Nyaris kebanyakan orang, tak dapat terlepas dari dampak ajaran nenek moyang. Persepsi perihal agama yang diyakini seorang di pengaruhi oleh ajaran yang di terima dari orang tua serta orang yang hidup lebih dulu. Ajaran itu menyatu dengan kebiasaan yang berkembang di orang-orang. Beberapa guru agama juga memakai sumber info yang disusun oleh beberapa orang yang pernah hidup pada masa dulu. Kebiasaan yang ada jadi terpelihara lantaran di dukung oleh ajaran beberapa guru agama yang memakai info dari tulisan beberapa nenek moyang. Jadi, ajaran agama yang berkembang di orang-orang yaitu ajaran nenek moyang. dan berbagai prinsip yang katanya memegang adat kebiasaan. semoga kita tidak terjebak dalam prinsip-prinsip yang mengatas namakan kebenaran, tetapi sebenarnya malah menjauhkan kita dari kebenaran yang sesungguhnya.
Bolehkah kita memakai ajaran agama dari nenek moyang juga sebagai dasar hidup? Di bawah ini ayat-ayat Al Qur’an yang menuturkan perihal hal itu.
2 : 170. Serta jika disebutkan pada mereka : " Ikutilah apa yang sudah di turunkan Allah, " mereka menjawab : " (Tidak), namun kami cuma ikuti apa yang sudah kami temui dari (perbuatan) nenek moyang kami ". " (Apakah mereka bakal ikuti juga), meskipun nenek moyang mereka itu tak tahu satu apa pun, serta tak memperoleh panduan? " (versus Dep. Agama RI)
5 : 104. Jika disebutkan pada mereka : " Marilah ikuti apa yang di turunkan Allah serta ikuti Rasul. " Mereka menjawab : " Cukup buat kami apa yang kami temui bapak-bapak kami mengerjakannya. " Serta apakah mereka itu bakal ikuti nenek moyang mereka meskipun nenek moyang mereka itu tak tahu apa-apa serta tak (juga) memperoleh panduan? (versus Dep. Agama RI)
Ayat 2 : 170 serta 5 : 104 diisi info yang sama. Beberapa orang di seputar Rasul Allah di ajak untuk ikuti yang di turunkan Allah namun tidak ingin serta lebih pilih ikuti ajaran nenek moyang mereka meskipun nenek moyang mereka tak memiliki pengetahuan serta memperoleh panduan. Dalam ayat 5 : 104 dijelaskan frasa “mengikuti Rasul”. Penyebutan frasa “mengikuti Rasul” disini bermakna bahwa mereka disuruh supaya ikuti Rasul yang terima wahyu yang di turunkan kepadanya berbentuk Al Qur’an. Dengan kalimat lain, mereka disuruh untuk ikuti yang di turunkan Allah pada Rasul. Penyebutan frasa “mengikuti Rasul” disini tak bermakna bahwa ada ajaran Rasul terkecuali yang ada di Al Qur’an yang perlu diikuti. Butuh diamati kembali bahwa ayat 2 : 170 cuma mengatakan “Ikutilah apa yang sudah di turunkan Allah”. Ini menyatakan bahwa mereka cuma diperintahkan supaya ikuti ajaran Allah yang di turunkan pada Rasul. Frase “mengikuti Rasul” juga menuturkan bahwa ikuti yang di turunkan Allah dikerjakan lewat cara ikuti Rasul.
Hingga disini bisa di sampaikan bahwa kita tak bisa ikuti ajaran nenek moyang yg tidak memiliki pengetahuan serta tak memperoleh panduan. Butuh diingat bahwa pengetahuan serta panduan ada di Al Qur’an. Kita cuma diperintahkan supaya ikuti ajaran Allah yang di turunkan pada Rasul Allah. Larangan serta perintah itu adalah panduan untuk kita dalam menanggapi ajaran yang berkembang di orang-orang. Langkah menyikapinya yaitu dengan lakukan pelajari pada ajaran nenek moyang untuk tahu ajaran nenek moyang yang sesuai sama Al Qur’an serta tak sesuai sama Al Qur’an. Yang sesuai sama dapat digunakan sedang yang tidak cocok ditinggalkan.
Bagaimana caranya mngevaluasi ajaran nenek moyang yang telah bercampur dengan kebiasaan orang-orang? Langkahnya yaitu dengan mengevaluasi ajaran-ajaran yang ada pada kitab-kitab terkecuali Al Qur’an yang jadikan rujukan atau dasar. Ajaran dalam kitab terkecuali Al Qur’an yang tidak cocok Al Qur’an mesti ditinggalkan sedang yang sesuai sama Al Qur’an bisa digunakan. Jadi, langkah mengevaluasi ajaran nenek moyang yaitu dengan pelajari ajaran dalam Al Qur’an.
Butuh ditambahkan disini bahwa beberapa besar orang beragama islam memakai kitab hadist juga sebagai dasar hidup. Kitab hadist diisi info perihal pengucapan, perbuatan, serta sikap Nabi Muhammad yang didapat berdasar pada info yang mengalir dari mulut ke mulut. Berarti, Nabi Muhammad tak tahu kehadiran kitab-kitab hadist yang ada saat ini. Jadi, kitab hadist yaitu ajaran nenek moyang yang diisi perihal pengucapan, perbuatan, serta sikap Nabi Muhammad. Ajaran nenek moyang juga ada pada kitab-kitab terkecuali kitab hadist.
Juga sebagai ajaran nenek moyang, ajaran dalam seluruhnya kitab terkecuali Al Qur’an mesti dievaluasi dengan Al Qur’an. Yang sesuai sama dapat digunakan sedang yang tidak cocok mesti ditinggalkan. Butuh diamati bahwa “bisa dipakai” tak sama juga dengan “harus dipakai”. Frasa “bisa dipakai” berarti satu hal yang berbentuk opsional (pilihan). Berarti, digunakan bisa namun tak digunakan juga bisa. Yang berbentuk harus (tak berbentuk opsional) yaitu ajaran yang ada pada Al Qur’an.
Al Qur’an bukanlah ajaran nenek moyang lantaran Nabi Muhammad juga sebagai Rasul Allah tahu seluruhnya isi Al Qur’an. Untuk orang beriman, Al Qur’an yang di baca Rasul Allah yaitu sama persis dengan yang di baca orang pada masa saat ini. Dengan hal tersebut, kita cuma memercayakan satu orang untuk menanggung bahwa Al Qur’an datang dari Allah. Orang itu yaitu seseorang Rasul Allah yang harus diimani. Jadi, Al Qur’an yaitu ajaran Rasul Allah, bukanlah ajaran nenek moyang.
Ajaran nenek moyang juga berasosiasi dengan kekuasaan. Semua suatu hal yang berbentuk meneror ajaran nenek moyang bakal hadapi banyak tantangan dari penguasa. Hal semacam ini tersingkap dalam ayat 10 : 78. Diterangkan dalam ayat itu bahwa Musa serta Harun yang berupaya mengubah ajaran nenek moyang dikira bakal merebut kekuasaan. Oleh karena tersebut, ajaran nenek moyang dipertahankan oleh penguasa.
10 : 78. Mereka berkata : " Apakah anda datang pada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami temui nenek moyang kami mengerjakannya, serta agar anda berdua memiliki kekuasaan di muka bumi? Kami akan tidak meyakini anda berdua. " (versus Dep. Agama RI)
Beberapa penguasa yang berpedoman ajaran nenek moyang takut bila ajaran mereka dicek kebenarannya dengan Al Qur’an. Meskipun mengakui beriman pada Al Qur’an, mereka berasumsi seakan-akan Al Qur’an yaitu satu ancaman untuk mereka. Ini aneh. Mereka tidak suka dengan orang yang cuma mengaji Al Qur’an saja. Mereka mau supaya ajaran nenek moyang dipertahankan meskipun tak sesuai sama ajaran Allah dalam Al Qur’an.
Bolehkah kita memakai ajaran agama dari nenek moyang juga sebagai dasar hidup? Di bawah ini ayat-ayat Al Qur’an yang menuturkan perihal hal itu.
2 : 170. Serta jika disebutkan pada mereka : " Ikutilah apa yang sudah di turunkan Allah, " mereka menjawab : " (Tidak), namun kami cuma ikuti apa yang sudah kami temui dari (perbuatan) nenek moyang kami ". " (Apakah mereka bakal ikuti juga), meskipun nenek moyang mereka itu tak tahu satu apa pun, serta tak memperoleh panduan? " (versus Dep. Agama RI)
5 : 104. Jika disebutkan pada mereka : " Marilah ikuti apa yang di turunkan Allah serta ikuti Rasul. " Mereka menjawab : " Cukup buat kami apa yang kami temui bapak-bapak kami mengerjakannya. " Serta apakah mereka itu bakal ikuti nenek moyang mereka meskipun nenek moyang mereka itu tak tahu apa-apa serta tak (juga) memperoleh panduan? (versus Dep. Agama RI)
Ayat 2 : 170 serta 5 : 104 diisi info yang sama. Beberapa orang di seputar Rasul Allah di ajak untuk ikuti yang di turunkan Allah namun tidak ingin serta lebih pilih ikuti ajaran nenek moyang mereka meskipun nenek moyang mereka tak memiliki pengetahuan serta memperoleh panduan. Dalam ayat 5 : 104 dijelaskan frasa “mengikuti Rasul”. Penyebutan frasa “mengikuti Rasul” disini bermakna bahwa mereka disuruh supaya ikuti Rasul yang terima wahyu yang di turunkan kepadanya berbentuk Al Qur’an. Dengan kalimat lain, mereka disuruh untuk ikuti yang di turunkan Allah pada Rasul. Penyebutan frasa “mengikuti Rasul” disini tak bermakna bahwa ada ajaran Rasul terkecuali yang ada di Al Qur’an yang perlu diikuti. Butuh diamati kembali bahwa ayat 2 : 170 cuma mengatakan “Ikutilah apa yang sudah di turunkan Allah”. Ini menyatakan bahwa mereka cuma diperintahkan supaya ikuti ajaran Allah yang di turunkan pada Rasul. Frase “mengikuti Rasul” juga menuturkan bahwa ikuti yang di turunkan Allah dikerjakan lewat cara ikuti Rasul.
Hingga disini bisa di sampaikan bahwa kita tak bisa ikuti ajaran nenek moyang yg tidak memiliki pengetahuan serta tak memperoleh panduan. Butuh diingat bahwa pengetahuan serta panduan ada di Al Qur’an. Kita cuma diperintahkan supaya ikuti ajaran Allah yang di turunkan pada Rasul Allah. Larangan serta perintah itu adalah panduan untuk kita dalam menanggapi ajaran yang berkembang di orang-orang. Langkah menyikapinya yaitu dengan lakukan pelajari pada ajaran nenek moyang untuk tahu ajaran nenek moyang yang sesuai sama Al Qur’an serta tak sesuai sama Al Qur’an. Yang sesuai sama dapat digunakan sedang yang tidak cocok ditinggalkan.
Bagaimana caranya mngevaluasi ajaran nenek moyang yang telah bercampur dengan kebiasaan orang-orang? Langkahnya yaitu dengan mengevaluasi ajaran-ajaran yang ada pada kitab-kitab terkecuali Al Qur’an yang jadikan rujukan atau dasar. Ajaran dalam kitab terkecuali Al Qur’an yang tidak cocok Al Qur’an mesti ditinggalkan sedang yang sesuai sama Al Qur’an bisa digunakan. Jadi, langkah mengevaluasi ajaran nenek moyang yaitu dengan pelajari ajaran dalam Al Qur’an.
Butuh ditambahkan disini bahwa beberapa besar orang beragama islam memakai kitab hadist juga sebagai dasar hidup. Kitab hadist diisi info perihal pengucapan, perbuatan, serta sikap Nabi Muhammad yang didapat berdasar pada info yang mengalir dari mulut ke mulut. Berarti, Nabi Muhammad tak tahu kehadiran kitab-kitab hadist yang ada saat ini. Jadi, kitab hadist yaitu ajaran nenek moyang yang diisi perihal pengucapan, perbuatan, serta sikap Nabi Muhammad. Ajaran nenek moyang juga ada pada kitab-kitab terkecuali kitab hadist.
Juga sebagai ajaran nenek moyang, ajaran dalam seluruhnya kitab terkecuali Al Qur’an mesti dievaluasi dengan Al Qur’an. Yang sesuai sama dapat digunakan sedang yang tidak cocok mesti ditinggalkan. Butuh diamati bahwa “bisa dipakai” tak sama juga dengan “harus dipakai”. Frasa “bisa dipakai” berarti satu hal yang berbentuk opsional (pilihan). Berarti, digunakan bisa namun tak digunakan juga bisa. Yang berbentuk harus (tak berbentuk opsional) yaitu ajaran yang ada pada Al Qur’an.
Al Qur’an bukanlah ajaran nenek moyang lantaran Nabi Muhammad juga sebagai Rasul Allah tahu seluruhnya isi Al Qur’an. Untuk orang beriman, Al Qur’an yang di baca Rasul Allah yaitu sama persis dengan yang di baca orang pada masa saat ini. Dengan hal tersebut, kita cuma memercayakan satu orang untuk menanggung bahwa Al Qur’an datang dari Allah. Orang itu yaitu seseorang Rasul Allah yang harus diimani. Jadi, Al Qur’an yaitu ajaran Rasul Allah, bukanlah ajaran nenek moyang.
Ajaran nenek moyang juga berasosiasi dengan kekuasaan. Semua suatu hal yang berbentuk meneror ajaran nenek moyang bakal hadapi banyak tantangan dari penguasa. Hal semacam ini tersingkap dalam ayat 10 : 78. Diterangkan dalam ayat itu bahwa Musa serta Harun yang berupaya mengubah ajaran nenek moyang dikira bakal merebut kekuasaan. Oleh karena tersebut, ajaran nenek moyang dipertahankan oleh penguasa.
10 : 78. Mereka berkata : " Apakah anda datang pada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami temui nenek moyang kami mengerjakannya, serta agar anda berdua memiliki kekuasaan di muka bumi? Kami akan tidak meyakini anda berdua. " (versus Dep. Agama RI)
Beberapa penguasa yang berpedoman ajaran nenek moyang takut bila ajaran mereka dicek kebenarannya dengan Al Qur’an. Meskipun mengakui beriman pada Al Qur’an, mereka berasumsi seakan-akan Al Qur’an yaitu satu ancaman untuk mereka. Ini aneh. Mereka tidak suka dengan orang yang cuma mengaji Al Qur’an saja. Mereka mau supaya ajaran nenek moyang dipertahankan meskipun tak sesuai sama ajaran Allah dalam Al Qur’an.
0 komentar:
Post a Comment