Setelah kita mengetahui bahwa ternyata disetiap Planet itu juga bermasyarakat manusia seperti halnya yang ada di Bumi ini,maka kemudian muncul pertanyaan :”Lalu siapakah sebenarnya manusia pertama yang diciptakan Allah? “ Yang ada di Bumi ini atau mungkin yang ada di Planet lain ? Benarkah Adam itu sebagai manusia pertama yang diciptakan Allah dijagad raya ini ?
Jawaban atas pertanyaan ini memang cukup rumit, karena keterangan Alqur’an tentang adanya makhluk manusia di Planet lain selain planet Bumi ini masih banyak diantara kita yang belum bisa menerima atau mempercayainya, termasuk didalamnya orang-orang Islam sendiri walaupun yang menerangkan adalah Alqur’an sebagai Kitab Suci umat Islam.
Hal demikian memang wajar-wajar saja,karena selama ini hampir mayoritas umat Islam sudah dimantapkan adanya suatu cerita walaupun keterangan yang disampaikan oleh orang yang dipercaya dikalangan umat Islam yaitu para Ustadz, Mubaligh atau yang disebut Kyai yang mempunyai pengaruh sangat besar dikalangan masyarakat baik masyarakat awam maupun para ilmuwan ataupun para Sarjana. Sehingga apapun yang dikatakan mereka seolah semuanya sudah dianggap kebenaran yang pasti,karena itu tidak seorangpun yang berani membantahnya.
Namun sebenarnya kalau orang mau secara cermat memperhatikan keadaan disekitar kita bahwa keilmuan manusia itu datang dari Allah dan dibukakan secara bertahap dan tidak sekaligus sejalan dengan kesanggupan manusia itu sendiri dalam melakukan penelitian dan pengkajian serta mempelajari tentang berbagai hal yang kemudian akan dibukakan Allah melalui pemahamannya itu.
Sekarang ini Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi telah berkembang sangat pesat bahkan lebih cepat dari pemikiran orang-orang yang menemukan Tekhnologi itu sendiri. Bayangkan saja dalam kondisi biasa orang bisa bicara dengan orang lain diberbagai belahan Bumi ini dengan alat yang kelihatannya sangat sederhana seperti Hand Pone dan banyak alat-alat canggih lainnya yang sulit dipahami dengan cara berpikir asal-asalan,tetapi harus dengan pemikiran secara serius.
Selama ini juga banyak diantara kita yang kurang serius dalam memikirkan Petunjuk Allah yanag berupa Kitab Suci Alqur’an yang merupakan Wahyu yang datang dari Allah serta telah menerangkan berbagai persoalan, namun kenyataannya banyak diantara kita umat Islam sendiri yang masih meragukan tentang kemampuan Alqur’an, terbukti banyak diantara saudara kita yang menganggap bahwa Alqur’an itu masih wungkul, mentah, kurang lengkap dan yang lain maka akibatnya Alqur’an ditinggalkan.
Disamping itu orang mengira bahwa Alqur’an dianggap hanya menerangkan tentang Ibadah saja, padahal sesungguhnya Alqur’an itu banyak menerangkan tentang Ilmu Pengetahuan tingkat tinggi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Allah menerangkan bahwa manusia itu berasal dari  ‘DIRI YANG SATU’ yang kemudian atas ketentuan Allah berkembang biak menjadi berbagai bangsa, dengan bermacam bahasa dan warna kulit sebagaimana keadaannya sekarang ini.
Namun demikian ada juga yang berpendapat bahwa manusia itu adalah hasil evolusi monyet, walaupun pendapat itu hanyalah dugaan tanpa dasar yang jelas, akan tetapi nyatanya banyak juga yang mempercayainya terutama masyarakat Barat.
Untuk penganalisaan secara ilmiah tentang kejadian manusia mestilah harus ditanyakan kepada yang menciptakan manusia itu sendiri yaitu Allah Swt. Sedangkan semua keterangan yang bisa menjawab semua pertanyaan itu Allah telah menerangkan secara keseluruhan dalam Kitab Suci Alqur’an.
Ada beberapa istilah dalam Alqur’an yang harus dipahami secara cermat dan hati-hati,yaitu istilah yang berkaitan dengan asal-usul manusia pertama,baik menurut pendapat masyarakat pada umumnya maupun masyarakat Islam sendiri. Karena faktanya dilapangan banyak istilah-istilah yang berkembang dan sudah dianggap benar tetapi setelah diteliti berdasarkan Ilmu Pengetahuan ternyata tidak sesuai.
Padahal kalau orang suka berpikir dengan hati yang jernih bahwa tidak mungkin kalau semua keterangan Alqur’an itu bertentangan dengan Ilmu Pengetahuan, karena dia adalah merupakan Petunjuk termasuk didalamnya tentang Ilmu Pengetahuan itu.
Maka kalau ada keterangan tentang Alqur’an dan tidak sesuai dengan Ilmu Pengetahuan maka hendaklah kita mengadakan koreksi ulang pastilah disana ada hal-hal yang belum sesuai dengan yang dimaksudkan Allah.
Banyak Ayat dalam AlQur’an bahwa yang ada kehidupan itu hanyalah di samawat dan Bumi. Lalu apakah samawat itu langit ? Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu, AlQur’an menjelaskan, karena kadang istilah bahasa yang dimaksudkan oleh Allah tidak sesuai dengan yang dipahami oleh bahasanya manusia.
Untuk mendapatkan pengertiannya, maka Allah menjelaskan dengan Ayat yang lain yang berkaitan dan saling menerangkan. Itulah pemahaman AlQur’an secara tematis. Dalam AlQur’an jarang sekali satu Ayat menerangkan berbagai persoalan, tetapi dengan diterangkan dalam Ayat lain yang letaknya berjauhan.
Perhatikan Ayat berikut :
Surat Ali Imran (3) Ayat 83 :
Apakah selain Diin (Agama) Allah yang mereka cari ? Padahal bagi-NYA telah Islam orang-orang di samawat dan di Bumi dengan patuh dan terpaksa, dan kepada-NYA mereka dikembalikan.
Surat An nahl (16) Ayat 49 :
Dan untuk Allah bersujud apa yang di samawat dan apa yang di Bumi dari dabbah (makhluk berjiwa) dan Malaikat, dan mereka tidak menyombongkan diri.
Istilah dabbah silahkan periksa Surat Asy Syura (42) Ayat 29, Surat An Nuur (24) Ayat 45, Surat Al Anfal (8) Ayat 22 dan Surat Al Anfal (8) Ayat 55.
Kalau dilihat dalam Kamus, maka dabbah adalah binatang melata. Kalau sekiranya binatang melata bisa hidup di samawat, tentu saja makhluk lain termasuk manusia juga bisa hidup disana. Padahal dalam Surat An Nuur (24) Ayat 45, dinyatakan bahwa dabbah itu terdiri dari yang berjalan atas perutnya, yang berjalan dengan dua kaki dan yang berjalan dengan empat kaki. Itulah sebabnya pemahaman tentang suatu Ayat hendaklah dikorelasikan dengan Ayat lain, barulah akan membentuk pengertian yang jelas.
Tentang samawat AlQur’an memberikan penjelasan tersendiri, dan setelah diperhatikan dia bukan langit. Dan seluruh AlQur’an menerangkan bahwa yang ada kehidupan hanyalah samawat dan Bumi. Kalau samawat selalu disejajarkan dengan Bumi, tentu saja mempunyai makna yang bersamaan. Sedangkan di Matahari, Bintang-bintang, Bulan (Qomar) tidak pernah diterangkan adanya kehidupan itu.