu kepada kecenderungan tertentu secara berurutan dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak berubah-ubah. Yaitu identitas esensial yang menyebabkan sesuatu menjadi dirinya sendiri.
Al Ghazaly yang hidup pada abad pertengahan tidak terlepas dari kecenderungan umum pada zamannya dalam memandang manusia. Didalam buku-buku filsafatnya ia mengatakan bahwa manusia mempunyai identitas esensial yang tetap, tidak berubah-ubah yaitu an nafs (jiwanya). Yang dimaksud an nafs adalah substansi yang berdiri sendiri, tidak bertempat dan merupakan tempat pengetahuan intelektual (al makulat) yang berasal dari alam malakut atau alam amr. Ini menunjukkan esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisik. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai tempat. Dan fungsi fisik adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri. Keberadaannya tergantung kepada fisik. Alam al amr atau alam malakut adalah realitas di luar jangkauan indra dan imajinasi, tanpa tempat, arah dan ruang. Sebagai lawan dari alam al khalq atau alam mulk yaitu dunia tubuh dan aksiden-aksidennya esensi manusia, dengan demikian an nafs adalah substansi immaterial yang berdiri sendiri dan merupakan subyek yang mengetahui (Bashirah).
Untuk membuktikan adanya substansi immaterial yang disebut an nafs, Al Ghazaly mengemukakan beberapa argumen. Persoalan kenabian, ganjaran perbuatan manusia dan seluruh berita tentang akhirat tidak ada artinya apabila an nafs tidak ada, sebab seluruh ajaran agama hanya ditujukan kepada yang ada (al maujud) yang dapat memahaminya. Yang mempunyai kemampuan bukanlah fisik manusia sebab apabila fisik manusia mempunyai kemampuan memahami, obyek-obyek fisik lainnya juga mesti mempunyai kemampuan memahami. Kenyataannya tidak demikian, argumen bersifat keagamaan ini bagaimanapun tidak dapat meyakinkan orang yang ragu terhadap kenabian dan hari akhirat. Karena untuk mempercayai argumen ini orang terlebih dahulu harus percaya akan kenabian dan hari akhirat.
Selain itu Al Ghazaly juga mengemukakan pembuktian dengan kenyataan faktual dan kesederhanaan langsung, yang kelihatannya tidak berbeda dengan argumen-argumen yang dibuat oleh Ibnu Sina (wafat 1037 M) untuk tujuan yang sama, melalui pembuktian dengan kenyataan faktual. Al Ghazaly memperlihatkan, bahwa diantara makhluk-makhluk hidup terdapat perbedaan-perbedaan yang menunjukkan tingkat kemampuan masing-masing. Keistimewaan makhluk hidup dari benda mati adalah sifat geraknya. Benda mati mempunyai gerak monoton dan didasari oleh prinsip alam. Sedangkan tumbuhan adalah makhluk hidup yang paling rendah tingkatannya, selain mempunyai gerak yang monoton, juga mempunyai kemampuan bergerak secara bervariasi. Prinsip tersebut disebut jiwa vegetatif. Hewan mempunyai prinsip yang lebih tinggi dari pada tumbuh-tumbuhan, yang menyebabkan hewan, selain mampu bergerak bervariasi juga mempunyai rasa. Prinsip ini disebut jiwa sensitif. Manusia selain mempunyai kelebihan dari hewan, juga mempunyai semua yang dimiliki jenis-jenis makhluk tersebut, disamping mampu berpikir dan mempunyai pilihan untuk berbuat atau untuk tidak berbuat. Ini berarti manusia mempunyai prinsip yang memungkinkan berpikir dan memilih. Prinsip ini disebut an nafs al insaniyyat. Prinsip inilah yang betul-betul membedakan manusia dari segala makhluk lainnya.
Argumen kesadaran langsung yang dikemukakan seorang manusia menghentikan segala aktivitas fisiknya, sehingga ia berada dalam keadaan tenang dan hampa aktivitas. Ketika ia menghilangkan segala aktivitasnya, menurut Al Ghazaly, ada sesuatu yang tidak hilang di dalam dirinya yaitu "kesadaran" yakni kesadaran akan dirinya. Ia sadar bahwa ia ada. Bahkan ia sadar bahwa ia sadar. Pusat kesadaran itulah yang disebut an nafs al insaniyyat (diri sejati). Dikatakan dalam suatu tafsir shafwatu at tafasir karangan prof. As Shabuny mengenai surat Al Qiyaamah ayat 14:
"akan tetapi di dalam diri manusia ada bashirah (yang tahu)"(QS 75:14).
Kata bashirah ini disebut sebagai yang tahu atas segala gerak manusia yang sekalipun sangat rahasia. Ia biasa menyebut diri (wujud)-nya adalah "Aku".
Wujud "Aku" yang memiliki sifat tahu yang memperhatikan dirinya atas perilaku hati, kegundahan, kebohongan, kecurangan, serta kebaikan. Ia tidak pernah bersekongkol dengan perasaan dan pikiran, ia jujur dan suci, sehingga manusia, setan dan jin tidak bisa menembus alam ini karena ia sangat dekat dengan Allah sekalipun manusia itu jahat dan kafir. Adalah pernyataan Allah atas pengangkatan sebagai wakil Allah, sehingga Allah menyebut tentang "Aku" ini sebagai ruh-Ku. Yang oleh As Shabuny sebagai penghormatan yang maha tinggi seperti penghormatan Allah terhadap Baitullah (rumah Allah).
Ketika itu yang disadari bukan fisik dan yang sadarpun bukan fisik. Kesadaran di sini tidak melalui alat, tetapi bersifat langsung. Oleh karena itu subyek yang sadar itu jelas bukan fisik dan bukan fungsi fisik melainkan sesuatu substansi yang berbeda dengan fisik.
Mungkin juga dikatakan di sini tidak bersifat langsung, tetapi melalui perantara, yaitu melalui perbuatanku. Dalam perbuatanku ada yang mendahului, yaitu kesadaran akan aku yang menjadi subyek perbuatan itu. Kesadaran di sini bagaimanapun bersifat langsung dan terlepas dari aktivitas fisik. Dengan demikian subyek yang sadar, yang menjadi esensi manusia itu nyata ada dan merupakan substansi yang berbeda dengan fisik. Hal ini terbukti ketika manusia kehilangan aktivitas pada moment menjelang tidur. Sang "Aku" (kesadaran) mengetahui dengan sadar peristiwa yang dialami pada saat bermimpi. Begitupun kehidupan keruhanian dalam mendasari kesadaran ihsan dengan menghentikan aktivitas fisik sebagai kendali sahwati, maka yang timbul adalah kesadaran diri yang mampu menembus alam malakut dan uluhiah. Dimana manusia mencapai puncak eksistensi yang sejati. Kesejatian inilah yang di tuntut oleh Allah dalam hal melakukan peribadatan, apakah puasa, zakat, dan shalat. Dengan konteks "ihklaskanlah peribadatanmu dengan tidak melakukan kesyirikan sedikitpun" (QS 39:11&14). Aktivitas ruhani yang diajarkan oleh Allah adalah peribadatan saum yang mana manusia dalam sementara waktu diwajibkan mengendalikan emosinya dan aktivitas keinginan hawa nafsu selama satu bulan di bulan Ramadhan. Selama satu bulan penuh menahan rasa dan keinginan ragawi, samar-samar akan terjadi proses transformasi kejiwaan yang tadinya emosional berubah menjadi ketenangan, dan fisik seolah tidak lagi menuruti keinginannya, sehingga sang fisik mengikuti kehendak-kehendak diri yang sejati. Maka oleh Allah dikatakan mereka itu telah mendapatkan karunia lailatul qadar, dimana ia mampu menembus seluruh semesta ruhani dan kembali sebagai manusia sejati dan fitrah. Keadaan Fitrah ini diungkap Al Qur'an, bahwa apabila telah terjadi fitrah pada diri manusia maka sesungguhnya fitrah itu sama dengan kehendak Allah seperti pada surat Ar Ruum ayat 30 :
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS 30:30).
Dalam hal ini manusia tersebut mendapat karunia kepatuhan dan ketaqwaan seperti patuhnya alam semesta serta patuhnya tubuh manusia, dimana dimengerti bahwa tidak pernah dirinya merencanakan ada, kemudian kenapa aku ini laki-laki? Atau nafas ini mengalir keluar masuk tanpa aku kehendaki dan bisakah aku menangguhkan jangan keburu tua dulu. Hal ini merupakan renungan hakiki, kenapa pikiran ini tidak sepatuh alam dan tubuh yang diselimuti kekuasaan Allah. Ia tampak begitu jelas dalam gerakan dan keberadaan alam dan diri ini.
Dengan argumen di atas bahwa an nafs berdiri sendiri dipertegas bahwa ia tidak bertempat, baik di dalam badan maupun di luar badan. Karena an nafs bukan materi maka dengan sendirinya tidak mengambil ruang dan tidak mempunyai tempat. Sifat dasar an nafs tidak mengandung kemungkinan bertempat. Artinya pernyataan tempat tidak sesuai dihubungkan kepada an nafs, sebagaimana tidak sesuai sifat mengetahui atau tidak mengetahui diletakkan pada benda mati. Al Ghazaly tidak menerima pandangan bahwa an nafs berada di luar badan. Sebab an nafs dalam keadaan demikian, menurutnya tidak mungkin mengatur badan, tetapi kalau an nafs berada di dalam badan keberatan lain akan timbul. An nafs bertempat di dalam badan tidak terlepas dua kemungkinan, yaitu bertempat pada seluruh badan atau pada sebagiannya saja. Kalau bertempat pada seluruh badan, an nafs semestinya menyusut atau berpindah, jika sebagian anggauta tubuh manusia terpotong dan ini tidak mungkin.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa esensi atau hakikat manusia adalah substansi immaterial yang berdiri sendiri, bersifat Ilahi (berasal dari alam amr), tidak bertempat di dalam badan, bersifat sederhana, mempunyai kemampuan mengetahui dan menggerakkan badan, diciptakan (tidak kadim) dan bersifat kekal pada dirinya. Ia berusaha menunjukkan bahwa kesadaran jiwa dan sifat-sifat dasarnya tidak dapat diperoleh melalui akalnya saja, tetapi dengan akal dan sara'. Untuk itu selain kutipan ayat 29 surat Al Hijr di atas juga ayat-ayat yang lain yang menerangkan esensi manusia seperti surat Ali 'Imraan ayat 169 :
"Jangan engkau sangka orang-orang yang terbunuh pada jalan Allah itu mati, mereka itu hidup dan diberi rezeki disisi Tuhan" (QS 3:169).
"Katakan jiwa itu dari amr Tuhanku" (QS 17:85).
Ayat yang pertama menunjukkan kekekalan jiwa dan ayat yang kedua untuk menunjukkan bahwa ia berasal dari dunia yang sangat dekat dengan Allah, alam amr.
Pembangkitan kesadaran akan diri, dikatakan para ulama kerohanian sebagai ajang mujahadah untuk menemukan kesejatian, dan dengan kesejatian itu pula manusia akan mencapai hakikat "diri" serta terbukanya kebenaran adanya Allah secara hakiki, yakni makrifatullah.
Periode pertengahan kejayaaan Islam di jawa, berlangsung semaraknya hidup berkerohanian yang dipelopori para dai (wali songo) masa itu. Namun kita melihat kelebihan dan kekurangan metode yang diajarkan, masih banyak menyesuaikan budaya masyarakat kerohanian Hindu. Sehingga peribadatan yang masih tersisa sekarang kelihatan asimilasi peninggalan Hindu dan Budha. Akan tetapi bila kita lihat dengan jernih, ajaran yang disampaikan oleh beliau tetap memurnikan ketauhidan kita kepada Allah. Misalnya dalam mantra berbahasa jawa, tentang perenungan hakiki manusia serta penyadaran dan pencarian kesejatian yang dikatakan dalam Al Qur'an sebagai "bashirah" (Aku yang mengetahui).
BismIlahirrahmanirrahim (dengan nama Allah yang maha pengasih dan penyayang).
Melebu Allah..metu Allah (masuknya nafas karena Allah…keluarnya nafas karena Allah).
    Anekadaken urip iku Allah (yang mengadakan hidup itu Allah).
    Utek dunungno kodrate Allah (otak diletakkan atas kodrat Allah).
Ya Hu... Allah Ya Hu... Allah Ya Hu... Allah (ya hu... Allah ya hu... Allah ya hu... Allah).
    Nabi Muhammad iku utusane Allah (nabi Muhammad itu rasullullah).
Artinya : (perlu diketahui dalam membaca kalimat mantra ini diperlukan penghayatan dan pendalaman makna yang hakiki).
Masuk dan keluarnya nafas ini adalah kodrat Allah yang tidak bisa dicegah. Manusia hanya menerima dengan pasrah atas kekuasaan Allah yang meliputi nafas. Sehingga fikiran ini diajak patuh dan pasrah bersamaan dengan patuhnya nafas tanpa kecuali (totalitas). Yang mengadakan hidup pada manusia (semesta) itu adalah Allah. Dimana seluruh makhluk, apakah itu binatang, manusia, tumbuhan serta bumi, matahari semuanya bergerak dinamis atas sifat hidup Allah (Al Hayyu). Otak adalah merupakan bentuk kekuasaan Allah atas manusia, yang mana manusia diwajibkan berfikir dan berkontemplasi untuk menyatakan sebagai wakil Allah (khalifah) maka dengan itu otak harus sesuai dengan kehendak-kehendak Allah (perintah Allah). Wahai zat yang tidak sama dengan makhluknya. Aku bersaksi bahwa nabi Muhammad itu Rasulullah.
Disini kita melihat sejarah manusia ketika menyikapi dirinya dalam pencarian diri sejati secara universal. Al Qur'an telah memaparkan sebelum para pemikir barat memulai.
Kesadaran Universal
Menghayati mulai dari kesadaran fisik sampai kepada kesadaran transendental dimana kesejatian manusia adalah sesuatu yang bukan fisik. Dengan kesejatian inilah manusia menunaikan baktinya kepada Allah sebagaimana fitrahnya (QS 30:30).
Al Qur'an telah banyak mengungkapkan tentang apa dan siapa manusia sebenarnya. Namun ungkapan ini tidak akan menjadi suatu kesadaran apabila fikiran dan perasaan jiwa kita tidak pernah dibawa ke alamnya secara nyata, bukan teori tasawuf yang sulit dimengerti. Kesadaran dimulai dengan yang sangat sederhana.
Adalah seorang bayi yang tiba-tiba lahir dengan proses alami. Ia lahir bukan karena permintaan dan kehendaknya. Ia tidak mengerti untuk apa dilahirkan. Ia tidak punya apa-apa bahkan telanjang serta malupun tidak punya. Kemudian sekelilingnya memberikan kesadaran secara bertahap. Mulai dari pemberian nama dan identitas kelamin, dan batasan kesadaran yang sangat sempit. Ia dikenalkan dengan dirinya bahwa namanya si Anu dan jenis kelaminnya laki-laki. Diajarkannya pula nama-nama anggota tubuhnya, ini telinga, ini kepala, ini tangan, dan seterusnya.
Kesadaran ini membuat terikat kepada sebatas apa yang ia terima (ketahui). Sehingga sang diri terbelenggu dan tersesat dalam ketidaktahuan siapa yang sebenarnya diri ini. Ada ungkapan rasullullah "barang siapa mencintai sesuatu maka ia akan menjadi hambanya".
Pakaian atau dodot dalam tembang ilir-ilir sunan Ampel adalah sesuatu yang menimbulkan ikatan pada jiwa seseorang. Dalam filsafat perenial, pakaian adalah sesuatu yang binding (mengikat) dalam jiwa manusia. Jika manusia melakukan sikap yang "binding" dengan dunia sekelilingnya, jiwanya akan terkungkung dan kebebasannya (kesadarannya) terbelenggu. Oleh karena itu manusia dalam hidupnya harus selalu berusaha melakukan "unbinding" terhadap dunia sekitarnya. Maksudnya manusia harus mulai menyadari keterbatasan dirinya yang selama ini dijerumuskan oleh pengetahuan yang didapatnya, bahwa diri ini hanya terbatas pada mata, telinga, kaki serta anggauta tubuh yang kelihatan. Namun hal ini mustahil kalau saya ungkap secara detail dalam tulisan ini, sebab kesadaran ini harus dilakukan dengan latihan dan pengisian ilmu pengetahuan tentang diri secara imanen transendental (pengalaman langsung).
Mari kita perhatikan tentang apa sebenarnya tubuh ini. Hirupan nafas masuk ke tubuh, lalu sekaligus mengeluarkan zat residu berupa asam arang. Sekadar bayangan kesadaran tentang diri agaknya hal-hal di bawah ini akan menolong kita. Ibaratnya keadaan itu bisa diserupakan dengan penerangan sebuah kota, yang dialirkan oleh sentral listriknya. Perbandingan ini menjadi semakin tajam apabila disadari dengan ilmu bahwa apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari kita pandang (sadari) bentuk tubuh manusia adalah terbatas pada garis nyata. Sehingga kenyataan ini membuat orang tertipu oleh pengetahuan yang ia miliki. Padahal lebih dari yang ia bayangkan, bahwa baik manusia, logam, tumbuhan dan gunung adalah sebetulnya terdiri dari suatu untaian kejadian-kejadian atau proses. Dimana segala alam lahir ini tersusun oleh senyawa-senyawa kimiawi yang dinamai zarrah (atom).
Dan atom-atom ini dalam analisa terakhir adalah satu unit tenaga listrik, yang energi positifnya (proton) berjumlah sebanyak energi negatifnya (elektron). Di dalam atom ini, terus-menerus setiap detik terjadi loncatan dan pancaran (charge and spark). Itulah semburan-semburan yang tidak ada hentinya dari daya listrik. Semburan atau loncatan yang tidak putus-putus dengan kecepatan yang sangat luar biasa ini tidak mampu dilihat dengan mata biasa, kecuali dengan kesadaran ilmu yang cukup. Sebagaimana Al Qur'an mengungkapkan tentang gunung yang dianggap oleh orang awam seperti diam tak bergerak :
 "Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap ditempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan" (QS 27:88).
Bagi orang awam sebuah gunung atau pegunungan memang tampaknya kokoh berdiri di tempatnya masing-masing. Jadi kalau benda-benda termasuk manusia yang dalam surat Al Hijr ayat 28-29 diciptakan dari esensi alam. Maka benarlah apa yang kita namai benda adalah sebuah bongkahan besar "runtutan peristiwa" loncatan listrik. Maka disini sama sekali tidak dijumpai lagi suatu yang padat atau baku (tetap). Bahan yang dipakai untuk pembentukan alam dan manusia bukanlah benda atau zat-zat akan tetapi ialah "aksi" yaitu aliran berangkai dari peristiwa-peristiwa. Tidaklah mengherankan bahwa dari bahan-bahan yang sangat labil ini terbentuklah alam yang selalu berubah-ubah, menjelma dari bentuk ke bentuk mengikuti suatu proses evolusi.
Sampai disini kesadaran kita sampai kepada tahapan yang agak abstrak, dimana penglihatan kita malah seakan-akan kehilangan penglihatan dimana bentuk tubuh yang selama ini kita sadari. Jelas hal ini membigungkan kesadaran yang telah lama terpatri.
Namun kita telah mencoba melakukan pembangkitan kesadaran yang lebih luas. Yaitu kesadaran dimana tubuh bukanlah apa yang kita lihat seperti ini. Tubuh adalah susunan inti materi yang setiap saat berubah dan berganti. Terbatasnya kesadaran bahwa badan bukan lagi sekedar tangan, kaki, dan kepala. Akan tetapi berubah meluas menjadi kesadaran universal, yaitu kesadaran yang tidak ada batas. Pada tingkat kesadaran ini kita agak bingung, yang mana sebenarnya wujud ini sebenarnya. Karena setelah ditelusuri secara rinci, bahwa badan yang tadinya disadari sebagai sosok laki-laki atau wanita yang punya rupa cantik dan gagah. Pelan-pelan terhapus oleh kesadaran yang lebih luas, yaitu kesadaran jagat raya atau disebut kesadaran makrokosmos. Bahwa wujud badan ini tidak lagi sesempit dulu, aku tidak lagi sebatas kepala, tangan, dan kaki saja. Akan tetapi badanku adalah angin yang bergerak, atom-atom yang bertebaran serta bergantian saling tukar dengan benda-benda yang lain, badanku adalah butiran-butiran zarrah yang saling mengikat, ya….. aku saling ikat dengan tumbuhan, binatang, bumi serta dengan angkasa yang maha luas. Badanku adalah jagad raya. Dimana kesadaran sudah berubah luas dan menjadi satu kesatuan dengan lingkugan kita. Kesadaran ini akan memudahkan mengidentifikasikan siapa diri sebenarnya. Setelah tahu esensi badan ini. Yaitu kesadaran hakiki yang menggerakkan dan mengatur alam semesta. Dikatakan dalam Al Qur'an surat An Nahl ayat 12 :
    "Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya dalam gejala-gejala itu terdapat ayat-ayat Allah -(atau tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mempergunakan akal" (QS 16:12).
Sebenarnya di dalam ayat ini tercantum juga ungkapan bahwa Allah menundukkan dan mengatur kelakuan matahari, bintang dan bulan dengan perintah-Nya. Peraturan inilah yang diikuti oleh seluruh alam semesta (makrokosmos), bagaimana ia harus bertingkah laku. Ia juga disebut hukum alam, atau peraturan yang diikuti oleh alam. Lebih jelas lagi bila kita baca ayat 11 surat Fushilat :
    "Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi : "Silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau dengan terpaksa". Jawab mereka : "Kami mengikuti dengan suka hati". (QS 41:11)
Ayat ini membuktikan bahwa alam taat mengikuti segala perintah dan peraturan sang pencipta. Dan peraturan yang telah ditetapkan Allah itu tidak berubah selamanya, seperti yang telah ditegaskan dalam ayat 23 surat Al Fath :
    "Sebagai sunatullah (atau peraturan Allah) yang telah berlaku sejak dahulu, sekali-kali kamu tak akan menemukan perubahan bagi sunatullah (atau hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah) itu" (QS 48:23).
Apabila zat-zat, tubuh manusia dan benda-benda dalam alam sudah dipahami sebagai rangkaian kejadian-kejadian, serta menurut kemauan sunatullah. Maka sebenarnya atom-atom atau zarrah bergerak bukan atas kemauannya sendiri, akan tetapi ada sosok yang bukan dirinya. Dimana atom-atom itu bergerak mengikuti kekuatan yang maha besar. Benda-benda kecil itu hanya patuh terhadap yang tidak bisa diperbandingkan dengan sesuatu. Wujud itu begitu absolut, benda-benda ini ternyata mati. Akan tetapi ia bergerak dan dihidupkan oleh suatu kuasa yang maha besar. Itulah metakosmos yang hidup, yang perkasa, yang meliputi segala benda, ialah Rabbul alamin…..
Pada kesadaran ini sebaiknya kita berhenti sejenak dan jangan dipahami dengan pemikiran yang berlarut-larut. Biarkan Allah yang akan menuntun hati dan pengetahuan tentang ilmu selanjutnya dengan tetap mematuhkan jiwa dan tubuh kita kehadirat Allah yang Maha Suci. Apabila kita meluruskan pandangan jiwa dan tubuh kita terhadap perintah-perintah-Nya (Ad dien) serta menundukkan dan memasrahkan segala ketaatan. Tubuh ini akan taat seperti taatnya alam semesta tanpa kita rekayasa, ia akan hidup seperti hidupnya alam, serta ia akan teratur seperti teraturnya matahari serta planet-planet yang tidak berbenturan. Ia akan patuh seperti patuhnya malaikat. Demikianlah justru menurut pikiran logis, bahwa adanya diri (mikrokosmos), dan alam semesta (makrokosmos), telah mengajak kesadaran untuk sampai kepada pembuktian adanya Allah yang maha ghaib (metakosmos).
Pada pembahasan kali ini, mungkin ada hal-hal yang menyulitkan pembaca memahami hakikat diri. Untuk itu maka selanjutnya penulis akan mengajak para pembaca masuk ke dalam dunia yang lebih kongkrit, yaitu bagaimana melakukan dan memasuki dunia rohani dengan benar. Pada bab-bab berikutnya akan saya untai praktek-prakteknya dan pembaca bisa mengikuti dengan seksama.
[Continue reading...]

Obyek Pikir Beribadah

- 0 komentar

Obyek Pikir Beribadah

Saya akan mengajak anda untuk melihat bagaimana agama-agama atau sekte memahami Tuhan dengan pengertian menurut kesadarannya, dan menjadikan kesadaran itu sebagai objek pikir atau dzikir (kesadaran ) 

Di dalam kitab Bhagavad gita, sloka 2.61
Orang yang mengekang dan mengendalikan indria-indria sepenuhnya dan memusatkan kesadarannya sepenuhnya kepada-Ku, dikenal sebagai orang yang mempunyai kecerdasan yang mantap Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada memberikan tafsiran sebagai berikut :
Dalam ayat ini , dijelaskan bahwa paham tertinggi kesempurnaan yoga ialah kesadaran Sri krisna. Kalau seseorang belum sadar akan Krisna, sama sekali tidak mungkin ia mengendalikan indria-indria. Sebagaimana dikutip diatas, seorang resi yang hebat yang bernama Durvasa Muni pernah memaki Maharaja Ambarisa, dan marah karena rasa bangga walaupun itu tidak diperlukan. Karena itu Duvasa Muni tidak dapat mengendalikan indria-indrianya. Dipihak lain walaupun Maharaja Ambarisa menahan diri terhadap hal-hal yang tidak adil yang dilontarkan oleh resi itu. Dengan demikian akhirnya Maharaja Ambarisalah yang menang. Maharaja Ambarisa dapat mengenalikan indria-indrianya karena kualifikasi-kualifikasi berikut :
Maharaja Ambarisa memusatkan pikirannya kepada kaki padma Sri Krisna, dan menjadikan kata-katanya tekun dalam menguraikan tempat tinggal Krisna, tangannya digunakan untuk membersihkan tempat sembahyang kepada Krisna, matanya dalam memandang bentuk Krisna...
Kemudian didalam sloka 2.62
Selama seseorang merenungkan objek-objek indria-indria, ikatan terhadap objek-objek indria itu berkembang. Dari ikatan seperti itu berkembanglah hawa nafsu, dan dari nafsu timbullah amarah.
Penjelasan : orang yang belum sadar akan Krisna mengalami keinginan duniawi selama ia merenungkan objek-objek indria. Indria-indria memerlukan kesibukan yang nyata, dan kalau indria-indria tidak digunakan dalam cinta bhakti rohani kepada Tuhan, maka indria-indria pasti akan mencari kesibukan dalam pengabdian kepada keduniawian. Di dunia material, semua kepribadian, termasuk pula Siva dan Brahma apa lagi dewa-dewa lain di planet-planet surga mengalami pengaruh objek-objek indria, dan satu-satunya cara untuk keluar dari teka-teki kehidupan material tersebut ialah menjadi sadar akan Krisna.
Dewa Siva bersemadi dengan khusyu, tetapi ketika Parvati menggoyahkannya untuk kesenangan indria-indria, Siva mengabulkan permintaan itu, dan sebagai akibatnya Kartikeya lahir !!...
Reaksi-reaksi karma adalah debu yang menutupi cermin kesadaran rohani kita yang asli dan murni. pengaruh buruk tersebut hanya dapat dihilangkan dengan mengucapkan mantra Krisna, yang terdiri dari nama-nama Tuhan dalam bahasa Sanskerta.
Hare Krisna, Hare Krisna,
Krisna Krisna, Hare Hare
Hare Rama, Hare Hare
Didalam Visnu-dharma dinyatakan, kata Krisna ini begitu suci sehingga siapapun yang mengucapkan nama suci ini segera menghilangkan tindakan reaksi kegiatan yang berdosa dari banyak penjelmaannya. Didalam Brhan Naradiya Purana, ucapan mantra Hare Krisna di puji sebagai cara yang paling sederhana untuk mencapai pembebasan pada zaman kemerosotan sekarang.
Akan tetapi, mantra Hare Krisna harus diterima dari seorang guru kerohanian yang dapat di percaya dalam garis perguruan yang turun temurun dari Sri Krisna sendiri agar mantra itu manjur ( dalam istilah tharikat sebagai Guru Mursyid dan memiliki sanad atau silsilah langsung dari Rasul ). Hanya dengan karunia dari seorang guru kerohanian yang memiliki kualitas seperti itu seseorang dapat menjadi bebas dari peredaran kelahiran dan kematian... (Praktek meditasinya ialah meninggalkan aktifitas indria, atau mengabaikan gejolak ketubuhan menuju kesadaran yang bukan fisik yaitu kesadaran jiwa yang luas dengan dihantar mantra hare Krisna berulang-ulang ).
Didalam ajaran Budha disebutkan, konsep dari personalitas ego adalah sesuatu yang digambarkan oleh pikiran yang diskriminatif yang harus di tinggalkan. Di lain pihak, Budha alami adalah sesuatu yang tidak bisa di diskriminasikan dan harus di selidiki di satu rasa bukanlah ego dalam rasa 'Aku dan kepunyaanku" (The teaching of Buddha).
Penjelasan : didalam bermeditasi kita harus meninggalkan sesuatu yang digambarkan oleh pikiran atau sesuatu yang bisa dijangkau oleh pikiran.
Di dalam ajaran Taoisme dikatakan, agar dapat menyatu (sampai) dengan ketunggalan besar (baca: Tuhan Yang Maha Besar) manusia bijaksana harus mengatasi serta melupakan pemilahan diantara barang sesuatu dengan barang yang lainnya. Jalan untuk dapat bersikap demikian ialah dengan mengesampingkan pengetahuan (baca: meninggalkan aktifitas fisik ) dan merupakan metode yang di pakai oleh kaum Tao untuk mencapai sikap bijaksana. Akan tetapi kaum Tao didalam memuja Tao menggunakan perantara lambang-lambang (materi) sebagai batasan berpikirnya.
Konsep ketuhanan kaum Kristiani yang di kenal dengan istilah Trinitas, bertentangan dengan ajaran Injil yang mengatakan bahwa : Dengarlah olehmu wahai Israil sesungguhnya HUA Allah kita, HUA itu Esa adanya ( Ulangan pasal 6 ayat 4 )
Pada ayat lain Ulangan pasal 4 ayat 35 disebutkan :
Maka kepadamulah ia itu ditunjuk, supaya diketahui olehmu bahwa Tuhan itu Allah, dan kecuali Tuhan yang Esa tiadalah yang lain lagi.
Maka sebab itu besarlah Engkau, Ya Tuhan Allah karena tiada yang dapat disamakan dengan dikau dan tiada Allah melainkan Engkau sekedar yang telah kami dengar dari telinga kami ( kitab Samuel yang kedua pasal 7 ayat 22)
Di ayat ini dijelaskan bahwa Yesus sendiri menghadapkan kata-katanya kepada Allah, bahwa tiada yang dapat disamakan dengan Allah ~ laisa kamistlihi syaiun ( tidak sama dengan makhluknya )
Kaum Kristiani agaknya kurang memperhatikan bahwa istilah "anak Allah dalam bahasa kitab injil hanyalah sebagai kiasan orang yang sangat dicintai oleh Allah atau orang yang sangat berbakti kepada Allah seperti ayat-ayat berikut ini :
Dawud Anak Allah yang sulung (Mazmur, pasal 89 ayat 27 )
Yakub (Israil ) adalah anak Allah yang sulung (Keluaran pasal 4 ayat 22 dan 23 )
Afraim adalah anak Allah yang sulung (Yeremia pasal 31 ayat 9 )
Berbahagialah segala orang yang mendamaikan orang karena mereka itu akan disebut anak-anak Allah (Matius, pasal 5 ayat 9 )
Akan tetapi karena sudah terlalu kuat doktrin Yesus sebagai anak Allah dan sekaligus Tuhan Allah itu sendiri, sehingga tidaklah terlalu sulit bagi kaum kristiani didalam beribadah karena pusat konsentrasinya langsung kepada Yesus atau gambaran Yesus sebagai anak Allah. Ada satu titik focus yang mudah dibayangkan !!
Konsep pembayangan sesuatu sebagai batasan obyek pikir (dzikir), dibolehkan oleh sebagian ulama Islam yang menganjurkan muridnya membayangkan wajah seorang guru spiritual (ada yang berpendapat, pengaruh Hindu sangat kental karena adanya washilah yang didalam agama Hindu disebut bethara/afathara - perantara) dengan diiringi bacaan laailaha illallah berulang-ulang (baca : wirid) dengan menempatkan pikiran atau menghunjamkan lafadz dzikir tadi kepada arah tempat lataif tujuh (dalam yoga disebut cakra). Praktek dzikir yang dilakukan adalah menjadikan lafadz sebagai mirip mantra yang di ucapkan dengan suara keras (jahar). Dengan ucapan Laa dari bawah pusat dan diangkatnya sampai ke otak dalam kepala, sesudah itu diucapkan ilaaha dari otak dengan menurunkannya perlahan-lahan kebahu kanan. Lalu memulai lagi mengucapkan illallah dari bahu kanan dengan menurunkan kepala kepada pangkal dada sebelah kiri dari berakhir pada hati sanubari dibawah tulang rusuk lambung dengan menghembuskan lafadz nama Allah sekuat mungkin sehingga terasa geraknya pada seluruh badan seakan-akan diseluruh bagian badan amal yang rusak itu terbakar dan memancarkan Nur di dalam badan dari seluruh badan yang baik dengan Nur Allah ~ (di nukil dari kitab Miftahus shudur . susunan Shohibul Wafa tajul 'Arifin Bab II tentang Dzikir halaman 23 )
Setelah kita melihat konsep beberapa agama didalam mengarahkan objek pikirnya, ada sesuatu yang bersifat universal yang ingin saya ungkapkan, baik segi psikologis maupun dari segi fisiologis. Yang sangat berkaitan sekali dengan kekuatan pikiran atau daya khayal pada proses meditasi atau mengingat sesuatu (dzikir).
Didalam agama-agama besar pada dasarnya mengakui bahwa Tuhan itu tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu atau tidak bisa dipersepsikan seperti apa dan bagaimana.
Akan tetapi pengaruh agama-agama primitif dimasa Yunani Kuno ataupun Mesir kuno yang mentasybihkan (menyerupakan) Tuhan memiliki Istri, anak atau saudara seperti manusia atau menggambarkan wujud Tuhan sesuai dengan tingkat kesadarannya. dan merupakan alasan mereka sebagai media untuk menghantarkan kepada Tuhan yang Esa tersebut, dan mereka beralasan bahwa ia tidak menyembah berhala akan tetapi hanya sebagai perantara atau pemusatan pikiran.
Sri Krisna, Budda, Kristus merupakan perwujudan Tuhan itu sendiri sehingga kaum yang kesadarannya sampai pada batasan ini akan terhalang karena ada bentuk selain Tuhan itu (terhijab), akibatnya objek pikiran kita berhenti kepada alam yang masih bisa kita bayangkan (dalam bahasa Islam disebut Syirik). Kalaulah akhirnya sang Meditator mendapatkan pengalaman rohani atau pencerahan, sebenarnya hal itu hanyalah fenomena yang memang kerap terjadi kepada siapa saja yang mengolahnya dengan baik, karena didalam kejiwaan manusia memiliki sesuatu yang bersifat universal, misalnya ketenangan, kedamaian hati, gelisah, cinta, rindu, dan bisa lebih dalam lagi memasuki pengalaman spiritual seperti keluarnya ruhani dari tubuh (raga sukma) atau moksa dalam bahasa Hindu, dan banyak lagi kelebihan-kelebihan itu yang merupakan potensi yang sudah disediakan oleh Tuhan kepada seluruh manusia dan bersifat universal.
Islam hadir untuk meluruskan persepsi tentang Tuhan (tauhid), karena apabila Tuhan digambarkan seperti apa yang dipikirkan maka jiwanya berhenti pada benda itu dan tidak masuk kepada keadaan transenden yang sebenarnya (hakikatnya). Kenyataan yang diperoleh sebenarnya hanyalah fenomena kejiwaan yang bersifat alami ~ tidak bisa dijadikan klaim sebuah ajaran agama tertentu, sebab fenomena itu ada pada setiap manusia, seperti halnya mimpi, senang, bahagia, tenang, loncatan psikologik, telepati, energi, psikokinetik dan ekstase !! Sebab kalau landasan fenomena di jadikan klaim agama tertentu, maka kita akan menafikan agama tersebut manakala kita mengalami fenomena yang sama tanpa melakukan petunjuk dari agama yang disebutkan. Misalnya, ada seseorang yang mengamalkan suatu wiridan kemudian ia mendapatkan kelebihan yang menakjubkan seperti kasyaf (clairvoyance) atau pendengaran gaib (clairaudience). Fenomena ini bisa terjadi terhadap siapa saja atau penganut agama apa saja apabila ia melakukan amalan pada prinsip yang sama, yaitu olah jiwa yang universal. Dengan demikian, saya ingin mengajak anda untuk melihat fenomena apa yang terjadi apabila orang melakukan meditasi, wirid, dzikr atau bertapa. Bagi mereka yang menjalani laku tersebut akan mendapatkan kenikmatan, kedamaian, kekuatan jiwa, kekuatan berpikir, dan ketahanan tubuh yang melampaui orang biasa. Bagi orang awam, hal tersebut dijadikan sebuah klaim kebenaran ketuhanan menurut presepsinya. Fenomena tersebut tidak sekali-kali menunjukan kebenaran dari suatu agama atau paham, sekali lagi tidak !!, karena kebenaran ketuhanan atau sebuah agama tidak bisa diukur karena fenomena kejiwaan, sebab setiap orang memiliki potensi tersebut. Tidak sedikit orang atheis mampu melakukan hal yang luar biasa tanpa harus beragama. Banyak orang yang melakukan latihan konsentrasi kepada benda atau satu titik hitam, sebuah lilin yang menyala atau menggagas sesuatu didalam pikiran, akan menimbulkan dampak loncatan kejiwaan yang luar biasa, tanpa harus berbuat amal shaleh, tekun beribadah, karena kekuatan itu ada secara fitrah (natural) yang sudah tersedia dalam potensi jiwa itu sendiri. Untuk itu saya ingin membicarakan hal ini secara objektif, tanpa anda klaim dari doktrin agama tertentu.
Mari kita memperhatikan bukti ilmiah mengenai fenomena kejiwaan yang berkaitan dengan fisiologis yaitu telaah neurologi, psikologi dan antropologi.
Penelitian oleh ahli neurology Michael Persinger diawal tahun 1990-an, dan juga penelitian yang lebih baru pada tahun 1997 oleh neurolog VS. Ramachandran bersama timnya di Universitas California mengenai adanya Titik Tuhan (God Spot) dalam otak manusia. Pusat spiritual yang terpasang ini terletak diatara hubungan-hubungan saraf dalam cuping-cuping temporal otak. Melalui pengamatan terhadap otak dengan topografi emisi, positron, area-area syaraf tersebut akan bersinar manakala subjek penelitian diarahkan untuk mendiskusikan topik spiritual atau agama. Reaksinya berbeda-beda sesuai dengan budaya masing-masing, yaitu orang-orang barat menanggapi penyebutan Tuhan, orang Buddha dan masyarakat lainnya menanggapi apa yang bermakna bagi mereka. Aktivitas cuping temporal tersebut selama beberapa tahun telah dikaitkan dengan penampakan-penampakan mistis para penderita epilepsy dan pengguna obat LSD. Penelitian Ramachandran adalah penelitian yang pertama kali menunjukkan bahwa cuping itu juga aktif pada orang normal. Titik Tuhan tidak membuktikan adanya Tuhan, tetapi menunjukkan bahwa otak telah berkembang untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan pokok, untuk memiliki dan menggunakan kepekaan terhadap makna dan nilai yang lebih luas (SQ oleh Danah Zohar dan Ian Marshall terj. Jalaluddin Rakhmat hal 10 )
Jelas sekali hasil penelitian selama ini penampakan mistis (ghaib) bisa terjadi kepada penderita epilepsy dan pengguna obat LSD. Juga bisa terjadi kepada orang yang kehabisan oksigen pada otaknya. Akan tetapi peristiwa mistik yang terjadi kepada orang-orang karena keadaan fisik dan mentalnya yang terganggu berbeda dengan keadaan orang yang keadaannya sadar dan menyengaja untuk mencapai keadaan zerro mind atau keadaan ujung dari pemikiran. Seperti melalui latihan kejiwaan yang mengkonsentrasikan kepada benda-benda atau mengulang kalimat suci, atau mengolah rasa mengikuti dengungan suara seperti suara benda dari logam atau kayu yang dipukul tiiiiing…….. tiiiiiiing atau tuk ~ tuk ~ tuk ~ tuk ~ tuk. Ada juga yang menggunakan cara menghembuskan suara dari mulutnya pelan-pelan kemudian pikiran mengikuti suara itu sampai sayup-sayup ….huuuuuu…. huuuuuu…. huuuuuuuuuu,  Hummmmmmm…. hummmmmmm, Aumm…. Aumm… Ada juga yang berkonsentrasi membayangkan wajahnya sendiri (melalui cermin atau menghayalkan), menghadirkan wajah guru suci, wajah dewa ruci, wajah orang yang dikultuskan dll. Semua dilakukan bertujuan untuk meninggalkan kesadaran fisiknya ~ yaitu pengabaian aktifitas fisik, dengan demikian jiwa berada dalam keadaan lebih tinggi dari pada keadaan kesadaran fisik yang terbatas, oleh tangan pikiran, mata, telinga, dll.
Ada sebuah prinsip yang sama (universal) dalam hal melepaskan ikatan kesadaran fisik (nafsu / indra-indra) menuju kesadaran lebih tinggi (dalam hal ini kesadaran bertingkat-tingkat tergantung dari apa yang mereka peroleh dari doktrin pengetahuannya) ~ kondisi ini hampir mirip dengan kejadian menjelang tidur, yaitu saat keadan fisik kita lelah, mata tidak lagi ingin melihat, telinga tidak lagi ingin mendengar, perut tidak ingin lagi makan, pikiran berhenti dalam satu titik ujung tidak ada aktifitas mental, maka keadaan menjadi sangat hampa atau hening ~ sayup-sayup pikiran berhenti dan tiba-tiba keadaan menjadi berubah. Kita berada dalam alam baru, yaitu mimpi ... mimpi merupakan pengalaman rohani yang dilalui oleh mental yang tidak memiliki objek pikir yang jelas. Akan tetapi ia telah terlepas dari ikatan nafsunya, sehingga ia memasuki alam tersebut…
Apabila orang lebih tinggi lagi mempertahankan kesadarannya didalam bermeditasi, kemudian ia menyengaja untuk menon-aktifkan nafsu-nafsunya, akan terasa sekali lirihnya rasa menjadi sangat tenang ~ pikiran bersih dan bening ~ pada saat itulah kita akan mengetahui loncatan jiwa kita menuju alam yang baru (kesadaran baru), bukan mimpi akan tetapi benar-benar sadar !! disana kita masih bisa berpikir dan masih ingat sesuatu dengan sadar, atau terkadang kita melihat tubuh kita sendiri sedang tidur.
Pada prinsipnya adalah bagaimana kita menonaktifkan fisik secara sadar. Kalau hanya sampai batasan alam-alam ini, sebenarnya sangat mudah dilakukan, karena cukup berkonsentrasi kepada mantra, benda, dll. ~ anda akan mengalami loncatan jiwa. Akan tetapi akan sangat berbahaya bagi orang yang mengalami loncatan jiwa, jika dia tidak mengetahui mau kemana jiwa setelah keluar dari ikatan tubuhnya ?? Orang inilah yang sering disebut para normal, dukun, skizofrenia (gangguan mental, ia juga mengalami pandangan-pandangan mistik, sehingga terkadang seperti kedatangan Syekh Sunan Kali Jaga, Syekh Abdul Qadir Jaelani, Imam Mahdi, bahkan mengaku Yesus Kristus dll).
Islam melarang menggunakan objek pikir dengan media benda-benda, karena akan menyebabkan kita tidak bisa bertemu dengan ghaib yang sebenarnya. Yaitu yang tidak bisa dibayangkan oleh pikiran, rasa, maupun hati. Akan tetapi jika objek pikirnya atau medianya adalah benda-benda, maka anda akan menemui sesuatu yang masih bisa diceritakan atau digambarkan, seperti alam yang sangat luas tak terbatas ~ suasana yang tenang ~ alam-alam yang mirip dengan alam disini (dunia), dan banyak sekali alam yang akhirnya menjebak kita kepada kesesatan. Biasanya orang yang masuk wilayah alam ini ia tidak bisa menguasainya karena jiwanya dikuasai oleh alam itu… seperti orang bermimpi, ia tidak kuasa dengan keadaan yang mencekam ketika dikejar-kejar anjing, bermimpi ketemu orang yang menakutkan dll.
Bermeditasi pada prinsipnya adalah menonaktifkan ikatan tubuh. Seperti disebutkan pada ayat-ayat diatas, pada prinsipnya jiwa dihantar menuju titik Tuhan (God Spot) yang ada dalam otak manusia. Titik Tuhan bukanlah Tuhan, tetapi kepada titik Tuhan inilah jiwa dihantar melalui rasa ~ dari yang paling kasar ~ seperti menghentakkan suara sekeras-kerasnya sampai suara yang paling halus, bahkan tidak menggunakan kata-kata ~ ia hanya mengikuti irama rasanya, namun pikiran tertuju kepada batasan ruang antara pikiran dan bukan pikiran. Para filosof menyebutnya alam idea atau alamnya makna dan intuisi ~ hal ini terjadi kepada bayi. Bayi tidak memiliki pikiran seperti kita, akan tetapi ia melakukan seperti apa yang kita pikirkan ~ ia menangis jika merasa tidak enak, atau tertawa jika ia merasa senang dan ia mengetahui bukan melalui pikirannya, akan tetapi melalaui intuisi atau ilham, karena sang bayi tidak pernah belajar bagaimana harus minum, makan, tersenyum, tertawa, menolak dst, akan tetapi ia berada dalam ujung pikiran (tidak ada pikiran / zerro mind). Rasulullah Muhammad disebut ummi (tidak bisa membaca dan tidak mengenal tulisan), karena bukan dari hasil buah pikiran atau merangkai pengalaman sebelumnya. Rasulullah memberikan gambaran orang yang sehabis berpuasa dibulan Ramadhan seperti bayi yang baru dilahirkan. Karena selama satu bulan penuh manusia diwajibkan untuk melepaskan atau tidak memperturutkan aktifitas fisiknya (hawa nafsunya / indria-indria). Jika hal ini berhasil maka orang tersebut akan mencapai fitrahnya atau kesejatian dirinya (iedul Fitri), berarti kita dipaksa untuk melepaskan pikirannya untuk mencapai yang bukan pikiran yaitu intuisi atau ilham seperti bayi !!
Ambang batas yang dituju orang untuk mencapai intuisi dan keadaan ujung, telah saya ungkapkan diatas bahwa mereka menghantar melalui rasa kesadaran diperoleh dari pengalaman dan pengajaran dari suatu agama atau filsafat hidup.
Secara konkrit saya akan memberikan ilustrasi bagaimana yang disebut kesadaran menurut beberapa aliran di dunia spiritual.
Ada beberapa orang yang menyadari (bisa disebabkan karena pengalaman atau dari informasi) ketika orang melihat mobil yang bergerak, ada beberapa kesadaran yang memberikan pendapatnya dan pendapat itu benar adanya. Akan tetapi kebenarannya belum tentu bisa dikatakan kebenaran mutlak, karena masih belum mencapai hakikatnya.
Ada yang berpendapat mobil itu bergerak karena digerakkan oleh rodanya.(pikirannya berhenti kepada pendapat ini). Setelah ditelusuri lebih tinggi lagi, ternyata yang menggerakkan mobil itu adalah mesin yang berada diatas roda-roda dan bukan roda-roda itu. Selanjutnya apa yang menggerakkan mesin itu, maka akan kita temukan sebuah piston yang bergerak cepat,..... kemudian mengapa piston itu bisa bergerak, karena ada ledakan yang dipicu oleh loncatan listrik, dari ledakan itu kita telusuri ternyata berasal dari bahan bakar (bensin atau solar), yang menjadi penyebab semuanya bergerak. Sampailah ke titik ujung pikiran kita, yaitu bensin (bahan bakar). (ilustrasi ini menggambarkan orang yang bermeditasi dibatasi oleh gambaran pikirannya ).
Sampai disini sebenarnya kita ketinggalan satu kesadaran, yaitu siapa yang merencanakan itu semua ??? Siapa yang memiliki ide cemerlang itu, dialah sang kreator, yang seharusnya menjadi ujung pikiran kita dan bukan kepada bensin, karena bensin masih berupa batasan (hijab) yaitu titik ambang !! Akan tetapi sang kreator berada diatas atau diluar titik dan meliputi segala komponen yang diciptakan. Wujud sang kreator tidak sama seperti ciptaannya. Ia bukanlah energi, ia bukan bensin, ia bukan piston, ia bukan roda, ia bukan mobil. Ia adalah pencipta atau sang kreator yang tidak sama dengan mobil seisinya. Inilah objek pikir kita mengenai pencipta mobil. Ialah yang akan kita ingat, kita kenang, kita puji dan kita hargai. Bukan kita berkonsentrasi kepada bensin, piston, atau lebih rendah seperti roda-roda.
Inilah gambaran islam mengenai objek dzikir. Kita mempertahankan kesadaran bahwa Wujud Allah tidak sama dengan makhluknya, tidak perlu menggunakan perantara atau washilah apapun bentuknya karena ia akan menghijab dzikir kita. Kesadaran kita menafikan segala sesuatu selain Allah yaitu laa ilaaha illallah. Sadarkan pikiran kita bahwa Allah itu ada, bahwa Dia dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher ~ mulailah menyebut Nama Allah. Namun pikiran kita tertuju kepada Wujud Yang tidak sama dengan makhluknya (Pada saat itu anda harus cepat menafikan / menghilangkan keadaan apapun selain Allah) pikiran anda harus berada diatas ujung pikiran/zero mind, karena Allah yang akan menyambut anda dengan ingatan-Nya, karena Allah berfirman, jika engkau mengingat Aku, Akupun Akan merespons ingatanmu (fadzkuruni adzkurukum), tetapkan kesadaran anda kepada Yang Tidak terbayangkan, karena apa yang bisa dibayangkan adalah makhluk…sekalipun itu malaikat, syetan, Jin atau alam-alam ciptaan-Nya...
Kalau jiwa anda menuju kepada Yang Tak Terjangkau maka anda akan terbebas dari pengaruh-pengaruh alam-alam maupun dari makhluk-makhluk ciptaan, karena anda menuju kepada bukan ciptaan ~ yaitu YANG MAHA.MUTLAK.
Peristiwa ini dicatat dalam Alqur'an bahwa Musa telah menemukan gambaran Allah, yang tidak sama dengan makhluk-Nya, tidak bisa diperbandingkan, tidak seperti konsepsi pikiran, rasa maupun hati ~ karena semua alam akan hancur (fana) tatkala mempersepsikan IA yang sebenarnya .
Dan tatkala Musa datang (untuk munajat) dengan Kami, pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya. Berkatalah Musa : "Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku. Agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman : "kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu maka jika ia tetap ditempatnya (sebagaimana sedia kala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan, maka setelah Musa sadar kembali dia berkata: "Maha suci Engkau , dan aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman … (QS. 7:143)"
Musa digambarkan pingsan. Seperti apakah keadaan orang pingsan itu ?? Apakah orang pingsan itu mengetahui keadaan alamnya pingsan ? Mungkin anda akan menjawab tidak mengetahui apa-apa, atau tidak melihat apa-apa. Baiklah saya akan mengajukan pertanyaan kepada orang yang pingsan, sbb :
Tanya : "Tolong ceritakan bagaimana rasanya pingsan?"
Jawab : "Tidak ada rasa apa-apa tidak ada sedih, tidak ada rasa senang, tidak ada gelisah.
Tanya : "Apakah anda bisa mendengarkan suara-suara ?
Jawab : "Tidak ada apa-apa yang bisa saya dengar."
Tanya : "Apakah anda bisa melihat sesuatu ? "
Jawab : "Sama sekali tidak bisa , yang jelas tidak tahu !"
Tanya : "Apakah bedanya orang pingsan dengan orang yang tidur ?"
Jawab : "Oh jelas sekali berbeda … Kalau orang tidur kita masih bisa melihat sesuatu seperti mimpi dibunuh orang, bercumbu dengan wanita dll, hal ini berbeda dengan orang pingsan, karena keadaannya benar-benar tidak ada apa-apa, tidak ada kesadaran diri sama sekali, tidak ada mimpi, keadaannya kosong …..
Demikian kira-kira wawancara kita dengan orang yang baru siuman dari pingsan. Kita telah memperoleh data, bahwa ia mengetahui keadaan pingsan ~ disana tidak ada rasa, tidak ada pikiran, tidak ada gelisah, tidak ada senang ~ dan bisa membedakan keadaan pingsan dan keadaan tidur. Berarti ia mengetahui keadaan pingsan secara hakiki, seperti halnya Nabi Musa mengalami pingsan tatkala Allah menampakkan diri terhadap gunung. Gunungpun tidak mampu memuat Wujud Allah Yang Hakiki lalu hancur.
Pada penampakan itu, pikiran Musa tidak lagi mampu mempresepsikan sesuatu, rasa tidak lagi memuat ungkapan, mata tidak lagi mampu menangkap gambaran itu, dan hati tidak memiliki kemampuan bercerita tentang keadaan-Nya. Karena, alat-alat rohani kita terlalu kecil bila dibandingkan dengan keluasan dan kebesaran Wujud-Nya. Maka berhentilah rasa, pikiran, hati, maupun jiwa, sebab bukan alat yang mampu mengukur keadaan Wujud-Nya !!
Musa telah melihat Allah, karena Musa melihat tidak menggunakan alat-alat rohaninya. Akan tetapi Musa menggunakan ketiadaannya (kefanaan diri ).

[Continue reading...]

Perjalanan Mencari Yang Haq

- 0 komentar

Perjalanan Mencari Yang Haq

Ada dua jalan yang ditempuh orang dalam mencari yang haq dengan masing-masing dalilnya:
Man `arafa nafsahu faqad `arafa rabbahu
Barang siapa mengenal dirinya maka pasti dia akan kenal Tuhannya. (Dalil ini yang sangat populer dikalangan sufi, meditator , filosof, teolog)
Man `arafa rabbahu faqad `arafa nafsahu
Barang siapa yang kenal Tuhannya pasti dia akan kenal dirinya.
Pada jalan pertama, biasanya di lakukan oleh para pencari murni, mereka belum memiliki panduan tentang tuhan dengan jelas. Dia hanya berfikir dari yang sangat sederhana... yaitu ketika ia melihat sebuah alam tergelar, muncul pemikiran pasti ada yang membuatnya atau ada yang berkuasa dibalik alam ini,... mustahil alam ini ada begitu saja... dan alam merupakan jejak-jejak penciptanya … Dengan filsafat inilah orang akhirnya menemukan kesimpulan bahwa Tuhan itu ada.
Sebagian meditator atau ahli sufi menggunakan pendekatan filsafat ini dalam mencari Tuhan, yaitu tahapan mengenal diri dari segi wilayah-wilayah alam pada dirinya, misalnya mengenali hatinya dan suasananya, pikiran, perasaannya, dan lain-lain sehingga dia bisa membedakan dari mana intuisi itu muncul, ... apakah dari fikirannya, dari perasaannya, atau dari luar dirinya…
Akan tetapi penggunaan jalur seperti ini sering kali membuat orang mudah tersesat, karena pada tahapan-tahapan wilayah ini manusia sering terjebak pada 'kegaiban' yang dia lihat dalam perjalanannya,... yang kadang-kadang membuat hatinya tertarik dan berhenti sampai disini, karena kalau tidak mempunyai tujuan yang kuat kepada Allah pastilah orang itu menghentikan perjalanannya... Karena disana dia bisa melihat fenomena / keajaiban alam-alam dan mampu melihat dengan kasyaf apa yang tersembunyi pada alam ini… akhirnya mudah muncul 'keakuannya' bahwa dirinyalah yang paling hebat… akan tetapi jika dia kuat terhadap Tuhan adalah tujuannya, pastilah dia selamat sampai tujuannya….
Teori yang dilakukan tersebut adalah jalan terbalik, karena dalam pencariannya ia telusuri jejak atau tanda-tanda yang ditinggalkannya (melalui ciptaan / alam),... ibarat seseorang mencari kuda yang hilang, yang pertama di telusuri adalah jejak tanda kaki kuda, kemudian memperhatikan suara ringkik kuda dan akhirnya di temukan kandang kuda dan yang terakhir dia menemukan wujud kuda yang sebenarnya…. Hal ini sebenarnya sangat menyulitkan para pelaku pencari Tuhan,... karena terlalu lama di dalam mengidentifikasi alam-alam yang akan di laluinya….
Dalil yang ke dua : adalah melangkah kepada yang paling dekat dari dirinya…yaitu Yang Maha Dekat,... langkah ini yang paling cepat di tempuh dibanding dalil pertama… Karena dalil pertama banyak dipengaruhi oleh para filosof pada jaman pertengahan dalam hal ini filsafat Yunani. Teologi Kristen dan Hindu telah banyak mempengaruhi filsafat ini. sehingga Al Ghazali gencar mengkritik kaum filosof dengan menulis kitab tentang tidak setujunya dengan ide filsafat masa itu yaitu Tahafut Al Falasifah / kerancuan filsafat….
Alghazali membantah pemikiran yang dimulai dengan rangkaian berfikir terbalik,... beliau mengajukan gagasan bahwa ummat islam harus memulai pemikirannya dari sumber pangkal ilmu pengetahuan yaitu Tuhan, bukan dimulai dari luar yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya, artinya sangat berbahaya karena di dalam filsafat memulai berfikirnya dari tahapan yang real menuju esensi dibalik semuanya berasal. Sedangkan di dalam Islam menunjukkan keadaan Tuhan serta jalan yang akan di tempuh sudah di tulis dalam Alqur'an agar ummat manusia tidak tersesat oleh rekaan-rekaan pikiran yang belum tentu kebenarannya…
Pencarian kita telah di tulis dalam Alqur'an dan Allah menunjukkan jalannya dengan sangat sederhana dan mudah …tidak menunjukkan alam-alam yang mengakibatkan menjadi rancu dan bingung … karena alam-alam itu sangat banyak dan kemungkinan menyesatkan kita amat besar…
Mari kita perhatikan cara Tuhan menunjukkan para hamba yang mencari Tuhannya .
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perinta-Ku) dan hendaklah mereka itu beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al Baqarah: 186).
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan menusia dan mengetahui apa yang di bisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya." (QS. Al Qaaf: 16).
Ayat-ayat diatas, mengungkapkan keberadaan Allah sebagai wujud yang sangat dekat, dan kita diajak untuk memahami pernyataan tersebut secara utuh. Alqur'an mengungkapkan jawaban secara dimensional dan dilihat dari perspektif seluruh sisi pandangan manusia seutuhnya. Saat pertanyaan itu terlontar, dimanakah Allah ? Maka Allah menjawab: Aku ini dekat, kemudian jawaban meningkat sampai kepada, Aku lebih dekat dari urat leher kalian .atau dimana saja kalian menghadap di situ wujud wajah-Ku…dan Aku ini maha meliputi segala sesuatu….
Sebenarnya tidak ada alasan bagi kita jika dalam mencari tuhan melalui tahapan terbalik…
Pada tahap pertama beliau nampak alam dan segala kejadian adalah satu bersama Allah. dan pada tahap kedua nampak alam sebagai bayangan Allah; dan pada tahap ke tiga beliau nampak Allah adalah berasingan dari pada segala sesuatu di alam ini. Kalau hal ini hanya sebatas penjelasan terstruktur kepada muridnya, saya anggap hal ini tidak menjadi persoalan, ... akan tetapi jika tahapan-tahapan ini merupakan methodology dalam mencari tuhan,... saya kira ini berbahaya, karena yang akan berjalan adalah fikirannya atau gagasannya, … yang akhirnya timbul khayalan atau halusinasi.
Di dalam islam memulainya dengan pengenalan kepada Allah terlebih dahulu yaitu dengan dzikrullah (mengingat Allah),... kemudian kita di perintah langsung mendekati-Nya, karena Allah sudah sangat dekat..tidak perlu anda mencari jauh-jauh melalui alam-alam yang amat luas dan membingungkan ..alam itu sangat banyak dan bertingkat-tingkat. Tidak perlu kita memikirkannya…cukupkan jiwa ini mendekat secara langsung kepada Allah… karena orang yang telah berjumpa alam-alam belum tentu ia tunduk kepada Allah, karena alam disana tidak ada bedanya dengan alam di dunia ini karena semua adalah ciptaan-Nya !!
Akan tetapi jika anda memulai dengan cara mendekatkan diri kepada Allah, maka secara otomatis anda akan diperlihatkan / dipersaksikan kepada kerajaan Tuhan yang amat luas. Maka saya setuju dengan dalil yang kedua, barang siapa kenal Tuhannya maka dia akan kenal dirinya. Sebab kalau kita kenal dengan pencipta-Nya, maka kita akan kenal dengan keadaan diri kita dan alam-alam dibawahnya, karena semua berada dalam genggaman-Nya…karena Dia meliputi segala sesuatu …karena Dia ada dimana saja kita ada, dan Dia sangat dekat.
Betapa rumitnya perjalanan yang dilalui oleh Eckankar, seperti apa yang yang saya tulis pada bab Membuka hijab….dan bagi yang tidak kenal Alqur'an akan mudah sekali berhenti dan tersesat kepada alam-alam itu …karena intuisi itu amat banyak yang muncul dari segala suara alam-alam tersebut (tolong anda baca tahapan spiritual yang di tulis pada bab Membuka hijab, karena akan membantu penjelasan saya ini ).
Kesimpulan :
Islam mengajarkan didalam mencari tuhan, telah diberi jalan yang termudah dengan dalil barang siapa kenal Tuhannya maka dia akan kenal dirinya… hal ini telah ditunjukkan oleh Allah bahwa Allah itu sangat dekat,... atau dengan dalil… barang siapa yang sungguh-sungguh datang kepada Kami, pasti kami akan tunjukkan jalan-jalan Kami... (QS: Al ankabut: 69).
"Wahai orang-orang yang beriman jika kamu bertakwa kepada Allah niscaya dia akan menjadikan bagimu furqan (pembeda)." (QS : Al Anfaal: 29).
Ayat-ayat ini membuktikan di dalam mendekatkan diri kepada Allah tidak perlu lagi melalui proses pencarian atau menelusuri jalan-jalan yang di temukan oleh kaum filsafat atau ahli spiritual di luar islam,... karena mereka di dalam perjalanannya harus melalui tahapan-tahapan alam-alam… Islam di dalam menemuhi Tuhannya harus mampu memfanakan alam-alam selain Allah dengan konsep laa ilaha illallah… laa syai'un illallah… laa haula wala quwwata illa billah… tidak ada ilah kecuali Allah… tidak ada sesuatu (termasuk alam - alam) kecuali Allah, ... tidak ada daya dan upaya kecuali kekuatan Allah semata… .maka berjalanlah atau melangkahlah kepada yang paling dekat dari kita terlebih dahulu bukan melangkah dari yang paling jauh dari diri kita….
Demikian mudah-mudahan Allah membukakan hati kita…
[Continue reading...]

Rahasia Huruf Al Quran

- 0 komentar

Rahasia Huruf Al Quran

Rahasia huruf yang terkandung dalam Alquran, secara tegas Rasulullah tidak pernah menjelaskan rahasia ini. Hanya saja beliau mengisyaratkan bahwa di dalam Alquran itu jika diringkas, inti Alquran itu adanya dalam surat Al Fatihah sehingga disebut ummul qur'an,... kemudian oleh ulama sufi di kembangkan menjadi suatu ilmu dalam mencari hakikat huruf atau firman...
Mungkin cara yang ditempuh oleh para guru-guru sufi sering kali membuat bingung pengamat, sehingga mereka dianggap orang yang mengada-ada dalam beragama. Sebenarnya tidaklah demikian, ... saya sendiri bukanlah penganut faham ajaran para sufi tentang rahasia huruf yang mereka kemukakan. Akan tetapi saya hanyalah orang yang mencoba mengerti methode yang di sampaikan sebagai pendekatan ilmu, ... agar sang murid mudah memahami dalam arti hakikat. Bagi saya hal itu sah saja, karena di dalam memberikan pengertian arti tersembunyi sangatlah sulit, sehingga mereka mempunyai cara yang indah untuk memudahkan dalam memberikan arti rahasia ketuhanan dengan sederhana. Hal ini saya ungkapkan agar para pengamat tidaklah mencurigai ajaran para sufi ini.
Mari kita fahami rahasia huruf ini dengan pengertian kita sekarang...
Huruf adalah sebuah rumus yang pada mulanya tidak memiliki arti apa-apa,... kemudian tersusun menjadi sebuah kata dan susunan kata menjadi sebuah kalimat dari kalimat terkandung sebuah pengertian,... dan pengertian itu bukanlah sebuah kalimat !!
Kalau kita perhatikan sebelum ada kesepakatan manusia mengenai rumusan huruf, huruf adalah sebuah artikulasi yang timbul dari dorongan udara yang terhalang oleh pita suara pada tenggorokan, sehingga menghasilkan bunyi … kata ADUH !! AU !! bukan sebuah kalimat tetapi mengandung sebuah pengertian menunjukkan rasa sakit atau terkejut.
Seandainya rumus-rumus itu tidak ada maka huruf, kata, kalimat pun tidak ada,... akan tetapi walaupun rumus-rumus huruf tidak ada, namun hakikat pengertian dalam diri manusia tetap ada. Anda akan menemukan bahasa yang sama pada diri manusia seluruh dunia yaitu bahasa jiwa, yang tidak berhuruf, tidak bersuara, tidak bergambar. Maka benarlah jika demikian bahwa Alqur'an itu awalnya adalah bahasa wahyu (bahasa Allah) laa shautun wala harfun tidak berupa suara dan bukan berupa huruf yang di-translate kedalam bahasa manusia yaitu bahasa Arab !! Pada saat itu Rasulullah hanya mengerti dengan jelas apa yang telah turun kedalam jiwanya. Bahasa Allah itu berupa ilham / wahyu, menurut kamus bahasa Arab dalam Munzid, ilham itu berarti memasukkan pengertian kedalam jiwa orang itu dengan cepat. Dikehendaki dengan cepat, ialah dituangkan sesuatu pengetahuan-pengetahuan ke dalam jiwa dalam sekaligus dengan tidak lebih dahulu timbul fikiran dan muqadimat-muqadimatnya,… seperti binatang lebah, ketika menerima wahyu dari Allah, binatang itu tidak mengenal huruf, akan tetapi mereka mampu menangkap ajaran Allah ketika Allah menginstruksi-kan membuat rumah-rumahnya yang indah dan tersusun rapi dan cerdas !
Pengertian itu tidak terdiri dari rangkaian huruf atau suara. seperti perasaan CINTA dan Perasaan RINDU dan perasaan ini tidak ada tertulis huruf C-I-N-T-A,... walaupun anda tidak menggunakan rangkaian huruf dan suara mengapa anda memahami rindu dan cinta itu, ... akhirnya anda menterjemahkan kedalam bahasa manusia menjadi aku rindu, aku cinta... Keadaan ini sangat jelas dan tidak bisa bercampur dengan perasaan lainnya. Cinta itu sangat jelas tempatnya bahkan anda mampu menceritakan dengan bahasa yang lugas. Inilah rahasia firman Allah yang akan diungkapkan oleh ulama sufi dalam bahasa yang indah dan dimengerti oleh murid-muridnya.
Selanjutnya setelah anda mengerti akan uraian saya diatas maka marilah kita membahas maksud pertanyaan saudara mengenai rahasia huruf dalam Alqur'an.
Alquran mengandung 6666 ayat, terhimpun dalam AL FATIHAH dan Al fatihah pula terhimpun dalam BISMILLAHIRRAHMAN NIRRAHIM dan bismillahirrahman nirrahim terhimpun dalam Alif, sedangkan ALIF terhimpun dalam BA' dan pada Ba' terhimpun pada titiknya. Pada titik inilah awal mula semua kejadian bentuk huruf….
Hampir mudah sekarang kita memahami maksud rumusan diatas, karena kita tahu bahwa Al qur'an itu adalah firman Allah mengandung seluruh perintah dan larangannya, tata hukum dan sejarah bangsa-bangsa manusia, pada seluruh rangkaian firman sebanyak 30 juz itu ternyata terangkum dalam ummul qur'an (Al fatihah).
Pada ummul qur'an menyimpulkan inti ajaran Alquran :
Tentang masalah ketuhanan yaitu sifat af'al dan Dzat Allah…Dialah Allah yang memiliki sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang Tidak ada yang berhak menyandang pujian kecuali Dia Dia lah tempat segalanya bergantung Karena Dia adalah penguasa alam semesta Kepada-Nya manusia memohon pertolongan dan petunjuk Demikianlah kesimpulan maksud ummul Qur'an, yaitu berserah dan menerima Allah serta bersandar kepada yang Maha menguasai alam dan diri manusia.
Berarti dari rangkaian ayat-ayat dalam Al fatihah adalah tertumpu pada huruf ba' (dalam tata bahasa Arab sebagai ba' sababiyah), artinya semua yang ada berasal dari huruf ba' dengan sebab ismi (nama). Kalau di pisah bi- ismi- Allah (bismillah) semua yang ada karena sebab adanya Asma, pada Asma terdapat yang memiliki Asma yaitu Dzat, ini terangkum dalam arti titik, karena titik baru bersifat Kun (jadilah) maka terjadilah segala sesuatu. Karena kun-Nya yang dilambangkan dengan titik, merupakan asal dari segala coretan huruf berasal dari titik-titik yang beraturan menjadi garis, garis menjadi bentuk atau wujud. Sedangkan dzat tidak berupa titik karena titik masih merupakan sifat dari pada DZAT !! artinya Kun Allah bukanlah DZAT, karena Kun (kalam / wahyu) adalah sifat dari pada Dzat, bukan Dzat itu sendiri, ... sehingga arti titik adalah akhir dari segala ciptaan, pada titik ini terkandung ide-ide yang akan tergores suatu bentuk dan pada wilayah inilah yang dimaksud para kaum sufi sebagai Nur Muhammad (cahaya terpuji), karena segala sesuatu akan memuja dan mengikuti kehendak Dzat, dan Dzat berkata melalui Kun-Nya, maka jadilah semuanya. Hal ini juga terurai dalam filsafat yang menunjukkan arti hidup, diurai dalam makna yang berbeda, akan tetapi mempunyai kandungan pengertian yang hampir mirip dengan uraian saya diatas.
Seorang guru besar mengajarkan kepada anaknya hal berikut :
Ambilkan aku buah pohon itu disana itu
Sang murid menjawab, Ini dia yang mulia ….
Belah dua-lah itu.
Sudah terbelah, yang mulia
Apakah yang kamu lihat ?
Saya melihat biji yang amat kecil
Belah dua-lah salah satu dari padanya
Dia sudah terbelah, yang mulia
Apakah yang kamu lihat didalamnya ?
Tidak ada sesuatu apapun, yang mulia
Sang guru berkata :
Yang halus ialah unsur hidup
Yang tak tampak olehmu
Dari yang halus itulah sebenar yang ada
Yang dari padanya sekalian ini terjadi
Itulah hakikat yang sejati,
Itulah hidup
Itulah kamu...
Dari sebuah biji, terangkum ide-ide yang akan terjadi, ... nanti akan ada sebuah akar yang menjulur, daun-daun yang hijau, batang yang kokoh serta buahnya yang ranum. Dan itu terangkum dalam sesuatu yang tak terlihat, yaitu hakikat hidup Syekh An Nafiri menguraikan masalah huruf ini dalam kitab Raaitullah (Aku telah Melihat Allah). Beliau dalam pembahasan masalah hakikat juga menggunakan 'huruf' sebagai lambang segala sesuatu tercipta untuk mengungkapkan bahwa dzat itu bukanlah sebuah apa yang bisa digambarkan, sebab segala sesuatu yang masih bisa digambarkan disebut dengan huruf.
Huruf dirangkai menjadi perkataan, dari perkataan menjadi pendapatan, pendapatan bersama dengan perkataan akan menjadikan bilangan. Pendapatan disatukan dengan bilangan perkataan, dan bilangan perkataaan disatukan dengan bilangan pendapatan menimbulkan kekuatan magis, dan atas dasar hukum peringatan hal yang demikian adalah masuk dalam kekufuran. Hukum bilangan kata adalah hukum bantah membantah (sengketa) yang satu berlawanan dengan yang lain, hal mana membawa kepada kepiluan dan kecemasan, hal yang demikian adalah kemustahilan belaka dan menjadikan ketegangan dan keguncangan.
Asma (nama-nama) dan sifat-sifat dan Af'al (perbuatan-perbuatan) adalah hijab belaka atas Dzat ilahiat. Karena sesungguhnya Dzat ilahiat itu tidak dapat menerima pembatas. Dzat ilahiyat itu berada pada tingkat ketinggian, sedangkan pelepasan (penanggalan tajrid) dan Asma dan Ilahiyat adalah urut-urutan yang menurun. Asma dengan Dzat Asmanya berdiri tanpa perbuatan, Asma dapat berbuat hanya dikarenakan Dzat Allah semata…dan sesungguhnya persoalannya berkisar bagaikan perkakas dan alat-alat dan huruf di dalam surga adalah merupakan alat-alat dan perkakas...
Kesimpulan dari semua keterangan diatas adalah:
Para sufi ingin memudahkan dalam pencaharian Tuhannya melalui firman dan ciptaannya….
Secara berurutan terurai sebagai berikut…
Alam adalah firman Allah yang tak tertulis (ayat-ayat kauniyah), dan
Alqur'an adalah ayat-ayat kauliyah...
Semua alam semesta tergelar atas Asma Allah (bismillah)
Asma terkandung kehendak…
Kehendak terkandung dalam sifat…
Sifat terkandung dalam Af'al…
Af'al terkandung pada Dzat…
Semua itu adalah hijab, karena asma, sifat, af'al bukanlah dzat itu sendiri… itulah yang dimaksud para sufi bahwa segala yang tergambarkan adalah HURUF, dan merupakan hijab, dan Dzat berada dibalik TITIK. dzat tidak bisa digambarkan oleh sesuatu,... untuk mengetahui Dzat Allah harus menyingkirkan huruf dan titik, karena itu adalah hijab !!
[Continue reading...]
 
Copyright © . pepaya boyolali - Posts · Comments
Theme Template by pepaya-boyolali · Powered by Blogger