Masyarakat Manusia di Planet Luar Bumi
Seri Taddabur Al Qur’an
Allah menciptakan manusia sudah dilengkapi dengan Petunjuk-Nya, sehingga manusia tidak perlu repot-repot mencari atau menyusun Hukum dalam menjalani hidupnya, bahkan tinggal meneliti dan mempelajari Petunjuk Allah untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan Hukum Allah itu menerangkan hal-hal yang berlaku sampai nanti kehidupan di Akhirat.
Dalam era globalisasi dan informasi sudah saatnya bagi umat Islam untuk berpikir kritis dan dinamis demi kemajuan Islam. Hal yang perlu dipahami bahwa sesungguhnya Al Qur’an bukan hanya menerangkan ibadah saja, tetapi lebih jauh dia juga menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu tingkat tinggi yang justru lebih lengkap dan sempurna. Akan tetapi selama ini yang dipelajari para ilmuwan Muslim baru sebatas hal yang berkaitan dengan ibadah, dikiranya Al Qur’an tidak mampu menerangkan hal-hal berkaitan dengan segala yang ada di semesta. Padahal kalau Al Qur’an dipahami dengan sungguh-sungguh maka akan muncul Sarjana-sarjana Al Qur’an dari berbagai disiplin ilmu yang berkualitas tinggi dan handal. Dengan begitu Ilmu Pengetahuan akan maju pesat sejalan dengan tingkat kemampuan dalam pemahaman Al Qur’an oleh para pemeluk Islam atau para Ilmuwan itu sendiri.
Kenapa demikian? Karena proses dan langkah yang dilakukan oleh orang yang memahami Al Qur’an akan berbeda dengan yang tidak memahami. Setiap orang Islam yang memahami Al Qur’an dalam melakukan penelitian tentang apapun senantiasa mendasarkan Petunjuk Allah dalam Al Qur’an, sehingga semuanya akan berjalan dengan kepastian dan tidak meraba-raba. Sementara orang yang tidak mengenal Al Qur’an akan berjalan dengan mencari-cari dan meraba-raba walaupun akhirnya diantara mereka juga ada yang menemukan tapi prosesnya sangat panjang dan cukup lama.
Al Qur’an merupakan wahyu dari Allah yang sengaja diturunkan sebagai petunjuk bagi semua manusia sampai akhir zaman. Petunjuk itu meliputi ibadah, muamalah dan juga tentang berbagai Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi tingkat tinggi termasuk didalamnya tentang ruang angkasa. Namun pada umumnya manusia kurang mengerti makna dari petunjuk itu, sehingga mereka memahami dengan cara-cara tradisional dengan melakukan upacara-upacara tertentu secara turun temurun, secara hafalan tanpa mengetahui apa yang mereka hafal itu. Cara seperti itu berjalan sangat lamban tanpa perkembangan bahkan cenderung mundur. Hal seperti itu sudah berjalan cukup panjang selama ratusan atau mungkin sudah ribuan tahun, karena memang Al Qur’an diturunkan hampir 1.500 tahun yang lalu.
Sebagai bahan pemikiran maka perhatikan petunjuk Allah SWT berikut ini:
Surat Al-Maidah (5) ayat 3:
Hari ini kami sempurnakan bagimu agamamu dan Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu dan Aku ridho Islam menjadi agamamu…..
Surat Al-An’am (6) ayat 115
Dan selesailah (sempurnalah) Kalimat Tuhanmu dengan benar dan adil, tiada perubahan bagi Kalimat-Nya. Dia mendengar mengetahui.
Surat Ar-Rum (30) ayat 30
Dirikanlah wajahmu untuk agama itu sempurnanya, fitrah Allah yang memfitrahkan manusia atasnya, tiada perubahan bagi ciptaan Allah, itulah agama yang kokoh (tegak). Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Surat At-Taubah (9) ayat 32
Mereka ingin memadamkan Nur (petunjuk) Allah dengan mulut mereka dan Allah menolak kecuali menyelesaikan petunjuk-Nya, walaupun orang-orang kafir merasa benci.
Surat An-Nahl (16) ayat 89
Pada hari Kami bangkitkan pada setiap umat, pemberi bukti atas mereka dari diri mereka, dan Kami datangkan kamu pemberi bukti atas orang-orang itu. Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al Qur’an) yang menerangkan atas tiap sesuatu serta petunjuk dan rahmat dan kegembiraan bagi Muslimin.
Dari ayat-ayat tersebut diatas dapatlah dipahami bahwa sesungguhnya Al Qur’an itu telah lengkap, sempurna, benar dan adil tidak ada perubahan sepanjang masa serta menerangkan semua persoalan yang ada di semesta raya ini. Namun kebanyakan manusia belum sepenuhnya mengakui dan meyakini atas kebenaran Al Qur’an, karena minimnya informasi yang diperoleh dari Ayat-ayat Al Qur’an. Sebagian dari umat Islam sendiri masih berpendapat bahwa Al Qur’an belum lengkap karena masih bersifat global, padahal Al Qur’an sendiri menyatakan lengkap sempurna.
Jika orang diberi informasi tentang Al Qur’an umumnya mereka menolak dengan alasan yang tidak logis. Seharusnya kalau kita belum sanggup untuk memahami dengan benar janganlah cepat-cepat membuat vonis bahwa dalam Al Qur’an tidak ada dalilnya, justru kita dituntut untuk lebih giat meneliti agar memperoleh keterangan yang logis sesuai dengan maksud yang sebenarnya, karena pemahaman manusia itu berkembang sesuai dengan tingkat peradaban yang berlaku secara bertahap.
Misalnya tentang adanya masyarakat manusia di planet lain di luar Bumi ini, orang-orang barat begitu serius mengadakan penelitian dengan biaya yang sangat mahal dan mereka yakin bahwa diluar Bumi ini pasti ada kehidupan atau ada makhluk hidup. Padahal sebenarnya jauh-jauh sebelumnya Al Qur’an telah memberikan informasi yang menunjukkan bahwa di planet selain Bumi ini juga telah berkembang masyarakat manusia seperti halnya di Bumi ini. Sementara para ilmuwan muslim hanya bertindak selaku penonton dan menunggu hasil penelitian orang Barat.
Sebenarnya sejak 15 abad yang lalu Al Qur’an telah menerangkan berbagai persoalan yang ada di jagad raya ini, cuma masalahnya sistem pendidikan yang selama ini diajarkan hanyalah berupa hafalan-hafalan sehingga pada umumnya anak didik kita banyak yang tidak bisa memahami tentang sesuatu. Seringkali orang dipaksa untuk percaya begitu saja secara taklid buta walaupun kadang-kadang keterangan yang disampaikan tidak sejalan dengan pemikiran secara wajar. Ironisnya para Sarjana kitapun masih banyak yang kurang kritis dan teliti, bahkan mereka juga mengikuti pemahaman ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu, sehingga posisi kita sering selalu ketinggalan, terutama dalam hal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Bahkan tidak jarang para ‘Ulama kita pun dalam menjelaskan tentang sesuatu sering menemui jalan buntu dan terbentur pada hal-hal yang tidak terjawab, akibatnya orang hanya percaya tanpa mengerti yang dipercayai bahkan sering bertentangan dengan alam pikirannya sendiri. Padahal yang namanya “SOAL” pasti ada “JAWABNYA”, maka sekali lagi bahwa Al Qur’an pasti bisa menjawab segala persoalan (periksa kembali Surat An-Nahl (16) ayat 89).
Selama ini kita telah terkunci oleh doktrin-doktrin (ajaran) yang disampaikan oleh orang tua kita, atau seorang yang dituakan, para guru atau Mubaligh, Kyai dan yang sejenis itu. Karena umumnya orang beranggapan bahwa apapun yang disampaikan oleh mereka itu pasti benar dan tidak pernah ada yang salah. Kalau kita mau memperhatikan kondisi di sekitar kita, bahwa saat sekarang ini umat Islam bahkan para Da’i kita pun jarang sekali menggunakan Al Qur’an sebagai rujukan dalam menjawab setiap persoalan.
BENARKAH ADA KEHIDUPAN MANUSIA DI PLANET LAIN?
Jika hal ini ditanyakan kepada seseorang di antara kita, ternyata satu sama lain memberikan jawaban yang berbeda. Tetapi kebanyakan di antara mereka memberikan jawaban tidak ada, belum yakin, ragu-ragu karena dikatakan oleh mereka bahwa sekarang ini Amerika atau orang Barat belum menemukan. Inilah kenyataan yang terjadi, bahwa orang cenderung lebih percaya kepada orang Amerika daripada kepada Wahyu yang ada dalam Al Qur’an.
Hal demikian memang wajar-wajar saja, karena:
Pihak Amerika-lah yang memang getol mengadakan penelitian tentang keadaan ruang angkasa, maka mereka yang dianggap lebih mengetahui kondisi ruang angkasa itu.
Dari hasil penelitian pihak Amerika maupun Negara lain yang juga menyelidiki ruang angkasa belum ada tanda-tanda tentang kehidupan di luar Bumi ini.
Para ilmuwan Muslim sendiri hampir tidak ada yang mengadakan penelitian ke ruang angkasa, sehingga mereka lebih baik menunggu hasil penelitian mereka.
Para ilmuwan Muslim dalam penyelidikan tentang Al Qur’an barangkali masih belum menyeluruh, sehingga kalau diberi informasi tentang Kitab Sucinya sendiri masih ragu, bahkan cenderung menolak karena kata mereka di Al Qur’an tidak ada yang menyatakan begitu.
Itulah fenomena yang terjadi dalam masyarakat kita, terutama masyarakat Islam sendiri karena kurangnya informasi tentang Al Qur’an, tetapi anehnya kalau diberi tahu tentang Al Qur’an juga belum tentu mau menerima atau paling tidak merupakan bahan kajian, tetapi itulah faktanya. Sementara bagi orang-orang yang memang benar-benar beriman kepada penjelasan Allah yang disampaikan oleh Nabi tentu menanyakan kepada Nabi. Akan tetapi karena sekarang Nabi sudah tiada, maka kita harus menanyakan kepada yang mengutus Nabi yaitu Allah dimana Allah telah menjelaskan semua itu melalui Wahyu dalam Al Qur’an.
Memang dalam menanggapi keterangan yang sangat mengejutkan ini haruslah dengan kejernihan hati, dan jangan ditanggapi dengan keangkuhan kepala (otak), dengan hati yang jernih, maka kepala pun akan dingin. Ada beberapa hal yang perlu dipahami secara cermat dan hati-hati agar kita benar-benar memperoleh pengertian yang sewajarnya dan dimengerti oleh semua pihak.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
Pengertian tentang DUNIA.
Pengertian tentang SAMA’/SAMAWAT.
Pengertian tentang DABBAH.
DUNIA
Selama ini orang menganggap seolah-olah yang dimaksud dunia ini hanyalah Bumi ini saja, padahal dunia itu begitu luasnya, sedangkan Bumi ini hanyalah merupakan debu yang sangat kecil jika dibandingkan dengan dunia. Dunia adalah semesta raya ini dan bukannya hanya Bumi saja, karena itu kalau kita sering mendengar bahwa dunia ini nantinya akan dihancurkan pada hari kehancuran total dengan istilah “Yaumus Sa’ah”, maka yang dihancurkan bukan hanya Bumi ini, tetapi seluruh jagad raya yang ada di semesta ini.
Semesta raya ini terdiri dari milyaran Bintang, setiap Bintang di angkasa merupakan satu solar sistem (Tata Surya). Oleh karena itu hendaklah kita merubah cara berpikir dalam memahami suatu persoalan sehingga pengertian itu bisa diterima oleh pikiran secara wajar dan sejalan dengan ilmu pengetahuan.
Informasi yang selama ini telah berkembang di kalangan masyarakat, baik masyarakat Islam maupun umum bahwa Hari Qiyamat itu adalah hari kehancuran total, padahal pengertian seperti itupun harus diadakan koreksi, agar bisa dipahami secara rasional. Sehubungan dengan hari kehancuran total ada dua istilah yang harus dipahami dengan hati yang jernih yaitu: Yaumul Qiyamah dan Yaumus Sa’ah. Qiyam artinya “berdiri” sedangkan Sa’ah artinya “waktu”. Maka Hari Qiyamat adalah suatu hari berdiri atau hari kebangkitan di akhirat nanti, maka dia bukanlah hari kehancuran total. Sedangkan Sa’ah yaitu hari dimana yang hidup ini akan mati, termasuk dunia atau jagad raya ini akan dihancurkan maka itulah yang dimaksud dengan Yaumus Sa’ah atau hari kehancuran total tadi. Maka antara Hari kehancuran total dengan hari kiamat jelas waktunya sangat berbeda. Pemahaman demikian juga termasuk point tentang pengertian suatu istilah dalam Ayat Al Qur’an. Jika dalam memahami suatu istilah kurang tepat maka akan terjadi kesalahan dalam penentuan kesimpulan.
Maka semakin jelas bahwa yang dimaksud dengan DUNIA adalah semesta raya ini atau jagad raya ini dan bukan Bumi ini saja. Sebagai bahan penganalisaan perhatikan petunjuk Allah dalam surat Al-Mulk (67) ayat 5 berikut ini :
Terjemahan Departemen Agama RI. Pelita II/1977-1978:
Sesungguhnya kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat pelempar setan. Dan Kami sediakan mereka siksa Neraka yang menyela-nyala.
Terjemahan Lembaga Percetakan Al Qur’an Raja Fahd di Madinah al Munawarah; Surat Mulk ayat 5, hal 956:
Sesungguhnya Kami telah menghiasai langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa Neraka yang menyala-nyala.
Selanjutnya terjemahan Proff. Mahmud Yunus, penerbit Alma ‘Arif, Bandung:
Sesungguhnya Kami hiasi langit yang hampir ke dunia dengan beberapa pelita (bintang-bintang) dan Kami jadikan tahi-tahi bintang untuk pelempar syetan-syetan, dan Kami sediakan untuk mereka siksa neraka.
Secara wajar Ayat tersebut sebaiknya diartikan sebagai berikut: “Dan sungguh Kami hiasi ANGKASA DUNIA = angkasanya semesta raya (langitnya semesta raya ini) dengan bintang-bintang (pelita-pelita) dan Kami jadikan dia (bintang-bintang itu) ancaman (rujuman) bagi setan-setan. Dan kami sediakan atas mereka siksa yang membakar”.
Jika “sama’a dunya” diartikan dengan “langit yang dekat dengan Bumi” atau “langit yang hampir ke dunia” maka langit manakah yang jauh dari dunia, atau bahkan pengertian dunia seolah-olah hanyalah Bumi ini. Maka semestinya dia harus diartikan “angkasa dunia”, dia adalah angkasanya atau langitnya semesta raya ini dan bukan hanya langitnya Bumi.
Jadi petunjuk Allah pada surat Al-Mulk (67) ayat 5 tersebut diatas memberikan penjelasan kepada manusia bahwa semua bintang-bintang itu merupakan hiasan yang sangat indah yang ada di angkasa atau langitnya dunia atau langitnya semesta raya. Coba perhatikan ketika malam hari betapa jumlah bintang yang milyaran itu tak terhitung banyaknya, sangat indah menghiasi angkasa (langit) di semesta raya jika dipandang dari Bumi maupun dari planet lain. Semua bintang itu tidak hanya diatas Bumi saja tetapi tersebar di seluruh jagad raya, maka benarlah kalau demikian bahwa yang dimaksud dengan dunia adalah seluruh jagad raya ini, karenanya kalau nanti dunia akan dihancurkan pada Hari Sa’ah adalah seluruhnya bukan hanya Bumi.
Kemudian dalam Ayat tersebut diatas dijelaskan bahwa bintang-bintang itu merupakan ancaman bagi setan-setan, tentunya nanti di Akhirat dan bukannya sebagai pelempar setan. Kapan Allah pernah melempar setan dengan bintang yang sangat besar itu? Padahal keadaan bintang itu sama dengan Surya (Matahari) kita, maka setan mana yang dilempar dengan benda sebesar itu. Untuk memahami pengertian tentang setan maka perhatikanlah petunjuk Allah berikut ini:
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 14
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka berlalu kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami bersama dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.
Surat Al-An’am (6) ayat 112
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka mewahyukan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang mewah fatamorgana. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.
Dari dua ayat diatas dapat dipahami bahwa setan itu adalah terdiri dari setan jin dan setan manusia, maka dia adalah sifat yang dimiliki oleh jin dan manusia yang senantiasa melanggar atau menolak hukum-hukum Allah, karena itu setan-setan itu diancam dengan Neraka (API) tetapi itu baru ancaman, dan pelaksanaannya adalah nanti di Akhirat. Tentunya yang berlaku bagi manusia bukanlah setan jin tetapi setan manusia, karena itu banyak Ayat yang menyatakan bahwa setan itu adalah musuh nyata bagimu, artinya setan itu nyata dan kongkrit berupa setan manusia yang senantiasa menentang hukum Allah dan mengajak manusia lain untuk kafir atau menolak.
Maka yang dimaksud dengan dunia bukanlah hanya Bumi ini tetapi seluruh semesta atau jagad raya. Kalau ada orang mengatakan bahwa hidup di dunia ini, berarti hidup di jagad raya ini dan bukan hanya di Bumi saja. Kalau dunia akan dihancurkan, maka yang dihancurkan bukan hanya Bumi ini saja tetapi seluruh semesta. Sedangkan Bumi ini hanyalah salah satu planet dari anggota Tata Surya kita, sedangkan Tata Surya kita ini hanyalah merupakan gugus Bima Sakti berarti hanya bagian kecil dari Bima Sakti itu.
Coba kita perhatikan ada berapa Galaksi di angkasa itu yang di dalamnya ada milyaran bintang-bintang, untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau dibiarkan kosong tanpa penghuni, Mubazirkan ? padahal semua itu diciptakan Allah bukan untuk main-main ?
SAMA’/SAMAWAT
Memang benar bahwa berdasarkan arti bahasa bahwa Samawat adalah bentuk jamak dari Sama’ yang pada umumnya diartikan “langit” atau “angkasa”. Namun sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, maka sama’ belum tentu selalu berarti langit. Sedangkan yang dimaksud langit adalah awang-awang kosong begitu luasnya. Tiap-tiap planet memiliki langit, sedangkan planet-planet itu tak terhitung jumlahnya di semesta raya ini. Di dalam wilayah Tata Surya kita saja ada 10 planet dan baru 9 yang diketemukan dan masing-masingnya memiliki langit.
Sebagai ilustrasi kami berikan keterangan lain yang hampir mempunyai nilai pandang yang sama. Kalau orang membuat balai untuk tempat tidur yang terbuat dari kayu biasa (bukan Spring Bed) maka ketika tempat tidur itu dipasang, dibawahnya ada suatu ruangan yang biasa disebut “kolong” atau orang Jawa bilang “longan”. Ketika orang sedang membuat balai tempat tidur tadi, maka dia sama sekali tidak merencanakan untuk membuat kolong atau longan tadi. Tetapi setelah tempat tidur itu dipasang maka mau tidak mau longan atau kolong itu pasti jadi dengan sendirinya. Dan kalau tempat tidur itu dibongkar maka longan tadi pun akan hilang dengan sendirinya.
Ilustrasi ini seperti halnya langit tadi. Ketika dulunya semesta raya ini belum ada yang ada hanyalah kekosongan, dan tidak ada yang namanya langit. Tetapi setelah Allah menciptakan seluruh bintang dan planet-planet itu maka muncullah yang namanya langit tadi. Akan tetapi kalau nantinya Allah menggulung semua benda-benda angkasa itu maka yang disebut langit itu akan lenyap dengan sendirinya. Maka Allah tidak pernah menciptakan langit, karena langit itu ada dengan sendirinya. Demikian juga orang yang membuat tempat tidur tadi tidak pernah membuat longan tetapi jadi dengan sendirinya ketika tempat tidur itu dipasang. Itulah gambarannya langit menurut logika dan juga menurut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Berdasarkan keterangan para ahli astronomi/ahli ruang angkasa bahwa langit Bumi ini saja ada tiga lapis:
Lapisan s.d. 11 mil di atas Bumi disebut TROPOSFIR/ATMOSFIR.
Lapisan 11 s.d. 300 mil di atas Bumi disebut STRATOSFIR.
Lapisan di atas 300 mil disebut : IONOSFIR.
Kesemuanya itu disebut dengan “LANGIT” yang menurut Al Qur’an disebut: SAMA’. Sekiranya orang mau memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an maka masing-masing istilah Sama’ ternyata mempunyai arti yang berbeda satu sama lain. Tetapi dalam memahami pengertian ini hendaknya dengan kejernihan hati, sehingga pikiran menjadi tenang.
Surat Al-An’am (6) ayat 99
DIA-lah yang menurunkan air (hujan) dari sama’ (atmosfir) lalu Kami keluarkan dengannya tetumbuhan…
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 29
DIA-lah yang menciptakan untukmu apa-apa di Bumi semuanya, kemudian menyelesaikan atas sama’ (Tata Surya) lalu DIA sempurnakan tujuh Samawat (planet-planet) dan DIA mengetahui tiap sesuatu.
Surat An-Nahl (16) ayat 79
Tidaklah mereka memperhatikan pada yang melayang diedarkan pada kekosongan angkasa (yaitu Tata Surya), tiada yang menahan kecuali DIA (ALLAH). Bahwa pada yang demikian merupakan Ayat bagi kaum yang beriman.
Surat Al-Furqon (25) ayat 25
Dan pada hari terpecah sama’ (Tata Surya) dengan bencana besar dan diturunkan Malaikat dengan turunnya.
Surat Fushilat (41) ayat 11
Kemudian menyelesaikan atas sama’ (Tata Surya) dan dia berupa gumpalan api (waktu itu) lalu DIA katakan padanya (sama’) dan pada Bumi, datanglah (berfungsilah) secara patuh atau terpaksa. Keduanya berkata: “kami datang secara patuh (berfungsi menurut orbitnya masing-masing).
Kalau diperhatikan, maka sama’ mempunyai berbagai arti:
Sama’ bisa berarti atmosfir.
Sama’ bisa berarti Tata Surya.
Sama’ bisa berarti semesta raya ini.
Sama’ bisa berarti angkasa/langit.
Kalau kita perhatikan dengan seksama maka: Surat Al-An’am (6) ayat 99, menyatakan bahwa hujan diturunkan dari sama’, maka dia pasti turun dari atmosfir. Karena tidak mungkin hujan itu turun dari stratosfir apalagi dari ionosfir.
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 29 dinyatakan bahwa Bumi ini banyak dengan istilah “Ardhu jami’an” (Bumi semuanya), sebab kalau Bumi hanya satu tidak mungkin dikatakan semuanya. Kemudian dinyatakan diselesaikan atas sama’ berarti Bumi yang jumlahnya banyak itu menjadi satu susunan sama’ yang mestilah satu Tata Surya, dengan keterangan ada tujuh Samawat (planet-planet) di atas Bumi ini. Maka sama’ pada ayat ini berarti adalah Tata Surya.
Surat An-Nahl (16) ayat 79 yang menyatakan benda yang melayang pada kekosongan angkasa berarti adalah seluruh benda-benda angkasa atau Tata Surya itu memang melayang yang diedarkan pada kekosongan angkasa berarti di semesta raya itu, maka sama’ disini adalah semesta raya. Surat Al-Furqon (25) ayat 25 menyatakan : “Pada hari terpecah sama’ dengan bencana besar, ….. maka sama’ pada Ayat tersebut tidak mungkin diartikan “langit” yang terpecah, tapi yang terpecah adalah Tata Surya itu. Yaitu pada saat terjadinya bencana besar (kehancuran total) maka seluruh Tata Surya itu akan terpecah susunannya, tidak beraturan karena adanya benturan dan goncangan yang sangat dahsyat waktu itu. Maka seluruh Tata Surya akan tidak berfungsi sebagaimana mestinya akibat adanya benturan dan goncangan tadi, semuanya menjadi kacau balau, terpecah dan tidak teratur.
Surat Fushilat (41) ayat 11 Allah menyelesaikan Sama’ yang berupa gumpalan api (dukhonun) waktu itu. Hal ini lebih jelas lagi bahwa langit tidak mungkin berupa gumpalan api, karena yang namanya gumpalan api pastilah benda kongkret. Maka dia adalah Tata Surya yang memang wajar pada putaran pertama berupa gumpalan api (2000 tahun pertama) dan kemudian mendingin setelah 4 hari atau 4000 tahun kemudian, setelah itu berfungsi sebagaimana mestinya, maka Tata Surya termasuk Bumi ini berproses selama 6 hari (fii sittati ayyam) (lihat petunjuk Allah pada surat Hud (11) ayat 7, dan surat As-Sajdah (32) ayat 4-5). Lalu kenapa Samawat diartikan planet-planet? Padahal Samawat adalah bentuk jamak dari sama’. Sudah dijelaskan didepan bahwa memang sama’ tidak selalu berarti langit, tetapi ternyata mempunyai beberapa arti. Tetapi Samawat memang seharusnya berarti planet-planet. Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat Ayat berikut ini:
*Surat At-Tholaaq (65) ayat 12
Allah yang menciptakan tujuh Samawat, dan dari Bumi ini permisalannya (persamaannya). Akan naik turun (simpang siur) urusan antara keduanya (Samawat dan Ardh) agar kamu ketahui bahwa Allah menentukan tiap sesuatu dan Allah sungguh menguasai ilmu tiap sesuatu.
Surat Al-Mu’minun (23) ayat 17
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami). Ayat tersebut sebenarnya cukup jelas bahwa Allah menciptakan Samawat, berarti yang diciptakan Allah adalah benda kongkrit. Sebagaimana tersebut di atas bahwa yang namanya langit itu tidak pernah diciptakan, tetapi jadi hanya sebagai akibat adanya benda-benda angkasa itu.
Kemudian pada ayat tersebut selanjutnya menjelaskan bahwa Samawat itu semisal atau sama dengan Bumi ini. Maka kini jelas bahwa yang semisal dengan Bumi pastilah bukan langit tetapi adalah planet-planet itu. Oleh karena itu maka pengertian Samawat adalah memang planet-planet dan bukan langit-langit (periksa kembali Surat/Ayat : 65/12). Selanjutnya diterangkan bahwa akan naik turun atau simpang siur antara Samawat dan Bumi, maksudnya adalah bahwa di masa mendatang setelah perkembangan Teknologi sudah mencapai puncaknya maka masyarakat yang ada di Samawat (planet-planet itu) akan berurusan dengan masyarakat yang ada di Bumi ini tentang berbagai hal, mungkin hubungan dagang, mungkin hubungan antar agama, mungkin juga perang. Selama ini hampir sebagian besar orang-orang Islam beranggapan bahwa Samawat memang artinya langit, sehingga Allah menciptakan langit itu berlapis tujuh. Namun kenyataannya bahwa langit lapis tujuh itu sampai saat ini tidak pernah diketemukan, dimanakah dia? Maka keterangan yang seperti itu menjadikan para ilmuwan Barat tidak akan bisa mempercayai, karena memang langit yang lapis tujuh itu tidak ada. Kalaupun dicari pasti tidak akan ketemu. Dikatakan berulang kali bahwa Al Qur’an itu diturunkan oleh Allah itu memang sengaja untuk memberikan petunjuk kepada manusia tentang berbagai persoalan, baik menyangkut masalah ibadah maupun tentang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Kalau ternyata ayat Al Qur’an tidak bisa dipahami menurut akal maupun ilmu pengetahuan dan misalnya langit itu belum diketemukan atau mungkin dianggap dirahasiakan Allah, untuk apa Al Qur’an itu diturunkan? Padahal sesungguhnya langit itu memang benar-benar awang-awang kosong dan Allah tidak pernah menciptakan langit tetapi yang diciptakan adalah benda kongkrit yang kemudian muncul akibat lain yang melengkapi ciptaan Allah itu, misalnya langit tadi. Karena itu yang dimaksud dengan jalan pada Surat/Ayat : 23/17 adalah “garis orbit” yang dilalui oleh Samawat atau planet-planet itu. Untuk melengkapi keterangan tersebut selanjutnya perhatikan petunjuk Allah berikut:
Surat Nuh (71) ayat 15-16
Tidakkah engkau perhatikan, betapa Allah menciptakan tujuh Samawat bertingkat-tingkat. Dan DIA jadikan Bulan-Bulan padanya ada cahaya, dan DIA jadikan Surya itu sebagai pelita. Surat An-Naba’ (78) ayat 12-13 Dan Kami bangun di atasmu tujuh (planet) yang kokoh. Dan kami jadikan pelita (Surya) sebagai pusat jatuh.
Kalau kita perhatikan pada Surat Nuh (71) ayat 15 dinyatakan bahwa Allah telah menciptakan tujuh Samawat itu bertingkat-tingkat. Memang keadaan planet-planet itu bertingkat-tingkat menurut garis orbitnya masing-masing. Kemudian pada ayat 16 dinyatakan DIA jadikan BULAN-BULAN padanya (fiihinna) berarti Bulannya banyak, padahal Bulan yang ada di Bumi ini hanyalah satu. Maka Bulan yang lain adalah Bulan dari masing-masing planet itu, karena tidak mungkin langit memiliki Bulan atau dikitari Bulan, karena itu yang dikitari Bulan pastilah planet-planet itu. Selanjutnya perhatikan pada Surat An-Naba’ (78) ayat 12 yang menyatakan bahwa Allah membangun di atas Bumi ini tujuh yang kokoh (kuat), maka dia adalah benda kongkrit, dan tidak mungkin Allah membangun langit dan juga tidak mungkin langit keadaannya kokoh (kuat) seperti Bumi atau planet-planet itu. Kemudian Ayat 13 dinyatakan bahwa pelita (Surya) itu sebagai pusat jatuh, artinya bahwa planet-planet itu beredar mengelilingi Surya atau pelita itu, karena itu tidak mungkin langit beredar mengelilingi bintang atau dalam Tata Surya kita ini adalah Surya maka dia adalah planet bukan langit. Sebenarnya sudah banyak hal yang ditunjukkan Allah kepada kita khususnya umat Islam dalam Kitab Suci Al Qur’an, namun karena kita kurang membuka hati dan menenangkan pikiran maka akibatnya kalau ada informasi yang tidak sama dengan pikirannya sendiri lantas dianggap salah. Sayangnya dalam menyalahkan itupun orang tidak mau peduli, tidak mau melihat dulu apakah benar hal itu salah. Bagaimana orang bisa menyalahkan kalau belum mengetahui keadaan yang sebenarnya? Padahal sesuatu yang tidak sama dengan yang sudah ada tidak selamanya mutlak salah. Maka dari itu marilah kita membuka hati dan menenangkan pikiran agar kita memperoleh pengertian yang sewajarnya dan tidak akan menyesal di kemudian hari. Sebenarnya banyak istilah “Samawat” yang memang berarti “planet-planet” bukanlah “langit-langit” sebab kalau Samawat diartikan langit akan sulit untuk dipahami (perhatikan ayat-ayat petunjuk Allah dalam Surat Ali-Imron (3) ayat 83, An-Nahl (16) ayat 49, Az-Zumar (39) ayat 68 dan masih banyak yang lainnya).
Surat Ali-Imron (3) ayat 83
Apakah selain Agama Allah yang mereka cari ? Padalah bagiNya telah Islam orang-orang di Samawat dan Bumi dengan patuh dan terpaksa. Dan kepada-Nya mereka dikembalikan.
Surat An-Nahl (16) ayat 49
Dan bagi Allah sujud apa-apa yang ada di Samawat dan apa-apa yang ada di Bumi dari Dabbah dan Malaikat dan mereka tidak menyombong.
Surat Az-Zumar (39) ayat 68
Dan ditiupkan pada SUUR, maka matilah orang-orang di Samawat dan orang-orang di Bumi kecuali yang dikehendaki Allah, kemudian ditiupkan padanya yang lain, dan ketika itu mereka berdiri menantikan.
Pada surat Ali-Imron (3) ayat 83 Allah telah menyatakan bahwa telah Islam orang-orang yang di Samawat dan orang-orang yang di Bumi dengan patuh dan terpaksa. Kalau Samawat diartikan dengan langit, maka bagaimana orang bisa hidup di langit, dimana kakinya harus berpijak untuk berjalan, maka Samawat mestilah planet-planet itu. Jika orang suka memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an secara cermat dan hati-hati, maka akan banyak ditemui Ayat yang menerangkan “Ardhu” yang didahului “Samawat”.
Oleh karena itu pastilah ada hubungan arti antara Samawat dan Bumi, maka tepatlah kalau Samawat itu adalah planet-planet yang semisal atau sama dengan Bumi sebagaimana dimaksudkan pada Surat At-Tholaaq (65) ayat 12
Dari keterangan beberapa ayat tersebut, maka diperoleh pengertian bahwa sesungguhnya memang benar bahwa Samawat itu adalah planet-planet dan bukan langit. Di planet-planet selain Bumi yang disebutkan Samawat tadi ternyata telah berkembang masyarakat manusia yang kondisinya sama dengan yang ada di Bumi sebagaimana yang diterangkan menurut Surat Ali-Imron (3) Ayat 83.
Jadi sudah cukup jelas Ayat-ayat tersebut, oleh karena itu apakah kita masih akan berdalih dan mendasarkan laporan dari ahli ruang angkasa dari Amerika?
Semua itu berpulang kepada hati nurani kita masing-masing, maka otak memang tugasnya suka berdalih, suka membantah, suka menyanggah, dan bersikap arogan. Tetapi hati nurani itu sebenarnya jernih dan lugu, mau menerima kebenaran. Karena itu bukalah hati nurani agar mau menerima kebenaran tanpa disanggah oleh pikirannya sendiri. Semua itu berpulang kepada hati nurani kita masing-masing.
DABBAH
Kalau kita memperhatikan pada terjemahan Al Qur’an bahwa “dabbah” diartikan “binatang melata”. Memang sepertinya banyak ayat-ayat Al Qur’an yang sulit diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan tepat benar. Terbukti banyak ayat-ayat yang dari masing-masing penterjemah memberikan arti yang berbeda satu sama lainnya. Hal demikian menandakan bahwa bahasa Al Qur’an memang tidak sama persis dengan bahasa Arab biasa. Al Qur’an merupakan wahyu sudah pasti punya gaya bahasa yang sangat khas dan punya nilai estetika yang tinggi pula. Seperti kita ketahui bahwa Al Qur’an merupakan petunjuk dan diberikan keterangan dari semua petunjuk itu. Padahal keterangan tentang petunjuk itu ada dalam Al Qur’an. Oleh karena itu kalau memang ada istilah atau kata-kata yang sulit dipahami menurut kaidah-kaidah bahasa Arab, maka sebaiknya dicari keterangannya yaitu Ayat lain yang berhubungan dengan istilah yang sama yang saling menerangkan, maka disana akan ketemu persoalan yang dicari atau yang ditanyakan.
Kalau diperhatikan dengan teliti bahwa sesungguhnya dabbah itu bukan hanya binatang melata, tetapi termasuk di dalamnya binatang yang berkaki bahkan termasuk juga manusia. Untuk mendapatkan pengertian dabbah yang sebenarnya, perlu dihubungkan beberapa ayat dalam Al Qur’an yang mengandung dabbah, maka dia akan saling menerangkan tentang pengertian dabbah itu sendiri secara jelas. Kalau pemahaman tentang sesuatu hanya dengan satu ayat terpisah, maka pengertiannya tidak bisa utuh, karena jarang Al Qur’an menerangkan sesuatu hanya dengan satu ayat yang berdiri sendiri, tetapi harus dihubungkan dengan ayat lain yang berhubungan.
Memang ada juga ayat yang sudah jelas tanpa penjelasan misalnya ayat-ayat muhkamat, namun biasanya hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau ayat mutasabihat harus merangkaikan beberapa ayat yang saling menerangkan. Sebagai bahan kajian tentang dabbah maka perhatikan petunjuk Allah berikut:
Surat As-Syuuro (42) ayat 29 oleh Departemen Agama Pelita III/81-82:
Dan diantara Ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan)Nya ialah menciptakan langit dan Bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang DIA sebarkan pada keduanya. Dan DIA maha kuasa mengumpulkan apabila dikehendakiNYA.
Dalam Ayat tersebut yang diterjemahkan “makhluk-makhluk yang melata” adalah Ayat aslinya berbunyi “dabbah”. Sementara yang lainnya diartikan “binatang melata”.
Perhatikan Terjemahan pada Ayat yang sama yaitu (Proff. H. Mahmud Yunus, penerbit PT. Al Ma‘Arif Bandung):
Diantara ayat-ayat (tanda-tanda) Allah, ialah kejadian langit dan Bumi dan apa-apa yang bertebaran pada keduanya diantara binatang-binatang (apa-apa yang melata di muka Bumi). DIA maha kuasa menghimpunkan mereka bila dikehendaki-Nya.
Jadi istilah dabbah diartikan binatang melata. Tapi perlu diketahui bahwa kalau binatang melata bisa hidup di Samawat itu, maka manusiapun seharusnya juga bisa hidup.
Berdasarkan pengkajian sebaiknya Ayat tersebut berarti: Dan dari Ayat-ayatNya ialah penciptaan Samawat (planet-planet) dan Bumi, serta yang DIA kembang biakkan pada keduanya (Samawat dan Bumi) dari dabbah (makhluk berjiwa) dan DIA atas pengumpulan ketika DIA kehendaki adalah menentukan.
Kalau orang mau memperhatikan dengan teliti, maka sesungguhnya dabbah itu bukan hanya binatang melata saja, tetapi termasuk binatang lain yang tidak melata yaitu yang berkaki termasuk di dalamnya adalah manusia. Oleh karena itu yang ditebarkan atau dikembangkanbiakkan di Samawat (planet-planet) dan di Bumi ini terdiri makhluk yang berjiwa termasuk di dalamnya manusia itu sendiri. Dengan demikian maka jelas bahwa di planet-planet itu pun telah berkembang masyarakat manusia seperti halnya yang ada di Bumi ini. Berikut ini Ayat yang menjelaskan tentang pengertian “dabbah”.
Surat An-Nuur (24) ayat 45
Allah menciptakan setiap dabbah dari Alma’i. Diantara mereka (dabbah) itu ada yang berjalan atas perutnya, dan diantara mereka ada yang berjalan atas dua kaki, dan diantara mereka ada yang berjalan atas empat kaki. Allah menciptakan yang DIA kehendaki dan sesungguhnya Allah menentukan atas tiap sesuatu.
Surat Al-Anfal (8) ayat 22
Bahwa sejahat-jahat dabbah pada Allah adalah orang-orang pekak dan tuli dan mereka tidak berpikir.
Surat Al-Anfal (8) ayat 55
Bahwa sejahat-jahat dabbah pada Allah adalah orang-orang kafir dan mereka tidak beriman.
Kalau kita perhatikan surat An-Nuur (24) ayat 45, cukup jelas dan tegas bahwa diantara dabbah itu ada yang berjalan atas perutnya (ular, buaya, cecak, kadal dan lain-lain), dan diantara dabbah itu juga ada yang berjalan atas dua kaki (ayam, bebek, MANUSIA dan lain-lain) dan ada pula yang berjalan dengan empat kaki (kerbau, sapi, kambing, unta dan lain-lain). Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan dabbah bukanlah hanya binatang melata, tetapi termasuk manusia dan binatang berkaki lainnya.
Pada Surat Al-Anfal (8) ayat 22 dan 55, menyatakan bahwa sejahat-jahat dabbah menurut pandangan Allah adalah orang-orang pekak, kafir, tidak berpikir dan tidak beriman. Jelas yang dimaksud disini adalah manusia, bukan binatang melata, karena memang semua binatang melata tidak bisa berpikir apalagi beriman. Inilah yang dimaksud dengan pemahaman tentang suatu istilah dalam ayat Al Qur’an. Kalau dalam memahami istilah dalam ayat kurang tepat apalagi kalau salah, maka arti dan kedengarannya pun janggal, tidak ratio, tidak bisa dimengerti oleh semua orang, akibatnya sasaran yang dimaksudkan pun tidak tepat. Jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dabbah adalah makhluk berjiwa (makhluk bernyawa) termasuk MANUSIA. Dengan begitu didapatkan kunci dan petunjuk yang diperoleh dari pengertian beberapa ayat yang saling menjelaskan bahwa di planet lain selain Bumi ini juga bermasyarakat manusia dan juga berkembang biak berbagai binatang termasuk juga binatang melata tadi.
Jika sekiranya yang dimaksud “dabbah” itu adalah binatang melata, dan bisa hidup di planet (Samawat) itu, maka mestinya makhluk lain termasuk manusia juga bisa hidup disana, karena mereka sama-sama bernapas dengan paru-paru, yang berarti disana ada oksigen untuk bernapas binatang melata itu.
Akan tetapi kalau istilah “dabbah” itu diartikan binatang melata, maka berarti bertentangan dengan maksud petunjuk Allah pada surat Al-Anfal (8) ayat 22 dan 55 serta surat An-Nuur (24) ayat 25. Maka dari itu dabbah bukanlah hanya binatang melata tapi termasuk juga manusia. Kemudian timbul pertanyaan, apakah manusianya juga sama dengan manusia yang ada di Bumi ini? Jawabnya adalah: sama, dan memang benar sama. Coba perhatikan semua manusia yang ada di muka Bumi ini apakah yang ada di Amerika, Arab Saudi, Jepang, Inggris di Indonesia semuanya mempunyai naluri yang sama. Hanya saja berbeda bahasa, warna kulit, adat istiadat dan yang lainnya karena sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang memang juga berbeda, misalnya faktor iklim, lingkungan dan sebagainya tetapi pada dasarnya mereka mempunyai naluri yang sama dengan kita yang di Indonesia.
Selama ini orang-orang Barat membuat imajinasi bahwa seolah-olah manusia dari planet lain itu seram, menakutkan dan mengerikan, padahal semua itu hanyalah dugaan tanpa menggunakan dalil dan petunjuk. Jika orang sudi memperhatikan ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan sejarah manusia, maka akan diketahuilah bahwa manusia di planet lain itu sama dengan kita ini. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, bahasa dan warna kulit, ada yang Islam ada yang kafir, ada yang baik ada pula yang jahat, ada yang pintar ada pula yang bodoh, karena mereka semua adalah berasal dari diri yang satu yang merupakan satu garis keturunan dengan semua manusia yang ada di wilayah Tata Surya kita ini. Sementara orang boleh saja tidak percaya, tetapi Al Qur’an datang dari Allah pasti benar 100 persen. Jika orang masih juga ngotot bahwa dalam penganalisaan ini tidak benar, maka silahkan diadakan koreksi agar dengan begitu persoalannya menjadi jelas.
Memang selama ini orang beranggapan bahwa kehidupan manusia itu hanyalah di Bumi ini saja, padahal sebenarnya Bumi ini hanyalah sebuah planet kecil jika dibandingkan dengan Yupiter yang besarnya 318 kali besar Bumi ini, untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau dibiarkan kosong tanpa penghuni? Kalau diperhatikan dengan cermat, Al Qur’an menyatakan bahwa Bumi itu banyak dan Bumi ini juga disebut planet. Perhatikan petunjuk Allah berikut ini:
Surat Az-Zumaar (39) ayat 67 :
Dan mereka tidak menentukan (tentang Hukum) Allah dengan ketentuan yang haq (logis), sedangkan Bumi-Bumi semuanya adalah pemadatannya pada hari kiamat. Dan Samawat (planet-planet) itu berputar dengan tata hukumNya. Maha suci DIA dan Maha Tinggi tentang apa yang mereka sekutukan. Dari keterangan ayat tersebut sangatlah jelas bahwa Bumi ini banyak (Ardhu Jami’an) berarti dia lebih dari satu sehingga benarlah bahwa keadaan planet-planet itu sama dengan Bumi ini (lihat Surat At-Tholaaq (65) ayat 12 dan Al-Baqoroh (2) ayat 29). Sebagai pembanding perhatikan ayat berikut ini:
Surat Al-Hadiid (57) ayat 21 :
Berlombalah kepada ampunan Tuhanmu, dan sorga seluas BUMI ANGKASA dan BUMI ini disediakan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya. Itulah karunia yang diberikan kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah memiliki karunia yang besar. Ayat tersebut menerangkan adanya Bumi angkasa, maka dia adalah planet-planet itu yang keadaannya disamakan dengan keadaan Bumi ini. Itulah penjelasan Al Qur’an yang membutuhkan pemikiran secara cermat dan hati-hati untuk mendapatkan pengertian yang sewajarnya serta sejalan dengan keadaan yang berlaku di alam sekitar kita. Dengan begitu hendaklah orang lebih giat mengadakan pengkajian yang sebenarnya, bukan membaca secara tradisional tanpa mengetahui arti yang dibaca sehingga orang hanya dibius dan dipesona dengan iming-iming PAHALA tanpa mengetahui apa sebenarnya pahala yang dimaksud itu.
Coba perhatikan dengan kepala dingin dan hati yang jernih, pada beberapa ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang Surga. Dinyatakan bahwa surga itu luasnya sama dengan luasnya Bumi angkasa dan Bumi ini, sedangkan semua surga itu diciptakan Allah pastilah untuk ditempati atau disediakan bagi orang-orang Muttaqin (perhatikan Surat Al-Hadid (57) ayat 21 di atas tadi). Selanjutnya perhatikanlah Ayat berikut ini dengan teliti:
Surat Ali-Imron (3) ayat 133
Bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan Sorga seluas Samawat (planet-planet) dan Bumi ini, disediakan untuk orang-orang Muttaqin. Allah menyatakan bahwa Surga itu luasnya sama dengan Samawat dan Bumi ini. Jika sekiranya masyarakat manusia itu hanya ada di Bumi ini saja, lantas siapa yang akan menempati surga yang luas sama dengan Samawat tadi, untuk apa Allah menciptakan semuanya itu? Perlu diketahui bahwa di semesta raya ini jumlah Samawat itu milyaran dan tidak bisa dihitung. Setiap bintang itu adalah satu SOLAR SISTEM yang masing-masing bintang itu dikitari oleh planet-planet seperti halnya Surya kita yang juga dikitari oleh planet-planet, dengan istilah Samawat. Padahal semuanya itu nantinya merupakan jumlah dan ukuran sorga di Akhirat, sedangkan kita ini berada pada bagian dari Solar System tadi yaitu Bumi, sedangkan Tata Surya kita ini hanyalah bagian kecil dari Bima Sakti dengan istilah gugus Bima sakti. Kalau kita memperhatikan susunan Tata Surya kita yang planetnya sebenarnya ada 10 planet, tapi baru 9 yang diketahui oleh manusia Bumi. Itu semua pertanda bahwa sebenarnya kita ini belum apa-apa jika dipandang dari segi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ada dua planet yang lebih besar dari Bumi yang kita diami ini yaitu yang ada di atas Mars, orang menamakan Yupiter dan Saturnus. Menurut penelitian para ahli atronomi bahwa Yupiter itu besarnya sama dengan 318 kali besar Bumi dan Saturnus 95 kali besar Bumi kita ini. Dinyatakan juga bahwa Yupiter memiliki Bulan jumlahnya 12, dan Saturnus ada 9 buah. Dengan begitu sudah bisa dibayangkan bahwa keberadaan kedua planet itu sama dengan Bumi ini hanya dia lebih besar. Maka wajarlah kalau Bulan yang bertindak sebagai satelitnya jumlahnya banyak, sebab kalau Bulannya hanya satu mungkin tidak akan mencukupi wilayah yang sangat luas itu. Lalu untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau sekiranya disana tidak ada penghuninya dan dibiarkan kosong? Rasanya sangat janggal dan tidak logis. Lagi pula bahwa surga di Akhirat nanti merupakan penyempurnaan dan jumlahnya sama dengan semua planet yang ada di dunia atau di semesta raya ini. Maka benarlah pernyataan Al Qur’an kalau di setiap planet itu berpenduduk manusia seperti halnya di planet Bumi ini. Demikian itu adalah petunjuk Allah yang ada dalam Kitab Suci Al Qur’an dan memang sejalan dengan Ilmu Pengetahuan serta cocok dengan keadaan yang berlaku dan pemikiran secara wajar. Apakah dengan penjelasan yang logis seperti itu orang masih akan berusaha menolak dan menyanggah, maka semua itu kembali kepada hati kita masing-masing. Kalau orang meyakini bahwa Al Qur’an itu merupakan petunjuk hidup bagi manusia baik tentang hukum maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, seharusnya kalau kita mendapatkan informasi tentang Al Quran mengenai sesuatu yang dianggap tidak sama dengan pemahaman yang selama ini kita peroleh, justru merupakan bahan pemikiran baru agar kita meneliti lebih jauh lagi agar memperoleh pengertian yang sebenarnya, dengan begitu kita akan senantiasa maju dan berkembang. Kenapa planet-planet itu disebut “Samawat” karena memang dia posisinya selalu kelihatan diatas dipandang dari manapun. Dan planet-planet yang menjadi “langit”nya Bumi Al Qur’an menyatakan ada 7 (tujuh). Planet yang berada di atas orbit Bumi mestinya ada 7 (tujuh) yaitu: Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Sampai di Pluto baru ada 6 planet di atas Bumi maka mestinya masih ada satu lagi tetapi sarjana Bumi belum menemukan. (lihat Surat At-Tholaaq (65) Ayat 12). Untuk memperjelas dan memantapkan pengertian, maka perhatikan ayat berikut:
Surat Al-Mu’minun (23) ayat 17
Dan sungguh telah Kami Ciptakan diatas kamu (diatas Bumi) tujuh (7) jalan, dan tidaklah kami lengah tentang ciptaan-Ku itu. Ayat ini memperkuat keterangan Surat At-Tholaaq (65) Ayat 12 yang menyatakan bahwa diatas Bumi ini Allah menciptakan tujuh jalan, artinya jalan di ruang angkasa yang terletak di atas Bumi pastilah di wilayah Tata Surya kita juga, karena yang diberi petunjuk itu adalah manusia Bumi.
Maka jalan yang dimaksud adalah “GARIS ORBIT” yaitu jalan yang dilalui oleh Samawat yang jumlahnya juga ada tujuh. Semakin jelas bukan, bahwa memang benar Samawat itu adalah planet-planet yang jumlahnya di atas Bumi ada tujuh. Maka oleh sebab itu pastilah diatas Pluto masih ada satu dan kita sudah diberi tahu tinggal mencari dan meneliti. (Tim astronomi dari Amerika mengumumkan baru saja memastikan menemukan planet ke-10 yang sementara diberi nama planet Xena. Planet itu di atas Pluto dan lebih besar dari Yupiter. Planet yang baru diketahui yang masuk dalam sistem tata surya matahari itu jarak dari Pluto yaitu 3 kali jarak matahari ke Pluto). Berdasarkan penelitian dan analisa bahwa planet yang ke 7 di atas Bumi adalah yang menurut Al Qur’an dinamakan dengan “SIDRATUL MUNTAHA”. Itulah kiranya planet sangat besar yang berada di urutan ketujuh di atas Bumi. Maka kini lengkaplah bahwa planet yang menjadi langitnya Bumi ada tujuh. Sedangkan Venus dan Mercury bukanlah merupakan langitnya Bumi karena dia berada di bawah orbit Bumi. Perhatikan Surat Thohaa (20) ayat 6) berikut ini:
Kepunyaan-Nya apa-apa yang ada di Samawat dan apa-apa yang ada di Bumi dan apa yang diantara keduanya dan apa-apa yang ada di bawah Bumi (dibawah orbit Bumi)Berikut ini beberapa ayat Al Qur’an sebagai bahan penganalisaan bahwa di setiap planet berpenduduk manusia seperti halnya di Bumi ini:
Surat Al-Isro’ (17) ayat 55
Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang diSamawat dan di Bumi, dan sungguh Kami kurniakan setengah Nabi atas setengahnya, maka Kami datangkan zabur kepada Daud.
Surat Al-A’roof (7) ayat 185
Tidakkah mereka perhatikan kerajaan di Samawat dan di Bumi serta tiap sesuatu ciptaan Allah? Mungkin telah dekat ajal (waktu) atas mereka, maka dengan Hadis mana lagi sesudahnya (AlQur’an) mereka akan beriman?
Dari Ayat tersebut dapat dipahami bahwa baik di Samawat maupun di Bumi juga diutus Nabi-Nabi yang menyampaikan wahyu Allah untuk masyarakat manusia. Karena Nabi itu diutus oleh Allah yang SATU, maka sudah pasti ajaran yang disampaikan sama, hanya mungkin saja berbeda dalam bahasanya sesuai dengan masing-masing kaumnya. Kemudian dijelaskan bahwa baik di Samawat maupun di Bumi ada kerajaan, maka pastilah rajanya adalah manusia, karena tidak mungkin binatang melata itu ada rajanya dan diutus para Nabi. Semakin jelas bukan? Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut ini dengan cermat:
Surat As-Syuura (42) ayat 12
KepunyaanNya perbendaharaan Samawat dan Bumi, DIA lapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki dan menyempitkannya. Bahwa DIA mengetahui atas tiap sesuatu.
Surat Saba’ (34) ayat 22
Katakan: panggilah yang kamu katakan Tuhan selain Allah, mereka tidak memiliki seberat zaroh (atom) di Samawat dan Bumi dan tiada sekutu bagi mereka pada keduanya (Samawat dan Ardh) dan tidak pula penolong selain DIA.
Surat An-Naml (27) ayat 25
Apakah tidak sujud kepada Allah yang mengeluarkan rahasia Samawat dan Bumi serta mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.
Dari Ayat-ayat tersebut juga bisa dipahami bahwa Allah memberikan rizqi kepada yang di Samawat dan Bumi ini terhadap semua makhluk-Nya yang terdiri dari binatang dari berbagai jenis dan juga manusia yang ada disana. Lebih jelas lagi pada surat Saba’ (34) ayat 22 dikatakan “tidak ada sekutu bagi mereka pada Samawat dan Bumi”, padahal yang biasanya menyekutukan Allah itu adalah manusia dan tidak mungkin binatang melata.
Di samping itu dikatakan pula bahwa baik yang di Samawat maupun yang di Bumi ini banyak yang patuh kepada Allah ditandai adanya “sujud kepada Allah” maka sudah bisa dipastikan bahwa yang sujud kepada Allah di Samawat itu pastilah manusia seperti halnya kita ini.
Maka tidak diragukan lagi bahwa memang benar pada setiap Samawat (planet-planet) itu telah berkembang masyarakat manusia dan juga berbagai binatang dari berbagai jenis. Dengan keterangan demikian orang masih juga akan berusaha untuk mengelak dengan mengatakan bahwa katanya yang sujud itu bukannya manusia tapi para Malaikat, karena kata mereka ayat yang berbunyi “MAN” itu belum tentu berarti “MANUSIA”. Baiklah memang untuk menundukkan OTAK di kepala yang memang suka bersikap “ANGKUH” itu haruslah dengan menjernihkan “HATI NURANI”, maka perhatikan ayat berikut ini:
Surat As-Syuura (42) ayat 11
Yang menyusun Samawat dan Bumi, DIA jadikan bagimu atas dirimu pasangan (jodoh) begitupun pasangan dari binatang ternak, sehingga kamu menjadi ramai. Tidak satupun yang menyerupaiNYA. DIA Maha mendengar dan melihat.
Surat An-Nahl (16) ayat 49
Dan bagi Allah Sujud apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi dari dabbah dan Malaikat dan mereka tidak menyombongkan (diri).
Ayat-ayat tersebut dapatlah dipahami sebagai berikut: 1 Allah yang menyusun (menciptakan) Samawat dan Bumi, dan keadaan di Samawat itu juga terjadi perkembangbiakan baik binatang ternak maupun manusia, sehingga keadaan di sana menjadi ramai karena mestinya jumlah penduduknya semakin lama semakin banyak.2 Diantara masyarakat manusianya yang ada di sana juga melakukan sujud kepada Allah dalam arti Shalat dalam rangka melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang ada di Bumi ini. Dari Surat An-Nahl (16) ayat 49 itu dibedakan antara dabbah dan Malaikat, padahal pengertian dabbah itu termasuk di dalamnya adalah manusia.3 Maka tidak ada alasan bahwa yang sujud disana hanyalah Malaikat tetapi juga termasuk di dalamnya adalah manusia. Lagi pula apakah Malaikat itu harus berpasang-pasangan sebagaimana yang dimaksud pada Surat As-Syuura (42) ayat 11 tadi. Maka yang berpasangan (jodoh) dan kemudian menjadi banyak adalah manusia dan binatang-binatang.
Selanjutnya perhatikan analisa Ayat berikut ini:
Surat Ali-Imron (3) ayat 190
Sesungguhnya pada penciptaan Samawat dan Bumi serta pergantian siang dan malam merupakan pertanda bagi ulul albab (para peneliti/ahli pikir).
Surat Ruum (30) ayat 22
Dan dari ayat-ayatNYA penciptaan Samawat dan Bumi serta perbedaan lidahmu (bahasamu) dan warnamu, bahwa pada yang demikian adalah ayat bagi orang-orang yang ingin tahu.
Surat Al-Ma’aarij (70) ayat 40
Maka janganlah AKU bersumpah dengan Tuhan timur-timur dan barat-barat, bahwa Kami adalah menentukan.
Perhatikanlah bahwa di Samawat yang diciptakan Allah itu juga terjadi adanya pergantian siang dan malam seperti halnya di Bumi ini. Di sana juga manusianya terdiri dari bermacam-macam bahasa serta perbedaan warna kulitnya, sebagaimana yang kita saksikan di muka Bumi ini, ada yang berkulit putih, ada yang sawo matang, ada yang hitam dan lain-lain.
Istilah timur-timur dan barat-barat menandakan bahwa timur dan baratnya itu banyak (tidak hanya satu), maka disetiap Samawat itu juga ada timur dan baratnya, seperti juga yang ada di Bumi ini. dan semua timur dan barat yang ada di sana itu juga merupakan daerah kekuasaan Allah yang satu. Arah timur dan barat itu ada karena adanya kutub utara dan selatan, yang kemudian berbentuk globe seperti Bumi ini, maka kemudian timbulah suatu arah yang orang mengatakan timur dan barat itu.
Kalau sekiranya Samawat itu diartikan langit, maka orang akan kesulitan bahkan tidak mungkin bisa menentukan arah yang dinamakan dengan timur atau barat itu. Itulah makna Al Qur’an sebagai petunjuk bagi semua manusia yang suka memikirkan. Dalam keterangan ini juga merupakan pemahaman tentang istilah dalam Ayat yang harus dipahami berdasarkan pemikiran secara wajar sehingga bisa dimengerti oleh semua pihak dan sejalan dengan keadaan yang berlaku di jagad raya ini.
Kalau setiap keterangan tidak bisa dipahami menurut akal sehat, maka siapapun akan selalu bertanya-tanya, bahkan selalu dibayangi keraguan, akibatnya muncul sikap masa bodoh dan tidak ada kepastian. Hal demikian terjadi karena hampir sebagian besar orang-orang Islam kurang serius dalam menganalisa dan mendalami Al Qur’an, bahkan cenderung monotone secara tradisional secara turun temurun dengan doktrin yang mematikan kreatifitas. Orang lebih suka mengikuti apa yang sudah ada tanpa ada keberanian untuk melakukan pendalaman dan pengkajian secara teliti, walaupun pengertian yang di dapat selama ini banyak yang bertentangan dengan alam pikirannya sendiri. Ironisnya para Sarjana kita pun masih banyak yang mengikuti cara-cara seperti itu, walaupun tidak semuanya. Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut:
Surat Luqman (31) ayat 10 dan 20
10) DIA ciptakan Samawat (planet-planet) tanpa tiang seperti yang kamu lihat, dan DIA tempatkan di Bumi rawasia untuk memberi kekuatan padamu, dan DIA kembang biakkan padanya dari dabbah dan Kami turunkan air dari angkasa lalu Kami tumbuhkan padanya dari setiap pasangan yang mulia. 20) Tidakkah kamu perhatikan bahwa Allah mengedarkan untukmu apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi serta mencukupkan atasmu nikmat-NYA lahir batin? Dan dari manusia itu ada yang menyanggah Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa Kitab yang menerangkan.
Surat Saba’ (34) ayat 24
Katakanlah : Siapakah yang memberi rezki padamu di Samawat dan Bumi? Katakanlah: ALLAH, Kamikah atau kamukah atas petunjuk atau pada kesesatan nyata.
Surat Al-Jatsiyah (45) ayat 13
Dan DIA edarkan bagimu apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi semuanya dari-NYA. Bahwa yang demikian adalah Ayat bagi kaum yang berpikir.
Surat Ali-Imron (3) ayat 83
Apakah selain agama Allah yang mereka cari? Padahal bagiNYA telah Islam orang-orang yang di Samawat dan di Bumi dengan patuh dan terpaksa, dan kepadaNYA mereka akan dikembalikan.
Surat Yusuf (12) ayat 105
Banyak diantara Ayat-ayat di Samawat dan di Bumi mereka melewatinya dan berpaling padanya.
Surat Ad-Dukhaan (44) ayat 38
Tidaklah Kami ciptakan Samawat dan Bumi serta diantaranya dengan main-main. Tidaklah Kami ciptakan semua itu kecuali secara haq tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Surat Jaatsiyah (45) ayat 22
Dan Allah menciptakan Samawat dan Bumi secara haq agar dibalas setiap diri menurut usahanya dan mereka tidak didzalimi.
Kalau diperhatikan dengan cermat Ayat-ayat tersebut maka dapat dipahami sebagai berikut:
Bahwa Planet-planet maupun Bumi sebenarnya melayang di angkasa mengitari Surya, tanpa tiang dan tanpa ikatan yang bisa dilihat langsung oleh mata setiap orang. Coba perhatikan pada malam hari, maka anda akan melihat planet-planet itu memang benar-benar melayang tanpa ikatan, namun diterangkan bahwa pada setiap planet itu ditempatkan rawasia (proton) untuk memberikan kekuatan padanya. Kalau planet-planet itu tanpa rawasia maka dia akan melayang tanpa tujuan entah kemana. (lihat Surat Luqman (31) ayat 10).
Bahwa di planet-planet itu juga telah berkembang berbagai makhluk yang terdiri dari bermacam-macam makhluk bernyawa seperti binatang dan manusia yang diistilahkan “dabbah”.
Diantara manusia itu ada yang suka menyanggah dan membantah keterangan Allah, tanpa dasar ilmu dan tanpa petunjuk tetapi hanya atas dasar katanya si Anu dan lain-lain (Surat Luqman (31) ayat 20).
Di sana juga diturunkan hujan sehingga menimbulkan banyak berbagai tetumbuhan dari berbagai macam untuk kebutuhan hidup bagi manusia dan makhluk lainnya di planet itu.
Semua makhluk yang ada di sana juga diberikan rezki atas ketentuan Allah. Dan diantara manusia yang ada disana ada juga yang sadar akan hukum Allah tapi ada juga yang sesat seperti halnya yang ada di Bumi (Surat Saba’ (34) ayat 24).
Di antara manusia yang ada disana ada yang Islam secara taat, ada juga yang Islam terpaksa (tidak sungguh-sungguh) (Surat Ali-Imron (3) ayat 83).
Banyak disampaikan Ayat-ayat Allah sebagai peringatan bagi manusianya, tetapi nyatanya juga banyak yang lewat dan berpaling menolak. (Surat Yusuf (12) ayat 105).
Allah menciptakan itu bukanlah untuk main-main tetapi sengaja diciptakan memang untuk ditempati manusia dan juga merupakan ujian tentang baik dan buruk untuk nanti di balas di Akhirat (Surat Ad-Dukhaan (44) ayat 38 dan Surat Jaatsiyah (45) ayat 22).
Maka cukup jelas bahwa ternyata memang di setiap planet itu telah berkembang dari masyarakat manusia seperti yang ada di Bumi ini dengan naluri yang sama, sikap dan perilaku yang sama pula hanya saja berbeda bahasa dan warna kulit.
Kalau sekiranya manusia itu teliti dan memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an dalam penganalisaan, maka akan diperoleh keterangan dan petunjuk bahwa nantinya manusia itu akan mampu menjelajah antara planet asal saja mereka mampu menciptakan atau mewujudkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ruang angkasa yang dalam Al Qur’an disebut “SULTHON” atau “DAYA” yang mestinya berupa pesawat ruang angkasa berupa “PIRING TERBANG” yang anti gravitasi, perhatikan Ayat berikut:
Surat Ar-Rohmaan (55) ayat 33
Wahai masyarakat jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi daerah Samawat dan Bumi (ruang angkasa) maka lintasilah. Tidaklah kamu bisa melintasi kecuali dengan sulthon (daya – IPTEK). Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa nantinya jin maupun manusia akan mampu melintasi ruang angkasa dalam arti mampu menjelajah antar planet ketika dia sudah mampu menciptakan sulthon yaitu daya atau kekuatan yang berupa pesawat ruang angkasa (mestinya sejenis Piring Terbang, karena dengan bentuk seperti cakram akan bergerak ke segala arah dengan cepat. Bentuk itu mirip dengan bentuk galaksi).
Dengan penjelajahan antar planet demikian akan diketahui bahwa ternyata disana juga berpenduduk manusia sebagaimana yang ada di Bumi ini. Jika hal itu telah dibuktikan berarti orang mau tidak mau harus mengakui akan kebenaran Al Qur’an. Kalau sekarang ini orang baru mempercayai, tapi nantinya akan meyakini. Maka dengan begitu juga akan muncul teori-teori baru dan bahkan mungkin akan menggagalkan teori lama yang semula sudah dianggap benar, karena sudah tidak cocok lagi dengan kenyataan yang ada.
Sekarang ini manusia Bumi baru bisa mendarat di Bulan dan ada yang mendarat di Planet Mars tetapi tanpa awak. Tunggulah perkembangan berikutnya kalau memang anda tidak percaya dengan informasi dari Ayat Al Qur’an.
Drs. MINARDI MURSYIDKaranganyar, Muharam 1423 HYayasan Tauhid IndonesiaJl. Tentara Pelajar No.9Telp. 0271-610234Karanganyar – Surakarta, Jawa Tengah
Allah menciptakan manusia sudah dilengkapi dengan Petunjuk-Nya, sehingga manusia tidak perlu repot-repot mencari atau menyusun Hukum dalam menjalani hidupnya, bahkan tinggal meneliti dan mempelajari Petunjuk Allah untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan Hukum Allah itu menerangkan hal-hal yang berlaku sampai nanti kehidupan di Akhirat.
Dalam era globalisasi dan informasi sudah saatnya bagi umat Islam untuk berpikir kritis dan dinamis demi kemajuan Islam. Hal yang perlu dipahami bahwa sesungguhnya Al Qur’an bukan hanya menerangkan ibadah saja, tetapi lebih jauh dia juga menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu tingkat tinggi yang justru lebih lengkap dan sempurna. Akan tetapi selama ini yang dipelajari para ilmuwan Muslim baru sebatas hal yang berkaitan dengan ibadah, dikiranya Al Qur’an tidak mampu menerangkan hal-hal berkaitan dengan segala yang ada di semesta. Padahal kalau Al Qur’an dipahami dengan sungguh-sungguh maka akan muncul Sarjana-sarjana Al Qur’an dari berbagai disiplin ilmu yang berkualitas tinggi dan handal. Dengan begitu Ilmu Pengetahuan akan maju pesat sejalan dengan tingkat kemampuan dalam pemahaman Al Qur’an oleh para pemeluk Islam atau para Ilmuwan itu sendiri.
Kenapa demikian? Karena proses dan langkah yang dilakukan oleh orang yang memahami Al Qur’an akan berbeda dengan yang tidak memahami. Setiap orang Islam yang memahami Al Qur’an dalam melakukan penelitian tentang apapun senantiasa mendasarkan Petunjuk Allah dalam Al Qur’an, sehingga semuanya akan berjalan dengan kepastian dan tidak meraba-raba. Sementara orang yang tidak mengenal Al Qur’an akan berjalan dengan mencari-cari dan meraba-raba walaupun akhirnya diantara mereka juga ada yang menemukan tapi prosesnya sangat panjang dan cukup lama.
Al Qur’an merupakan wahyu dari Allah yang sengaja diturunkan sebagai petunjuk bagi semua manusia sampai akhir zaman. Petunjuk itu meliputi ibadah, muamalah dan juga tentang berbagai Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi tingkat tinggi termasuk didalamnya tentang ruang angkasa. Namun pada umumnya manusia kurang mengerti makna dari petunjuk itu, sehingga mereka memahami dengan cara-cara tradisional dengan melakukan upacara-upacara tertentu secara turun temurun, secara hafalan tanpa mengetahui apa yang mereka hafal itu. Cara seperti itu berjalan sangat lamban tanpa perkembangan bahkan cenderung mundur. Hal seperti itu sudah berjalan cukup panjang selama ratusan atau mungkin sudah ribuan tahun, karena memang Al Qur’an diturunkan hampir 1.500 tahun yang lalu.
Sebagai bahan pemikiran maka perhatikan petunjuk Allah SWT berikut ini:
Surat Al-Maidah (5) ayat 3:
Hari ini kami sempurnakan bagimu agamamu dan Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu dan Aku ridho Islam menjadi agamamu…..
Surat Al-An’am (6) ayat 115
Dan selesailah (sempurnalah) Kalimat Tuhanmu dengan benar dan adil, tiada perubahan bagi Kalimat-Nya. Dia mendengar mengetahui.
Surat Ar-Rum (30) ayat 30
Dirikanlah wajahmu untuk agama itu sempurnanya, fitrah Allah yang memfitrahkan manusia atasnya, tiada perubahan bagi ciptaan Allah, itulah agama yang kokoh (tegak). Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Surat At-Taubah (9) ayat 32
Mereka ingin memadamkan Nur (petunjuk) Allah dengan mulut mereka dan Allah menolak kecuali menyelesaikan petunjuk-Nya, walaupun orang-orang kafir merasa benci.
Surat An-Nahl (16) ayat 89
Pada hari Kami bangkitkan pada setiap umat, pemberi bukti atas mereka dari diri mereka, dan Kami datangkan kamu pemberi bukti atas orang-orang itu. Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al Qur’an) yang menerangkan atas tiap sesuatu serta petunjuk dan rahmat dan kegembiraan bagi Muslimin.
Dari ayat-ayat tersebut diatas dapatlah dipahami bahwa sesungguhnya Al Qur’an itu telah lengkap, sempurna, benar dan adil tidak ada perubahan sepanjang masa serta menerangkan semua persoalan yang ada di semesta raya ini. Namun kebanyakan manusia belum sepenuhnya mengakui dan meyakini atas kebenaran Al Qur’an, karena minimnya informasi yang diperoleh dari Ayat-ayat Al Qur’an. Sebagian dari umat Islam sendiri masih berpendapat bahwa Al Qur’an belum lengkap karena masih bersifat global, padahal Al Qur’an sendiri menyatakan lengkap sempurna.
Jika orang diberi informasi tentang Al Qur’an umumnya mereka menolak dengan alasan yang tidak logis. Seharusnya kalau kita belum sanggup untuk memahami dengan benar janganlah cepat-cepat membuat vonis bahwa dalam Al Qur’an tidak ada dalilnya, justru kita dituntut untuk lebih giat meneliti agar memperoleh keterangan yang logis sesuai dengan maksud yang sebenarnya, karena pemahaman manusia itu berkembang sesuai dengan tingkat peradaban yang berlaku secara bertahap.
Misalnya tentang adanya masyarakat manusia di planet lain di luar Bumi ini, orang-orang barat begitu serius mengadakan penelitian dengan biaya yang sangat mahal dan mereka yakin bahwa diluar Bumi ini pasti ada kehidupan atau ada makhluk hidup. Padahal sebenarnya jauh-jauh sebelumnya Al Qur’an telah memberikan informasi yang menunjukkan bahwa di planet selain Bumi ini juga telah berkembang masyarakat manusia seperti halnya di Bumi ini. Sementara para ilmuwan muslim hanya bertindak selaku penonton dan menunggu hasil penelitian orang Barat.
Sebenarnya sejak 15 abad yang lalu Al Qur’an telah menerangkan berbagai persoalan yang ada di jagad raya ini, cuma masalahnya sistem pendidikan yang selama ini diajarkan hanyalah berupa hafalan-hafalan sehingga pada umumnya anak didik kita banyak yang tidak bisa memahami tentang sesuatu. Seringkali orang dipaksa untuk percaya begitu saja secara taklid buta walaupun kadang-kadang keterangan yang disampaikan tidak sejalan dengan pemikiran secara wajar. Ironisnya para Sarjana kitapun masih banyak yang kurang kritis dan teliti, bahkan mereka juga mengikuti pemahaman ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu, sehingga posisi kita sering selalu ketinggalan, terutama dalam hal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Bahkan tidak jarang para ‘Ulama kita pun dalam menjelaskan tentang sesuatu sering menemui jalan buntu dan terbentur pada hal-hal yang tidak terjawab, akibatnya orang hanya percaya tanpa mengerti yang dipercayai bahkan sering bertentangan dengan alam pikirannya sendiri. Padahal yang namanya “SOAL” pasti ada “JAWABNYA”, maka sekali lagi bahwa Al Qur’an pasti bisa menjawab segala persoalan (periksa kembali Surat An-Nahl (16) ayat 89).
Selama ini kita telah terkunci oleh doktrin-doktrin (ajaran) yang disampaikan oleh orang tua kita, atau seorang yang dituakan, para guru atau Mubaligh, Kyai dan yang sejenis itu. Karena umumnya orang beranggapan bahwa apapun yang disampaikan oleh mereka itu pasti benar dan tidak pernah ada yang salah. Kalau kita mau memperhatikan kondisi di sekitar kita, bahwa saat sekarang ini umat Islam bahkan para Da’i kita pun jarang sekali menggunakan Al Qur’an sebagai rujukan dalam menjawab setiap persoalan.
BENARKAH ADA KEHIDUPAN MANUSIA DI PLANET LAIN?
Jika hal ini ditanyakan kepada seseorang di antara kita, ternyata satu sama lain memberikan jawaban yang berbeda. Tetapi kebanyakan di antara mereka memberikan jawaban tidak ada, belum yakin, ragu-ragu karena dikatakan oleh mereka bahwa sekarang ini Amerika atau orang Barat belum menemukan. Inilah kenyataan yang terjadi, bahwa orang cenderung lebih percaya kepada orang Amerika daripada kepada Wahyu yang ada dalam Al Qur’an.
Hal demikian memang wajar-wajar saja, karena:
Pihak Amerika-lah yang memang getol mengadakan penelitian tentang keadaan ruang angkasa, maka mereka yang dianggap lebih mengetahui kondisi ruang angkasa itu.
Dari hasil penelitian pihak Amerika maupun Negara lain yang juga menyelidiki ruang angkasa belum ada tanda-tanda tentang kehidupan di luar Bumi ini.
Para ilmuwan Muslim sendiri hampir tidak ada yang mengadakan penelitian ke ruang angkasa, sehingga mereka lebih baik menunggu hasil penelitian mereka.
Para ilmuwan Muslim dalam penyelidikan tentang Al Qur’an barangkali masih belum menyeluruh, sehingga kalau diberi informasi tentang Kitab Sucinya sendiri masih ragu, bahkan cenderung menolak karena kata mereka di Al Qur’an tidak ada yang menyatakan begitu.
Itulah fenomena yang terjadi dalam masyarakat kita, terutama masyarakat Islam sendiri karena kurangnya informasi tentang Al Qur’an, tetapi anehnya kalau diberi tahu tentang Al Qur’an juga belum tentu mau menerima atau paling tidak merupakan bahan kajian, tetapi itulah faktanya. Sementara bagi orang-orang yang memang benar-benar beriman kepada penjelasan Allah yang disampaikan oleh Nabi tentu menanyakan kepada Nabi. Akan tetapi karena sekarang Nabi sudah tiada, maka kita harus menanyakan kepada yang mengutus Nabi yaitu Allah dimana Allah telah menjelaskan semua itu melalui Wahyu dalam Al Qur’an.
Memang dalam menanggapi keterangan yang sangat mengejutkan ini haruslah dengan kejernihan hati, dan jangan ditanggapi dengan keangkuhan kepala (otak), dengan hati yang jernih, maka kepala pun akan dingin. Ada beberapa hal yang perlu dipahami secara cermat dan hati-hati agar kita benar-benar memperoleh pengertian yang sewajarnya dan dimengerti oleh semua pihak.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
Pengertian tentang DUNIA.
Pengertian tentang SAMA’/SAMAWAT.
Pengertian tentang DABBAH.
DUNIA
Selama ini orang menganggap seolah-olah yang dimaksud dunia ini hanyalah Bumi ini saja, padahal dunia itu begitu luasnya, sedangkan Bumi ini hanyalah merupakan debu yang sangat kecil jika dibandingkan dengan dunia. Dunia adalah semesta raya ini dan bukannya hanya Bumi saja, karena itu kalau kita sering mendengar bahwa dunia ini nantinya akan dihancurkan pada hari kehancuran total dengan istilah “Yaumus Sa’ah”, maka yang dihancurkan bukan hanya Bumi ini, tetapi seluruh jagad raya yang ada di semesta ini.
Semesta raya ini terdiri dari milyaran Bintang, setiap Bintang di angkasa merupakan satu solar sistem (Tata Surya). Oleh karena itu hendaklah kita merubah cara berpikir dalam memahami suatu persoalan sehingga pengertian itu bisa diterima oleh pikiran secara wajar dan sejalan dengan ilmu pengetahuan.
Informasi yang selama ini telah berkembang di kalangan masyarakat, baik masyarakat Islam maupun umum bahwa Hari Qiyamat itu adalah hari kehancuran total, padahal pengertian seperti itupun harus diadakan koreksi, agar bisa dipahami secara rasional. Sehubungan dengan hari kehancuran total ada dua istilah yang harus dipahami dengan hati yang jernih yaitu: Yaumul Qiyamah dan Yaumus Sa’ah. Qiyam artinya “berdiri” sedangkan Sa’ah artinya “waktu”. Maka Hari Qiyamat adalah suatu hari berdiri atau hari kebangkitan di akhirat nanti, maka dia bukanlah hari kehancuran total. Sedangkan Sa’ah yaitu hari dimana yang hidup ini akan mati, termasuk dunia atau jagad raya ini akan dihancurkan maka itulah yang dimaksud dengan Yaumus Sa’ah atau hari kehancuran total tadi. Maka antara Hari kehancuran total dengan hari kiamat jelas waktunya sangat berbeda. Pemahaman demikian juga termasuk point tentang pengertian suatu istilah dalam Ayat Al Qur’an. Jika dalam memahami suatu istilah kurang tepat maka akan terjadi kesalahan dalam penentuan kesimpulan.
Maka semakin jelas bahwa yang dimaksud dengan DUNIA adalah semesta raya ini atau jagad raya ini dan bukan Bumi ini saja. Sebagai bahan penganalisaan perhatikan petunjuk Allah dalam surat Al-Mulk (67) ayat 5 berikut ini :
Terjemahan Departemen Agama RI. Pelita II/1977-1978:
Sesungguhnya kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat pelempar setan. Dan Kami sediakan mereka siksa Neraka yang menyela-nyala.
Terjemahan Lembaga Percetakan Al Qur’an Raja Fahd di Madinah al Munawarah; Surat Mulk ayat 5, hal 956:
Sesungguhnya Kami telah menghiasai langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa Neraka yang menyala-nyala.
Selanjutnya terjemahan Proff. Mahmud Yunus, penerbit Alma ‘Arif, Bandung:
Sesungguhnya Kami hiasi langit yang hampir ke dunia dengan beberapa pelita (bintang-bintang) dan Kami jadikan tahi-tahi bintang untuk pelempar syetan-syetan, dan Kami sediakan untuk mereka siksa neraka.
Secara wajar Ayat tersebut sebaiknya diartikan sebagai berikut: “Dan sungguh Kami hiasi ANGKASA DUNIA = angkasanya semesta raya (langitnya semesta raya ini) dengan bintang-bintang (pelita-pelita) dan Kami jadikan dia (bintang-bintang itu) ancaman (rujuman) bagi setan-setan. Dan kami sediakan atas mereka siksa yang membakar”.
Jika “sama’a dunya” diartikan dengan “langit yang dekat dengan Bumi” atau “langit yang hampir ke dunia” maka langit manakah yang jauh dari dunia, atau bahkan pengertian dunia seolah-olah hanyalah Bumi ini. Maka semestinya dia harus diartikan “angkasa dunia”, dia adalah angkasanya atau langitnya semesta raya ini dan bukan hanya langitnya Bumi.
Jadi petunjuk Allah pada surat Al-Mulk (67) ayat 5 tersebut diatas memberikan penjelasan kepada manusia bahwa semua bintang-bintang itu merupakan hiasan yang sangat indah yang ada di angkasa atau langitnya dunia atau langitnya semesta raya. Coba perhatikan ketika malam hari betapa jumlah bintang yang milyaran itu tak terhitung banyaknya, sangat indah menghiasi angkasa (langit) di semesta raya jika dipandang dari Bumi maupun dari planet lain. Semua bintang itu tidak hanya diatas Bumi saja tetapi tersebar di seluruh jagad raya, maka benarlah kalau demikian bahwa yang dimaksud dengan dunia adalah seluruh jagad raya ini, karenanya kalau nanti dunia akan dihancurkan pada Hari Sa’ah adalah seluruhnya bukan hanya Bumi.
Kemudian dalam Ayat tersebut diatas dijelaskan bahwa bintang-bintang itu merupakan ancaman bagi setan-setan, tentunya nanti di Akhirat dan bukannya sebagai pelempar setan. Kapan Allah pernah melempar setan dengan bintang yang sangat besar itu? Padahal keadaan bintang itu sama dengan Surya (Matahari) kita, maka setan mana yang dilempar dengan benda sebesar itu. Untuk memahami pengertian tentang setan maka perhatikanlah petunjuk Allah berikut ini:
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 14
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka berlalu kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami bersama dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.
Surat Al-An’am (6) ayat 112
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka mewahyukan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang mewah fatamorgana. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.
Dari dua ayat diatas dapat dipahami bahwa setan itu adalah terdiri dari setan jin dan setan manusia, maka dia adalah sifat yang dimiliki oleh jin dan manusia yang senantiasa melanggar atau menolak hukum-hukum Allah, karena itu setan-setan itu diancam dengan Neraka (API) tetapi itu baru ancaman, dan pelaksanaannya adalah nanti di Akhirat. Tentunya yang berlaku bagi manusia bukanlah setan jin tetapi setan manusia, karena itu banyak Ayat yang menyatakan bahwa setan itu adalah musuh nyata bagimu, artinya setan itu nyata dan kongkrit berupa setan manusia yang senantiasa menentang hukum Allah dan mengajak manusia lain untuk kafir atau menolak.
Maka yang dimaksud dengan dunia bukanlah hanya Bumi ini tetapi seluruh semesta atau jagad raya. Kalau ada orang mengatakan bahwa hidup di dunia ini, berarti hidup di jagad raya ini dan bukan hanya di Bumi saja. Kalau dunia akan dihancurkan, maka yang dihancurkan bukan hanya Bumi ini saja tetapi seluruh semesta. Sedangkan Bumi ini hanyalah salah satu planet dari anggota Tata Surya kita, sedangkan Tata Surya kita ini hanyalah merupakan gugus Bima Sakti berarti hanya bagian kecil dari Bima Sakti itu.
Coba kita perhatikan ada berapa Galaksi di angkasa itu yang di dalamnya ada milyaran bintang-bintang, untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau dibiarkan kosong tanpa penghuni, Mubazirkan ? padahal semua itu diciptakan Allah bukan untuk main-main ?
SAMA’/SAMAWAT
Memang benar bahwa berdasarkan arti bahasa bahwa Samawat adalah bentuk jamak dari Sama’ yang pada umumnya diartikan “langit” atau “angkasa”. Namun sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, maka sama’ belum tentu selalu berarti langit. Sedangkan yang dimaksud langit adalah awang-awang kosong begitu luasnya. Tiap-tiap planet memiliki langit, sedangkan planet-planet itu tak terhitung jumlahnya di semesta raya ini. Di dalam wilayah Tata Surya kita saja ada 10 planet dan baru 9 yang diketemukan dan masing-masingnya memiliki langit.
Sebagai ilustrasi kami berikan keterangan lain yang hampir mempunyai nilai pandang yang sama. Kalau orang membuat balai untuk tempat tidur yang terbuat dari kayu biasa (bukan Spring Bed) maka ketika tempat tidur itu dipasang, dibawahnya ada suatu ruangan yang biasa disebut “kolong” atau orang Jawa bilang “longan”. Ketika orang sedang membuat balai tempat tidur tadi, maka dia sama sekali tidak merencanakan untuk membuat kolong atau longan tadi. Tetapi setelah tempat tidur itu dipasang maka mau tidak mau longan atau kolong itu pasti jadi dengan sendirinya. Dan kalau tempat tidur itu dibongkar maka longan tadi pun akan hilang dengan sendirinya.
Ilustrasi ini seperti halnya langit tadi. Ketika dulunya semesta raya ini belum ada yang ada hanyalah kekosongan, dan tidak ada yang namanya langit. Tetapi setelah Allah menciptakan seluruh bintang dan planet-planet itu maka muncullah yang namanya langit tadi. Akan tetapi kalau nantinya Allah menggulung semua benda-benda angkasa itu maka yang disebut langit itu akan lenyap dengan sendirinya. Maka Allah tidak pernah menciptakan langit, karena langit itu ada dengan sendirinya. Demikian juga orang yang membuat tempat tidur tadi tidak pernah membuat longan tetapi jadi dengan sendirinya ketika tempat tidur itu dipasang. Itulah gambarannya langit menurut logika dan juga menurut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Berdasarkan keterangan para ahli astronomi/ahli ruang angkasa bahwa langit Bumi ini saja ada tiga lapis:
Lapisan s.d. 11 mil di atas Bumi disebut TROPOSFIR/ATMOSFIR.
Lapisan 11 s.d. 300 mil di atas Bumi disebut STRATOSFIR.
Lapisan di atas 300 mil disebut : IONOSFIR.
Kesemuanya itu disebut dengan “LANGIT” yang menurut Al Qur’an disebut: SAMA’. Sekiranya orang mau memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an maka masing-masing istilah Sama’ ternyata mempunyai arti yang berbeda satu sama lain. Tetapi dalam memahami pengertian ini hendaknya dengan kejernihan hati, sehingga pikiran menjadi tenang.
Surat Al-An’am (6) ayat 99
DIA-lah yang menurunkan air (hujan) dari sama’ (atmosfir) lalu Kami keluarkan dengannya tetumbuhan…
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 29
DIA-lah yang menciptakan untukmu apa-apa di Bumi semuanya, kemudian menyelesaikan atas sama’ (Tata Surya) lalu DIA sempurnakan tujuh Samawat (planet-planet) dan DIA mengetahui tiap sesuatu.
Surat An-Nahl (16) ayat 79
Tidaklah mereka memperhatikan pada yang melayang diedarkan pada kekosongan angkasa (yaitu Tata Surya), tiada yang menahan kecuali DIA (ALLAH). Bahwa pada yang demikian merupakan Ayat bagi kaum yang beriman.
Surat Al-Furqon (25) ayat 25
Dan pada hari terpecah sama’ (Tata Surya) dengan bencana besar dan diturunkan Malaikat dengan turunnya.
Surat Fushilat (41) ayat 11
Kemudian menyelesaikan atas sama’ (Tata Surya) dan dia berupa gumpalan api (waktu itu) lalu DIA katakan padanya (sama’) dan pada Bumi, datanglah (berfungsilah) secara patuh atau terpaksa. Keduanya berkata: “kami datang secara patuh (berfungsi menurut orbitnya masing-masing).
Kalau diperhatikan, maka sama’ mempunyai berbagai arti:
Sama’ bisa berarti atmosfir.
Sama’ bisa berarti Tata Surya.
Sama’ bisa berarti semesta raya ini.
Sama’ bisa berarti angkasa/langit.
Kalau kita perhatikan dengan seksama maka: Surat Al-An’am (6) ayat 99, menyatakan bahwa hujan diturunkan dari sama’, maka dia pasti turun dari atmosfir. Karena tidak mungkin hujan itu turun dari stratosfir apalagi dari ionosfir.
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 29 dinyatakan bahwa Bumi ini banyak dengan istilah “Ardhu jami’an” (Bumi semuanya), sebab kalau Bumi hanya satu tidak mungkin dikatakan semuanya. Kemudian dinyatakan diselesaikan atas sama’ berarti Bumi yang jumlahnya banyak itu menjadi satu susunan sama’ yang mestilah satu Tata Surya, dengan keterangan ada tujuh Samawat (planet-planet) di atas Bumi ini. Maka sama’ pada ayat ini berarti adalah Tata Surya.
Surat An-Nahl (16) ayat 79 yang menyatakan benda yang melayang pada kekosongan angkasa berarti adalah seluruh benda-benda angkasa atau Tata Surya itu memang melayang yang diedarkan pada kekosongan angkasa berarti di semesta raya itu, maka sama’ disini adalah semesta raya. Surat Al-Furqon (25) ayat 25 menyatakan : “Pada hari terpecah sama’ dengan bencana besar, ….. maka sama’ pada Ayat tersebut tidak mungkin diartikan “langit” yang terpecah, tapi yang terpecah adalah Tata Surya itu. Yaitu pada saat terjadinya bencana besar (kehancuran total) maka seluruh Tata Surya itu akan terpecah susunannya, tidak beraturan karena adanya benturan dan goncangan yang sangat dahsyat waktu itu. Maka seluruh Tata Surya akan tidak berfungsi sebagaimana mestinya akibat adanya benturan dan goncangan tadi, semuanya menjadi kacau balau, terpecah dan tidak teratur.
Surat Fushilat (41) ayat 11 Allah menyelesaikan Sama’ yang berupa gumpalan api (dukhonun) waktu itu. Hal ini lebih jelas lagi bahwa langit tidak mungkin berupa gumpalan api, karena yang namanya gumpalan api pastilah benda kongkret. Maka dia adalah Tata Surya yang memang wajar pada putaran pertama berupa gumpalan api (2000 tahun pertama) dan kemudian mendingin setelah 4 hari atau 4000 tahun kemudian, setelah itu berfungsi sebagaimana mestinya, maka Tata Surya termasuk Bumi ini berproses selama 6 hari (fii sittati ayyam) (lihat petunjuk Allah pada surat Hud (11) ayat 7, dan surat As-Sajdah (32) ayat 4-5). Lalu kenapa Samawat diartikan planet-planet? Padahal Samawat adalah bentuk jamak dari sama’. Sudah dijelaskan didepan bahwa memang sama’ tidak selalu berarti langit, tetapi ternyata mempunyai beberapa arti. Tetapi Samawat memang seharusnya berarti planet-planet. Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat Ayat berikut ini:
*Surat At-Tholaaq (65) ayat 12
Allah yang menciptakan tujuh Samawat, dan dari Bumi ini permisalannya (persamaannya). Akan naik turun (simpang siur) urusan antara keduanya (Samawat dan Ardh) agar kamu ketahui bahwa Allah menentukan tiap sesuatu dan Allah sungguh menguasai ilmu tiap sesuatu.
Surat Al-Mu’minun (23) ayat 17
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami). Ayat tersebut sebenarnya cukup jelas bahwa Allah menciptakan Samawat, berarti yang diciptakan Allah adalah benda kongkrit. Sebagaimana tersebut di atas bahwa yang namanya langit itu tidak pernah diciptakan, tetapi jadi hanya sebagai akibat adanya benda-benda angkasa itu.
Kemudian pada ayat tersebut selanjutnya menjelaskan bahwa Samawat itu semisal atau sama dengan Bumi ini. Maka kini jelas bahwa yang semisal dengan Bumi pastilah bukan langit tetapi adalah planet-planet itu. Oleh karena itu maka pengertian Samawat adalah memang planet-planet dan bukan langit-langit (periksa kembali Surat/Ayat : 65/12). Selanjutnya diterangkan bahwa akan naik turun atau simpang siur antara Samawat dan Bumi, maksudnya adalah bahwa di masa mendatang setelah perkembangan Teknologi sudah mencapai puncaknya maka masyarakat yang ada di Samawat (planet-planet itu) akan berurusan dengan masyarakat yang ada di Bumi ini tentang berbagai hal, mungkin hubungan dagang, mungkin hubungan antar agama, mungkin juga perang. Selama ini hampir sebagian besar orang-orang Islam beranggapan bahwa Samawat memang artinya langit, sehingga Allah menciptakan langit itu berlapis tujuh. Namun kenyataannya bahwa langit lapis tujuh itu sampai saat ini tidak pernah diketemukan, dimanakah dia? Maka keterangan yang seperti itu menjadikan para ilmuwan Barat tidak akan bisa mempercayai, karena memang langit yang lapis tujuh itu tidak ada. Kalaupun dicari pasti tidak akan ketemu. Dikatakan berulang kali bahwa Al Qur’an itu diturunkan oleh Allah itu memang sengaja untuk memberikan petunjuk kepada manusia tentang berbagai persoalan, baik menyangkut masalah ibadah maupun tentang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Kalau ternyata ayat Al Qur’an tidak bisa dipahami menurut akal maupun ilmu pengetahuan dan misalnya langit itu belum diketemukan atau mungkin dianggap dirahasiakan Allah, untuk apa Al Qur’an itu diturunkan? Padahal sesungguhnya langit itu memang benar-benar awang-awang kosong dan Allah tidak pernah menciptakan langit tetapi yang diciptakan adalah benda kongkrit yang kemudian muncul akibat lain yang melengkapi ciptaan Allah itu, misalnya langit tadi. Karena itu yang dimaksud dengan jalan pada Surat/Ayat : 23/17 adalah “garis orbit” yang dilalui oleh Samawat atau planet-planet itu. Untuk melengkapi keterangan tersebut selanjutnya perhatikan petunjuk Allah berikut:
Surat Nuh (71) ayat 15-16
Tidakkah engkau perhatikan, betapa Allah menciptakan tujuh Samawat bertingkat-tingkat. Dan DIA jadikan Bulan-Bulan padanya ada cahaya, dan DIA jadikan Surya itu sebagai pelita. Surat An-Naba’ (78) ayat 12-13 Dan Kami bangun di atasmu tujuh (planet) yang kokoh. Dan kami jadikan pelita (Surya) sebagai pusat jatuh.
Kalau kita perhatikan pada Surat Nuh (71) ayat 15 dinyatakan bahwa Allah telah menciptakan tujuh Samawat itu bertingkat-tingkat. Memang keadaan planet-planet itu bertingkat-tingkat menurut garis orbitnya masing-masing. Kemudian pada ayat 16 dinyatakan DIA jadikan BULAN-BULAN padanya (fiihinna) berarti Bulannya banyak, padahal Bulan yang ada di Bumi ini hanyalah satu. Maka Bulan yang lain adalah Bulan dari masing-masing planet itu, karena tidak mungkin langit memiliki Bulan atau dikitari Bulan, karena itu yang dikitari Bulan pastilah planet-planet itu. Selanjutnya perhatikan pada Surat An-Naba’ (78) ayat 12 yang menyatakan bahwa Allah membangun di atas Bumi ini tujuh yang kokoh (kuat), maka dia adalah benda kongkrit, dan tidak mungkin Allah membangun langit dan juga tidak mungkin langit keadaannya kokoh (kuat) seperti Bumi atau planet-planet itu. Kemudian Ayat 13 dinyatakan bahwa pelita (Surya) itu sebagai pusat jatuh, artinya bahwa planet-planet itu beredar mengelilingi Surya atau pelita itu, karena itu tidak mungkin langit beredar mengelilingi bintang atau dalam Tata Surya kita ini adalah Surya maka dia adalah planet bukan langit. Sebenarnya sudah banyak hal yang ditunjukkan Allah kepada kita khususnya umat Islam dalam Kitab Suci Al Qur’an, namun karena kita kurang membuka hati dan menenangkan pikiran maka akibatnya kalau ada informasi yang tidak sama dengan pikirannya sendiri lantas dianggap salah. Sayangnya dalam menyalahkan itupun orang tidak mau peduli, tidak mau melihat dulu apakah benar hal itu salah. Bagaimana orang bisa menyalahkan kalau belum mengetahui keadaan yang sebenarnya? Padahal sesuatu yang tidak sama dengan yang sudah ada tidak selamanya mutlak salah. Maka dari itu marilah kita membuka hati dan menenangkan pikiran agar kita memperoleh pengertian yang sewajarnya dan tidak akan menyesal di kemudian hari. Sebenarnya banyak istilah “Samawat” yang memang berarti “planet-planet” bukanlah “langit-langit” sebab kalau Samawat diartikan langit akan sulit untuk dipahami (perhatikan ayat-ayat petunjuk Allah dalam Surat Ali-Imron (3) ayat 83, An-Nahl (16) ayat 49, Az-Zumar (39) ayat 68 dan masih banyak yang lainnya).
Surat Ali-Imron (3) ayat 83
Apakah selain Agama Allah yang mereka cari ? Padalah bagiNya telah Islam orang-orang di Samawat dan Bumi dengan patuh dan terpaksa. Dan kepada-Nya mereka dikembalikan.
Surat An-Nahl (16) ayat 49
Dan bagi Allah sujud apa-apa yang ada di Samawat dan apa-apa yang ada di Bumi dari Dabbah dan Malaikat dan mereka tidak menyombong.
Surat Az-Zumar (39) ayat 68
Dan ditiupkan pada SUUR, maka matilah orang-orang di Samawat dan orang-orang di Bumi kecuali yang dikehendaki Allah, kemudian ditiupkan padanya yang lain, dan ketika itu mereka berdiri menantikan.
Pada surat Ali-Imron (3) ayat 83 Allah telah menyatakan bahwa telah Islam orang-orang yang di Samawat dan orang-orang yang di Bumi dengan patuh dan terpaksa. Kalau Samawat diartikan dengan langit, maka bagaimana orang bisa hidup di langit, dimana kakinya harus berpijak untuk berjalan, maka Samawat mestilah planet-planet itu. Jika orang suka memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an secara cermat dan hati-hati, maka akan banyak ditemui Ayat yang menerangkan “Ardhu” yang didahului “Samawat”.
Oleh karena itu pastilah ada hubungan arti antara Samawat dan Bumi, maka tepatlah kalau Samawat itu adalah planet-planet yang semisal atau sama dengan Bumi sebagaimana dimaksudkan pada Surat At-Tholaaq (65) ayat 12
Dari keterangan beberapa ayat tersebut, maka diperoleh pengertian bahwa sesungguhnya memang benar bahwa Samawat itu adalah planet-planet dan bukan langit. Di planet-planet selain Bumi yang disebutkan Samawat tadi ternyata telah berkembang masyarakat manusia yang kondisinya sama dengan yang ada di Bumi sebagaimana yang diterangkan menurut Surat Ali-Imron (3) Ayat 83.
Jadi sudah cukup jelas Ayat-ayat tersebut, oleh karena itu apakah kita masih akan berdalih dan mendasarkan laporan dari ahli ruang angkasa dari Amerika?
Semua itu berpulang kepada hati nurani kita masing-masing, maka otak memang tugasnya suka berdalih, suka membantah, suka menyanggah, dan bersikap arogan. Tetapi hati nurani itu sebenarnya jernih dan lugu, mau menerima kebenaran. Karena itu bukalah hati nurani agar mau menerima kebenaran tanpa disanggah oleh pikirannya sendiri. Semua itu berpulang kepada hati nurani kita masing-masing.
DABBAH
Kalau kita memperhatikan pada terjemahan Al Qur’an bahwa “dabbah” diartikan “binatang melata”. Memang sepertinya banyak ayat-ayat Al Qur’an yang sulit diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan tepat benar. Terbukti banyak ayat-ayat yang dari masing-masing penterjemah memberikan arti yang berbeda satu sama lainnya. Hal demikian menandakan bahwa bahasa Al Qur’an memang tidak sama persis dengan bahasa Arab biasa. Al Qur’an merupakan wahyu sudah pasti punya gaya bahasa yang sangat khas dan punya nilai estetika yang tinggi pula. Seperti kita ketahui bahwa Al Qur’an merupakan petunjuk dan diberikan keterangan dari semua petunjuk itu. Padahal keterangan tentang petunjuk itu ada dalam Al Qur’an. Oleh karena itu kalau memang ada istilah atau kata-kata yang sulit dipahami menurut kaidah-kaidah bahasa Arab, maka sebaiknya dicari keterangannya yaitu Ayat lain yang berhubungan dengan istilah yang sama yang saling menerangkan, maka disana akan ketemu persoalan yang dicari atau yang ditanyakan.
Kalau diperhatikan dengan teliti bahwa sesungguhnya dabbah itu bukan hanya binatang melata, tetapi termasuk di dalamnya binatang yang berkaki bahkan termasuk juga manusia. Untuk mendapatkan pengertian dabbah yang sebenarnya, perlu dihubungkan beberapa ayat dalam Al Qur’an yang mengandung dabbah, maka dia akan saling menerangkan tentang pengertian dabbah itu sendiri secara jelas. Kalau pemahaman tentang sesuatu hanya dengan satu ayat terpisah, maka pengertiannya tidak bisa utuh, karena jarang Al Qur’an menerangkan sesuatu hanya dengan satu ayat yang berdiri sendiri, tetapi harus dihubungkan dengan ayat lain yang berhubungan.
Memang ada juga ayat yang sudah jelas tanpa penjelasan misalnya ayat-ayat muhkamat, namun biasanya hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau ayat mutasabihat harus merangkaikan beberapa ayat yang saling menerangkan. Sebagai bahan kajian tentang dabbah maka perhatikan petunjuk Allah berikut:
Surat As-Syuuro (42) ayat 29 oleh Departemen Agama Pelita III/81-82:
Dan diantara Ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan)Nya ialah menciptakan langit dan Bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang DIA sebarkan pada keduanya. Dan DIA maha kuasa mengumpulkan apabila dikehendakiNYA.
Dalam Ayat tersebut yang diterjemahkan “makhluk-makhluk yang melata” adalah Ayat aslinya berbunyi “dabbah”. Sementara yang lainnya diartikan “binatang melata”.
Perhatikan Terjemahan pada Ayat yang sama yaitu (Proff. H. Mahmud Yunus, penerbit PT. Al Ma‘Arif Bandung):
Diantara ayat-ayat (tanda-tanda) Allah, ialah kejadian langit dan Bumi dan apa-apa yang bertebaran pada keduanya diantara binatang-binatang (apa-apa yang melata di muka Bumi). DIA maha kuasa menghimpunkan mereka bila dikehendaki-Nya.
Jadi istilah dabbah diartikan binatang melata. Tapi perlu diketahui bahwa kalau binatang melata bisa hidup di Samawat itu, maka manusiapun seharusnya juga bisa hidup.
Berdasarkan pengkajian sebaiknya Ayat tersebut berarti: Dan dari Ayat-ayatNya ialah penciptaan Samawat (planet-planet) dan Bumi, serta yang DIA kembang biakkan pada keduanya (Samawat dan Bumi) dari dabbah (makhluk berjiwa) dan DIA atas pengumpulan ketika DIA kehendaki adalah menentukan.
Kalau orang mau memperhatikan dengan teliti, maka sesungguhnya dabbah itu bukan hanya binatang melata saja, tetapi termasuk binatang lain yang tidak melata yaitu yang berkaki termasuk di dalamnya adalah manusia. Oleh karena itu yang ditebarkan atau dikembangkanbiakkan di Samawat (planet-planet) dan di Bumi ini terdiri makhluk yang berjiwa termasuk di dalamnya manusia itu sendiri. Dengan demikian maka jelas bahwa di planet-planet itu pun telah berkembang masyarakat manusia seperti halnya yang ada di Bumi ini. Berikut ini Ayat yang menjelaskan tentang pengertian “dabbah”.
Surat An-Nuur (24) ayat 45
Allah menciptakan setiap dabbah dari Alma’i. Diantara mereka (dabbah) itu ada yang berjalan atas perutnya, dan diantara mereka ada yang berjalan atas dua kaki, dan diantara mereka ada yang berjalan atas empat kaki. Allah menciptakan yang DIA kehendaki dan sesungguhnya Allah menentukan atas tiap sesuatu.
Surat Al-Anfal (8) ayat 22
Bahwa sejahat-jahat dabbah pada Allah adalah orang-orang pekak dan tuli dan mereka tidak berpikir.
Surat Al-Anfal (8) ayat 55
Bahwa sejahat-jahat dabbah pada Allah adalah orang-orang kafir dan mereka tidak beriman.
Kalau kita perhatikan surat An-Nuur (24) ayat 45, cukup jelas dan tegas bahwa diantara dabbah itu ada yang berjalan atas perutnya (ular, buaya, cecak, kadal dan lain-lain), dan diantara dabbah itu juga ada yang berjalan atas dua kaki (ayam, bebek, MANUSIA dan lain-lain) dan ada pula yang berjalan dengan empat kaki (kerbau, sapi, kambing, unta dan lain-lain). Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan dabbah bukanlah hanya binatang melata, tetapi termasuk manusia dan binatang berkaki lainnya.
Pada Surat Al-Anfal (8) ayat 22 dan 55, menyatakan bahwa sejahat-jahat dabbah menurut pandangan Allah adalah orang-orang pekak, kafir, tidak berpikir dan tidak beriman. Jelas yang dimaksud disini adalah manusia, bukan binatang melata, karena memang semua binatang melata tidak bisa berpikir apalagi beriman. Inilah yang dimaksud dengan pemahaman tentang suatu istilah dalam ayat Al Qur’an. Kalau dalam memahami istilah dalam ayat kurang tepat apalagi kalau salah, maka arti dan kedengarannya pun janggal, tidak ratio, tidak bisa dimengerti oleh semua orang, akibatnya sasaran yang dimaksudkan pun tidak tepat. Jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dabbah adalah makhluk berjiwa (makhluk bernyawa) termasuk MANUSIA. Dengan begitu didapatkan kunci dan petunjuk yang diperoleh dari pengertian beberapa ayat yang saling menjelaskan bahwa di planet lain selain Bumi ini juga bermasyarakat manusia dan juga berkembang biak berbagai binatang termasuk juga binatang melata tadi.
Jika sekiranya yang dimaksud “dabbah” itu adalah binatang melata, dan bisa hidup di planet (Samawat) itu, maka mestinya makhluk lain termasuk manusia juga bisa hidup disana, karena mereka sama-sama bernapas dengan paru-paru, yang berarti disana ada oksigen untuk bernapas binatang melata itu.
Akan tetapi kalau istilah “dabbah” itu diartikan binatang melata, maka berarti bertentangan dengan maksud petunjuk Allah pada surat Al-Anfal (8) ayat 22 dan 55 serta surat An-Nuur (24) ayat 25. Maka dari itu dabbah bukanlah hanya binatang melata tapi termasuk juga manusia. Kemudian timbul pertanyaan, apakah manusianya juga sama dengan manusia yang ada di Bumi ini? Jawabnya adalah: sama, dan memang benar sama. Coba perhatikan semua manusia yang ada di muka Bumi ini apakah yang ada di Amerika, Arab Saudi, Jepang, Inggris di Indonesia semuanya mempunyai naluri yang sama. Hanya saja berbeda bahasa, warna kulit, adat istiadat dan yang lainnya karena sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang memang juga berbeda, misalnya faktor iklim, lingkungan dan sebagainya tetapi pada dasarnya mereka mempunyai naluri yang sama dengan kita yang di Indonesia.
Selama ini orang-orang Barat membuat imajinasi bahwa seolah-olah manusia dari planet lain itu seram, menakutkan dan mengerikan, padahal semua itu hanyalah dugaan tanpa menggunakan dalil dan petunjuk. Jika orang sudi memperhatikan ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan sejarah manusia, maka akan diketahuilah bahwa manusia di planet lain itu sama dengan kita ini. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, bahasa dan warna kulit, ada yang Islam ada yang kafir, ada yang baik ada pula yang jahat, ada yang pintar ada pula yang bodoh, karena mereka semua adalah berasal dari diri yang satu yang merupakan satu garis keturunan dengan semua manusia yang ada di wilayah Tata Surya kita ini. Sementara orang boleh saja tidak percaya, tetapi Al Qur’an datang dari Allah pasti benar 100 persen. Jika orang masih juga ngotot bahwa dalam penganalisaan ini tidak benar, maka silahkan diadakan koreksi agar dengan begitu persoalannya menjadi jelas.
Memang selama ini orang beranggapan bahwa kehidupan manusia itu hanyalah di Bumi ini saja, padahal sebenarnya Bumi ini hanyalah sebuah planet kecil jika dibandingkan dengan Yupiter yang besarnya 318 kali besar Bumi ini, untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau dibiarkan kosong tanpa penghuni? Kalau diperhatikan dengan cermat, Al Qur’an menyatakan bahwa Bumi itu banyak dan Bumi ini juga disebut planet. Perhatikan petunjuk Allah berikut ini:
Surat Az-Zumaar (39) ayat 67 :
Dan mereka tidak menentukan (tentang Hukum) Allah dengan ketentuan yang haq (logis), sedangkan Bumi-Bumi semuanya adalah pemadatannya pada hari kiamat. Dan Samawat (planet-planet) itu berputar dengan tata hukumNya. Maha suci DIA dan Maha Tinggi tentang apa yang mereka sekutukan. Dari keterangan ayat tersebut sangatlah jelas bahwa Bumi ini banyak (Ardhu Jami’an) berarti dia lebih dari satu sehingga benarlah bahwa keadaan planet-planet itu sama dengan Bumi ini (lihat Surat At-Tholaaq (65) ayat 12 dan Al-Baqoroh (2) ayat 29). Sebagai pembanding perhatikan ayat berikut ini:
Surat Al-Hadiid (57) ayat 21 :
Berlombalah kepada ampunan Tuhanmu, dan sorga seluas BUMI ANGKASA dan BUMI ini disediakan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya. Itulah karunia yang diberikan kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah memiliki karunia yang besar. Ayat tersebut menerangkan adanya Bumi angkasa, maka dia adalah planet-planet itu yang keadaannya disamakan dengan keadaan Bumi ini. Itulah penjelasan Al Qur’an yang membutuhkan pemikiran secara cermat dan hati-hati untuk mendapatkan pengertian yang sewajarnya serta sejalan dengan keadaan yang berlaku di alam sekitar kita. Dengan begitu hendaklah orang lebih giat mengadakan pengkajian yang sebenarnya, bukan membaca secara tradisional tanpa mengetahui arti yang dibaca sehingga orang hanya dibius dan dipesona dengan iming-iming PAHALA tanpa mengetahui apa sebenarnya pahala yang dimaksud itu.
Coba perhatikan dengan kepala dingin dan hati yang jernih, pada beberapa ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang Surga. Dinyatakan bahwa surga itu luasnya sama dengan luasnya Bumi angkasa dan Bumi ini, sedangkan semua surga itu diciptakan Allah pastilah untuk ditempati atau disediakan bagi orang-orang Muttaqin (perhatikan Surat Al-Hadid (57) ayat 21 di atas tadi). Selanjutnya perhatikanlah Ayat berikut ini dengan teliti:
Surat Ali-Imron (3) ayat 133
Bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan Sorga seluas Samawat (planet-planet) dan Bumi ini, disediakan untuk orang-orang Muttaqin. Allah menyatakan bahwa Surga itu luasnya sama dengan Samawat dan Bumi ini. Jika sekiranya masyarakat manusia itu hanya ada di Bumi ini saja, lantas siapa yang akan menempati surga yang luas sama dengan Samawat tadi, untuk apa Allah menciptakan semuanya itu? Perlu diketahui bahwa di semesta raya ini jumlah Samawat itu milyaran dan tidak bisa dihitung. Setiap bintang itu adalah satu SOLAR SISTEM yang masing-masing bintang itu dikitari oleh planet-planet seperti halnya Surya kita yang juga dikitari oleh planet-planet, dengan istilah Samawat. Padahal semuanya itu nantinya merupakan jumlah dan ukuran sorga di Akhirat, sedangkan kita ini berada pada bagian dari Solar System tadi yaitu Bumi, sedangkan Tata Surya kita ini hanyalah bagian kecil dari Bima Sakti dengan istilah gugus Bima sakti. Kalau kita memperhatikan susunan Tata Surya kita yang planetnya sebenarnya ada 10 planet, tapi baru 9 yang diketahui oleh manusia Bumi. Itu semua pertanda bahwa sebenarnya kita ini belum apa-apa jika dipandang dari segi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ada dua planet yang lebih besar dari Bumi yang kita diami ini yaitu yang ada di atas Mars, orang menamakan Yupiter dan Saturnus. Menurut penelitian para ahli atronomi bahwa Yupiter itu besarnya sama dengan 318 kali besar Bumi dan Saturnus 95 kali besar Bumi kita ini. Dinyatakan juga bahwa Yupiter memiliki Bulan jumlahnya 12, dan Saturnus ada 9 buah. Dengan begitu sudah bisa dibayangkan bahwa keberadaan kedua planet itu sama dengan Bumi ini hanya dia lebih besar. Maka wajarlah kalau Bulan yang bertindak sebagai satelitnya jumlahnya banyak, sebab kalau Bulannya hanya satu mungkin tidak akan mencukupi wilayah yang sangat luas itu. Lalu untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau sekiranya disana tidak ada penghuninya dan dibiarkan kosong? Rasanya sangat janggal dan tidak logis. Lagi pula bahwa surga di Akhirat nanti merupakan penyempurnaan dan jumlahnya sama dengan semua planet yang ada di dunia atau di semesta raya ini. Maka benarlah pernyataan Al Qur’an kalau di setiap planet itu berpenduduk manusia seperti halnya di planet Bumi ini. Demikian itu adalah petunjuk Allah yang ada dalam Kitab Suci Al Qur’an dan memang sejalan dengan Ilmu Pengetahuan serta cocok dengan keadaan yang berlaku dan pemikiran secara wajar. Apakah dengan penjelasan yang logis seperti itu orang masih akan berusaha menolak dan menyanggah, maka semua itu kembali kepada hati kita masing-masing. Kalau orang meyakini bahwa Al Qur’an itu merupakan petunjuk hidup bagi manusia baik tentang hukum maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, seharusnya kalau kita mendapatkan informasi tentang Al Quran mengenai sesuatu yang dianggap tidak sama dengan pemahaman yang selama ini kita peroleh, justru merupakan bahan pemikiran baru agar kita meneliti lebih jauh lagi agar memperoleh pengertian yang sebenarnya, dengan begitu kita akan senantiasa maju dan berkembang. Kenapa planet-planet itu disebut “Samawat” karena memang dia posisinya selalu kelihatan diatas dipandang dari manapun. Dan planet-planet yang menjadi “langit”nya Bumi Al Qur’an menyatakan ada 7 (tujuh). Planet yang berada di atas orbit Bumi mestinya ada 7 (tujuh) yaitu: Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Sampai di Pluto baru ada 6 planet di atas Bumi maka mestinya masih ada satu lagi tetapi sarjana Bumi belum menemukan. (lihat Surat At-Tholaaq (65) Ayat 12). Untuk memperjelas dan memantapkan pengertian, maka perhatikan ayat berikut:
Surat Al-Mu’minun (23) ayat 17
Dan sungguh telah Kami Ciptakan diatas kamu (diatas Bumi) tujuh (7) jalan, dan tidaklah kami lengah tentang ciptaan-Ku itu. Ayat ini memperkuat keterangan Surat At-Tholaaq (65) Ayat 12 yang menyatakan bahwa diatas Bumi ini Allah menciptakan tujuh jalan, artinya jalan di ruang angkasa yang terletak di atas Bumi pastilah di wilayah Tata Surya kita juga, karena yang diberi petunjuk itu adalah manusia Bumi.
Maka jalan yang dimaksud adalah “GARIS ORBIT” yaitu jalan yang dilalui oleh Samawat yang jumlahnya juga ada tujuh. Semakin jelas bukan, bahwa memang benar Samawat itu adalah planet-planet yang jumlahnya di atas Bumi ada tujuh. Maka oleh sebab itu pastilah diatas Pluto masih ada satu dan kita sudah diberi tahu tinggal mencari dan meneliti. (Tim astronomi dari Amerika mengumumkan baru saja memastikan menemukan planet ke-10 yang sementara diberi nama planet Xena. Planet itu di atas Pluto dan lebih besar dari Yupiter. Planet yang baru diketahui yang masuk dalam sistem tata surya matahari itu jarak dari Pluto yaitu 3 kali jarak matahari ke Pluto). Berdasarkan penelitian dan analisa bahwa planet yang ke 7 di atas Bumi adalah yang menurut Al Qur’an dinamakan dengan “SIDRATUL MUNTAHA”. Itulah kiranya planet sangat besar yang berada di urutan ketujuh di atas Bumi. Maka kini lengkaplah bahwa planet yang menjadi langitnya Bumi ada tujuh. Sedangkan Venus dan Mercury bukanlah merupakan langitnya Bumi karena dia berada di bawah orbit Bumi. Perhatikan Surat Thohaa (20) ayat 6) berikut ini:
Kepunyaan-Nya apa-apa yang ada di Samawat dan apa-apa yang ada di Bumi dan apa yang diantara keduanya dan apa-apa yang ada di bawah Bumi (dibawah orbit Bumi)Berikut ini beberapa ayat Al Qur’an sebagai bahan penganalisaan bahwa di setiap planet berpenduduk manusia seperti halnya di Bumi ini:
Surat Al-Isro’ (17) ayat 55
Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang diSamawat dan di Bumi, dan sungguh Kami kurniakan setengah Nabi atas setengahnya, maka Kami datangkan zabur kepada Daud.
Surat Al-A’roof (7) ayat 185
Tidakkah mereka perhatikan kerajaan di Samawat dan di Bumi serta tiap sesuatu ciptaan Allah? Mungkin telah dekat ajal (waktu) atas mereka, maka dengan Hadis mana lagi sesudahnya (AlQur’an) mereka akan beriman?
Dari Ayat tersebut dapat dipahami bahwa baik di Samawat maupun di Bumi juga diutus Nabi-Nabi yang menyampaikan wahyu Allah untuk masyarakat manusia. Karena Nabi itu diutus oleh Allah yang SATU, maka sudah pasti ajaran yang disampaikan sama, hanya mungkin saja berbeda dalam bahasanya sesuai dengan masing-masing kaumnya. Kemudian dijelaskan bahwa baik di Samawat maupun di Bumi ada kerajaan, maka pastilah rajanya adalah manusia, karena tidak mungkin binatang melata itu ada rajanya dan diutus para Nabi. Semakin jelas bukan? Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut ini dengan cermat:
Surat As-Syuura (42) ayat 12
KepunyaanNya perbendaharaan Samawat dan Bumi, DIA lapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki dan menyempitkannya. Bahwa DIA mengetahui atas tiap sesuatu.
Surat Saba’ (34) ayat 22
Katakan: panggilah yang kamu katakan Tuhan selain Allah, mereka tidak memiliki seberat zaroh (atom) di Samawat dan Bumi dan tiada sekutu bagi mereka pada keduanya (Samawat dan Ardh) dan tidak pula penolong selain DIA.
Surat An-Naml (27) ayat 25
Apakah tidak sujud kepada Allah yang mengeluarkan rahasia Samawat dan Bumi serta mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.
Dari Ayat-ayat tersebut juga bisa dipahami bahwa Allah memberikan rizqi kepada yang di Samawat dan Bumi ini terhadap semua makhluk-Nya yang terdiri dari binatang dari berbagai jenis dan juga manusia yang ada disana. Lebih jelas lagi pada surat Saba’ (34) ayat 22 dikatakan “tidak ada sekutu bagi mereka pada Samawat dan Bumi”, padahal yang biasanya menyekutukan Allah itu adalah manusia dan tidak mungkin binatang melata.
Di samping itu dikatakan pula bahwa baik yang di Samawat maupun yang di Bumi ini banyak yang patuh kepada Allah ditandai adanya “sujud kepada Allah” maka sudah bisa dipastikan bahwa yang sujud kepada Allah di Samawat itu pastilah manusia seperti halnya kita ini.
Maka tidak diragukan lagi bahwa memang benar pada setiap Samawat (planet-planet) itu telah berkembang masyarakat manusia dan juga berbagai binatang dari berbagai jenis. Dengan keterangan demikian orang masih juga akan berusaha untuk mengelak dengan mengatakan bahwa katanya yang sujud itu bukannya manusia tapi para Malaikat, karena kata mereka ayat yang berbunyi “MAN” itu belum tentu berarti “MANUSIA”. Baiklah memang untuk menundukkan OTAK di kepala yang memang suka bersikap “ANGKUH” itu haruslah dengan menjernihkan “HATI NURANI”, maka perhatikan ayat berikut ini:
Surat As-Syuura (42) ayat 11
Yang menyusun Samawat dan Bumi, DIA jadikan bagimu atas dirimu pasangan (jodoh) begitupun pasangan dari binatang ternak, sehingga kamu menjadi ramai. Tidak satupun yang menyerupaiNYA. DIA Maha mendengar dan melihat.
Surat An-Nahl (16) ayat 49
Dan bagi Allah Sujud apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi dari dabbah dan Malaikat dan mereka tidak menyombongkan (diri).
Ayat-ayat tersebut dapatlah dipahami sebagai berikut: 1 Allah yang menyusun (menciptakan) Samawat dan Bumi, dan keadaan di Samawat itu juga terjadi perkembangbiakan baik binatang ternak maupun manusia, sehingga keadaan di sana menjadi ramai karena mestinya jumlah penduduknya semakin lama semakin banyak.2 Diantara masyarakat manusianya yang ada di sana juga melakukan sujud kepada Allah dalam arti Shalat dalam rangka melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang ada di Bumi ini. Dari Surat An-Nahl (16) ayat 49 itu dibedakan antara dabbah dan Malaikat, padahal pengertian dabbah itu termasuk di dalamnya adalah manusia.3 Maka tidak ada alasan bahwa yang sujud disana hanyalah Malaikat tetapi juga termasuk di dalamnya adalah manusia. Lagi pula apakah Malaikat itu harus berpasang-pasangan sebagaimana yang dimaksud pada Surat As-Syuura (42) ayat 11 tadi. Maka yang berpasangan (jodoh) dan kemudian menjadi banyak adalah manusia dan binatang-binatang.
Selanjutnya perhatikan analisa Ayat berikut ini:
Surat Ali-Imron (3) ayat 190
Sesungguhnya pada penciptaan Samawat dan Bumi serta pergantian siang dan malam merupakan pertanda bagi ulul albab (para peneliti/ahli pikir).
Surat Ruum (30) ayat 22
Dan dari ayat-ayatNYA penciptaan Samawat dan Bumi serta perbedaan lidahmu (bahasamu) dan warnamu, bahwa pada yang demikian adalah ayat bagi orang-orang yang ingin tahu.
Surat Al-Ma’aarij (70) ayat 40
Maka janganlah AKU bersumpah dengan Tuhan timur-timur dan barat-barat, bahwa Kami adalah menentukan.
Perhatikanlah bahwa di Samawat yang diciptakan Allah itu juga terjadi adanya pergantian siang dan malam seperti halnya di Bumi ini. Di sana juga manusianya terdiri dari bermacam-macam bahasa serta perbedaan warna kulitnya, sebagaimana yang kita saksikan di muka Bumi ini, ada yang berkulit putih, ada yang sawo matang, ada yang hitam dan lain-lain.
Istilah timur-timur dan barat-barat menandakan bahwa timur dan baratnya itu banyak (tidak hanya satu), maka disetiap Samawat itu juga ada timur dan baratnya, seperti juga yang ada di Bumi ini. dan semua timur dan barat yang ada di sana itu juga merupakan daerah kekuasaan Allah yang satu. Arah timur dan barat itu ada karena adanya kutub utara dan selatan, yang kemudian berbentuk globe seperti Bumi ini, maka kemudian timbulah suatu arah yang orang mengatakan timur dan barat itu.
Kalau sekiranya Samawat itu diartikan langit, maka orang akan kesulitan bahkan tidak mungkin bisa menentukan arah yang dinamakan dengan timur atau barat itu. Itulah makna Al Qur’an sebagai petunjuk bagi semua manusia yang suka memikirkan. Dalam keterangan ini juga merupakan pemahaman tentang istilah dalam Ayat yang harus dipahami berdasarkan pemikiran secara wajar sehingga bisa dimengerti oleh semua pihak dan sejalan dengan keadaan yang berlaku di jagad raya ini.
Kalau setiap keterangan tidak bisa dipahami menurut akal sehat, maka siapapun akan selalu bertanya-tanya, bahkan selalu dibayangi keraguan, akibatnya muncul sikap masa bodoh dan tidak ada kepastian. Hal demikian terjadi karena hampir sebagian besar orang-orang Islam kurang serius dalam menganalisa dan mendalami Al Qur’an, bahkan cenderung monotone secara tradisional secara turun temurun dengan doktrin yang mematikan kreatifitas. Orang lebih suka mengikuti apa yang sudah ada tanpa ada keberanian untuk melakukan pendalaman dan pengkajian secara teliti, walaupun pengertian yang di dapat selama ini banyak yang bertentangan dengan alam pikirannya sendiri. Ironisnya para Sarjana kita pun masih banyak yang mengikuti cara-cara seperti itu, walaupun tidak semuanya. Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut:
Surat Luqman (31) ayat 10 dan 20
10) DIA ciptakan Samawat (planet-planet) tanpa tiang seperti yang kamu lihat, dan DIA tempatkan di Bumi rawasia untuk memberi kekuatan padamu, dan DIA kembang biakkan padanya dari dabbah dan Kami turunkan air dari angkasa lalu Kami tumbuhkan padanya dari setiap pasangan yang mulia. 20) Tidakkah kamu perhatikan bahwa Allah mengedarkan untukmu apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi serta mencukupkan atasmu nikmat-NYA lahir batin? Dan dari manusia itu ada yang menyanggah Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa Kitab yang menerangkan.
Surat Saba’ (34) ayat 24
Katakanlah : Siapakah yang memberi rezki padamu di Samawat dan Bumi? Katakanlah: ALLAH, Kamikah atau kamukah atas petunjuk atau pada kesesatan nyata.
Surat Al-Jatsiyah (45) ayat 13
Dan DIA edarkan bagimu apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi semuanya dari-NYA. Bahwa yang demikian adalah Ayat bagi kaum yang berpikir.
Surat Ali-Imron (3) ayat 83
Apakah selain agama Allah yang mereka cari? Padahal bagiNYA telah Islam orang-orang yang di Samawat dan di Bumi dengan patuh dan terpaksa, dan kepadaNYA mereka akan dikembalikan.
Surat Yusuf (12) ayat 105
Banyak diantara Ayat-ayat di Samawat dan di Bumi mereka melewatinya dan berpaling padanya.
Surat Ad-Dukhaan (44) ayat 38
Tidaklah Kami ciptakan Samawat dan Bumi serta diantaranya dengan main-main. Tidaklah Kami ciptakan semua itu kecuali secara haq tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Surat Jaatsiyah (45) ayat 22
Dan Allah menciptakan Samawat dan Bumi secara haq agar dibalas setiap diri menurut usahanya dan mereka tidak didzalimi.
Kalau diperhatikan dengan cermat Ayat-ayat tersebut maka dapat dipahami sebagai berikut:
Bahwa Planet-planet maupun Bumi sebenarnya melayang di angkasa mengitari Surya, tanpa tiang dan tanpa ikatan yang bisa dilihat langsung oleh mata setiap orang. Coba perhatikan pada malam hari, maka anda akan melihat planet-planet itu memang benar-benar melayang tanpa ikatan, namun diterangkan bahwa pada setiap planet itu ditempatkan rawasia (proton) untuk memberikan kekuatan padanya. Kalau planet-planet itu tanpa rawasia maka dia akan melayang tanpa tujuan entah kemana. (lihat Surat Luqman (31) ayat 10).
Bahwa di planet-planet itu juga telah berkembang berbagai makhluk yang terdiri dari bermacam-macam makhluk bernyawa seperti binatang dan manusia yang diistilahkan “dabbah”.
Diantara manusia itu ada yang suka menyanggah dan membantah keterangan Allah, tanpa dasar ilmu dan tanpa petunjuk tetapi hanya atas dasar katanya si Anu dan lain-lain (Surat Luqman (31) ayat 20).
Di sana juga diturunkan hujan sehingga menimbulkan banyak berbagai tetumbuhan dari berbagai macam untuk kebutuhan hidup bagi manusia dan makhluk lainnya di planet itu.
Semua makhluk yang ada di sana juga diberikan rezki atas ketentuan Allah. Dan diantara manusia yang ada disana ada juga yang sadar akan hukum Allah tapi ada juga yang sesat seperti halnya yang ada di Bumi (Surat Saba’ (34) ayat 24).
Di antara manusia yang ada disana ada yang Islam secara taat, ada juga yang Islam terpaksa (tidak sungguh-sungguh) (Surat Ali-Imron (3) ayat 83).
Banyak disampaikan Ayat-ayat Allah sebagai peringatan bagi manusianya, tetapi nyatanya juga banyak yang lewat dan berpaling menolak. (Surat Yusuf (12) ayat 105).
Allah menciptakan itu bukanlah untuk main-main tetapi sengaja diciptakan memang untuk ditempati manusia dan juga merupakan ujian tentang baik dan buruk untuk nanti di balas di Akhirat (Surat Ad-Dukhaan (44) ayat 38 dan Surat Jaatsiyah (45) ayat 22).
Maka cukup jelas bahwa ternyata memang di setiap planet itu telah berkembang dari masyarakat manusia seperti yang ada di Bumi ini dengan naluri yang sama, sikap dan perilaku yang sama pula hanya saja berbeda bahasa dan warna kulit.
Kalau sekiranya manusia itu teliti dan memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an dalam penganalisaan, maka akan diperoleh keterangan dan petunjuk bahwa nantinya manusia itu akan mampu menjelajah antara planet asal saja mereka mampu menciptakan atau mewujudkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ruang angkasa yang dalam Al Qur’an disebut “SULTHON” atau “DAYA” yang mestinya berupa pesawat ruang angkasa berupa “PIRING TERBANG” yang anti gravitasi, perhatikan Ayat berikut:
Surat Ar-Rohmaan (55) ayat 33
Wahai masyarakat jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi daerah Samawat dan Bumi (ruang angkasa) maka lintasilah. Tidaklah kamu bisa melintasi kecuali dengan sulthon (daya – IPTEK). Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa nantinya jin maupun manusia akan mampu melintasi ruang angkasa dalam arti mampu menjelajah antar planet ketika dia sudah mampu menciptakan sulthon yaitu daya atau kekuatan yang berupa pesawat ruang angkasa (mestinya sejenis Piring Terbang, karena dengan bentuk seperti cakram akan bergerak ke segala arah dengan cepat. Bentuk itu mirip dengan bentuk galaksi).
Dengan penjelajahan antar planet demikian akan diketahui bahwa ternyata disana juga berpenduduk manusia sebagaimana yang ada di Bumi ini. Jika hal itu telah dibuktikan berarti orang mau tidak mau harus mengakui akan kebenaran Al Qur’an. Kalau sekarang ini orang baru mempercayai, tapi nantinya akan meyakini. Maka dengan begitu juga akan muncul teori-teori baru dan bahkan mungkin akan menggagalkan teori lama yang semula sudah dianggap benar, karena sudah tidak cocok lagi dengan kenyataan yang ada.
Sekarang ini manusia Bumi baru bisa mendarat di Bulan dan ada yang mendarat di Planet Mars tetapi tanpa awak. Tunggulah perkembangan berikutnya kalau memang anda tidak percaya dengan informasi dari Ayat Al Qur’an.
Drs. MINARDI MURSYIDKaranganyar, Muharam 1423 HYayasan Tauhid IndonesiaJl. Tentara Pelajar No.9Telp. 0271-610234Karanganyar – Surakarta, Jawa Tengah
Allah
menciptakan manusia sudah dilengkapi dengan Petunjuk-Nya, sehingga
manusia tidak perlu repot-repot mencari atau menyusun Hukum dalam
menjalani hidupnya, bahkan tinggal meneliti dan mempelajari Petunjuk
Allah untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan Hukum
Allah itu menerangkan hal-hal yang berlaku sampai nanti kehidupan di
Akhirat.
Dalam era globalisasi dan informasi sudah saatnya bagi umat Islam untuk berpikir kritis dan dinamis demi kemajuan Islam. Hal yang perlu dipahami bahwa sesungguhnya Al Qur’an bukan hanya menerangkan ibadah saja, tetapi lebih jauh dia juga menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu tingkat tinggi yang justru lebih lengkap dan sempurna. Akan tetapi selama ini yang dipelajari para ilmuwan Muslim baru sebatas hal yang berkaitan dengan ibadah, dikiranya Al Qur’an tidak mampu menerangkan hal-hal berkaitan dengan segala yang ada di semesta. Padahal kalau Al Qur’an dipahami dengan sungguh-sungguh maka akan muncul Sarjana-sarjana Al Qur’an dari berbagai disiplin ilmu yang berkualitas tinggi dan handal. Dengan begitu Ilmu Pengetahuan akan maju pesat sejalan dengan tingkat kemampuan dalam pemahaman Al Qur’an oleh para pemeluk Islam atau para Ilmuwan itu sendiri.
Kenapa demikian? Karena proses dan langkah yang dilakukan oleh orang yang memahami Al Qur’an akan berbeda dengan yang tidak memahami. Setiap orang Islam yang memahami Al Qur’an dalam melakukan penelitian tentang apapun senantiasa mendasarkan Petunjuk Allah dalam Al Qur’an, sehingga semuanya akan berjalan dengan kepastian dan tidak meraba-raba. Sementara orang yang tidak mengenal Al Qur’an akan berjalan dengan mencari-cari dan meraba-raba walaupun akhirnya diantara mereka juga ada yang menemukan tapi prosesnya sangat panjang dan cukup lama.
Al Qur’an merupakan wahyu dari Allah yang sengaja diturunkan sebagai petunjuk bagi semua manusia sampai akhir zaman. Petunjuk itu meliputi ibadah, muamalah dan juga tentang berbagai Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi tingkat tinggi termasuk didalamnya tentang ruang angkasa. Namun pada umumnya manusia kurang mengerti makna dari petunjuk itu, sehingga mereka memahami dengan cara-cara tradisional dengan melakukan upacara-upacara tertentu secara turun temurun, secara hafalan tanpa mengetahui apa yang mereka hafal itu. Cara seperti itu berjalan sangat lamban tanpa perkembangan bahkan cenderung mundur. Hal seperti itu sudah berjalan cukup panjang selama ratusan atau mungkin sudah ribuan tahun, karena memang Al Qur’an diturunkan hampir 1.500 tahun yang lalu.
Sebagai bahan pemikiran maka perhatikan petunjuk Allah SWT berikut ini:
Surat Al-Maidah (5) ayat 3:
Hari ini kami sempurnakan bagimu agamamu dan Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu dan Aku ridho Islam menjadi agamamu…..
Surat Al-An’am (6) ayat 115
Dan selesailah (sempurnalah) Kalimat Tuhanmu dengan benar dan adil, tiada perubahan bagi Kalimat-Nya. Dia mendengar mengetahui.
Surat Ar-Rum (30) ayat 30
Dirikanlah wajahmu untuk agama itu sempurnanya, fitrah Allah yang memfitrahkan manusia atasnya, tiada perubahan bagi ciptaan Allah, itulah agama yang kokoh (tegak). Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Surat At-Taubah (9) ayat 32
Mereka ingin memadamkan Nur (petunjuk) Allah dengan mulut mereka dan Allah menolak kecuali menyelesaikan petunjuk-Nya, walaupun orang-orang kafir merasa benci.
Surat An-Nahl (16) ayat 89
Pada hari Kami bangkitkan pada setiap umat, pemberi bukti atas mereka dari diri mereka, dan Kami datangkan kamu pemberi bukti atas orang-orang itu. Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al Qur’an) yang menerangkan atas tiap sesuatu serta petunjuk dan rahmat dan kegembiraan bagi Muslimin.
Dari ayat-ayat tersebut diatas dapatlah dipahami bahwa sesungguhnya Al Qur’an itu telah lengkap, sempurna, benar dan adil tidak ada perubahan sepanjang masa serta menerangkan semua persoalan yang ada di semesta raya ini. Namun kebanyakan manusia belum sepenuhnya mengakui dan meyakini atas kebenaran Al Qur’an, karena minimnya informasi yang diperoleh dari Ayat-ayat Al Qur’an. Sebagian dari umat Islam sendiri masih berpendapat bahwa Al Qur’an belum lengkap karena masih bersifat global, padahal Al Qur’an sendiri menyatakan lengkap sempurna.
Jika orang diberi informasi tentang Al Qur’an umumnya mereka menolak dengan alasan yang tidak logis. Seharusnya kalau kita belum sanggup untuk memahami dengan benar janganlah cepat-cepat membuat vonis bahwa dalam Al Qur’an tidak ada dalilnya, justru kita dituntut untuk lebih giat meneliti agar memperoleh keterangan yang logis sesuai dengan maksud yang sebenarnya, karena pemahaman manusia itu berkembang sesuai dengan tingkat peradaban yang berlaku secara bertahap.
Misalnya tentang adanya masyarakat manusia di planet lain di luar Bumi ini, orang-orang barat begitu serius mengadakan penelitian dengan biaya yang sangat mahal dan mereka yakin bahwa diluar Bumi ini pasti ada kehidupan atau ada makhluk hidup. Padahal sebenarnya jauh-jauh sebelumnya Al Qur’an telah memberikan informasi yang menunjukkan bahwa di planet selain Bumi ini juga telah berkembang masyarakat manusia seperti halnya di Bumi ini. Sementara para ilmuwan muslim hanya bertindak selaku penonton dan menunggu hasil penelitian orang Barat.
Sebenarnya sejak 15 abad yang lalu Al Qur’an telah menerangkan berbagai persoalan yang ada di jagad raya ini, cuma masalahnya sistem pendidikan yang selama ini diajarkan hanyalah berupa hafalan-hafalan sehingga pada umumnya anak didik kita banyak yang tidak bisa memahami tentang sesuatu. Seringkali orang dipaksa untuk percaya begitu saja secara taklid buta walaupun kadang-kadang keterangan yang disampaikan tidak sejalan dengan pemikiran secara wajar. Ironisnya para Sarjana kitapun masih banyak yang kurang kritis dan teliti, bahkan mereka juga mengikuti pemahaman ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu, sehingga posisi kita sering selalu ketinggalan, terutama dalam hal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Bahkan tidak jarang para ‘Ulama kita pun dalam menjelaskan tentang sesuatu sering menemui jalan buntu dan terbentur pada hal-hal yang tidak terjawab, akibatnya orang hanya percaya tanpa mengerti yang dipercayai bahkan sering bertentangan dengan alam pikirannya sendiri. Padahal yang namanya “SOAL” pasti ada “JAWABNYA”, maka sekali lagi bahwa Al Qur’an pasti bisa menjawab segala persoalan (periksa kembali Surat An-Nahl (16) ayat 89).
Selama ini kita telah terkunci oleh doktrin-doktrin (ajaran) yang disampaikan oleh orang tua kita, atau seorang yang dituakan, para guru atau Mubaligh, Kyai dan yang sejenis itu. Karena umumnya orang beranggapan bahwa apapun yang disampaikan oleh mereka itu pasti benar dan tidak pernah ada yang salah. Kalau kita mau memperhatikan kondisi di sekitar kita, bahwa saat sekarang ini umat Islam bahkan para Da’i kita pun jarang sekali menggunakan Al Qur’an sebagai rujukan dalam menjawab setiap persoalan.
BENARKAH ADA KEHIDUPAN MANUSIA DI PLANET LAIN?
Jika hal ini ditanyakan kepada seseorang di antara kita, ternyata satu sama lain memberikan jawaban yang berbeda. Tetapi kebanyakan di antara mereka memberikan jawaban tidak ada, belum yakin, ragu-ragu karena dikatakan oleh mereka bahwa sekarang ini Amerika atau orang Barat belum menemukan. Inilah kenyataan yang terjadi, bahwa orang cenderung lebih percaya kepada orang Amerika daripada kepada Wahyu yang ada dalam Al Qur’an.
Hal demikian memang wajar-wajar saja, karena:
Pihak Amerika-lah yang memang getol mengadakan penelitian tentang keadaan ruang angkasa, maka mereka yang dianggap lebih mengetahui kondisi ruang angkasa itu.
Dari hasil penelitian pihak Amerika maupun Negara lain yang juga menyelidiki ruang angkasa belum ada tanda-tanda tentang kehidupan di luar Bumi ini.
Para ilmuwan Muslim sendiri hampir tidak ada yang mengadakan penelitian ke ruang angkasa, sehingga mereka lebih baik menunggu hasil penelitian mereka.
Para ilmuwan Muslim dalam penyelidikan tentang Al Qur’an barangkali masih belum menyeluruh, sehingga kalau diberi informasi tentang Kitab Sucinya sendiri masih ragu, bahkan cenderung menolak karena kata mereka di Al Qur’an tidak ada yang menyatakan begitu.
Itulah fenomena yang terjadi dalam masyarakat kita, terutama masyarakat Islam sendiri karena kurangnya informasi tentang Al Qur’an, tetapi anehnya kalau diberi tahu tentang Al Qur’an juga belum tentu mau menerima atau paling tidak merupakan bahan kajian, tetapi itulah faktanya. Sementara bagi orang-orang yang memang benar-benar beriman kepada penjelasan Allah yang disampaikan oleh Nabi tentu menanyakan kepada Nabi. Akan tetapi karena sekarang Nabi sudah tiada, maka kita harus menanyakan kepada yang mengutus Nabi yaitu Allah dimana Allah telah menjelaskan semua itu melalui Wahyu dalam Al Qur’an.
Memang dalam menanggapi keterangan yang sangat mengejutkan ini haruslah dengan kejernihan hati, dan jangan ditanggapi dengan keangkuhan kepala (otak), dengan hati yang jernih, maka kepala pun akan dingin. Ada beberapa hal yang perlu dipahami secara cermat dan hati-hati agar kita benar-benar memperoleh pengertian yang sewajarnya dan dimengerti oleh semua pihak.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
Pengertian tentang DUNIA.
Pengertian tentang SAMA’/SAMAWAT.
Pengertian tentang DABBAH.
DUNIA
Selama ini orang menganggap seolah-olah yang dimaksud dunia ini hanyalah Bumi ini saja, padahal dunia itu begitu luasnya, sedangkan Bumi ini hanyalah merupakan debu yang sangat kecil jika dibandingkan dengan dunia. Dunia adalah semesta raya ini dan bukannya hanya Bumi saja, karena itu kalau kita sering mendengar bahwa dunia ini nantinya akan dihancurkan pada hari kehancuran total dengan istilah “Yaumus Sa’ah”, maka yang dihancurkan bukan hanya Bumi ini, tetapi seluruh jagad raya yang ada di semesta ini.
Semesta raya ini terdiri dari milyaran Bintang, setiap Bintang di angkasa merupakan satu solar sistem (Tata Surya). Oleh karena itu hendaklah kita merubah cara berpikir dalam memahami suatu persoalan sehingga pengertian itu bisa diterima oleh pikiran secara wajar dan sejalan dengan ilmu pengetahuan.
Informasi yang selama ini telah berkembang di kalangan masyarakat, baik masyarakat Islam maupun umum bahwa Hari Qiyamat itu adalah hari kehancuran total, padahal pengertian seperti itupun harus diadakan koreksi, agar bisa dipahami secara rasional. Sehubungan dengan hari kehancuran total ada dua istilah yang harus dipahami dengan hati yang jernih yaitu: Yaumul Qiyamah dan Yaumus Sa’ah. Qiyam artinya “berdiri” sedangkan Sa’ah artinya “waktu”. Maka Hari Qiyamat adalah suatu hari berdiri atau hari kebangkitan di akhirat nanti, maka dia bukanlah hari kehancuran total. Sedangkan Sa’ah yaitu hari dimana yang hidup ini akan mati, termasuk dunia atau jagad raya ini akan dihancurkan maka itulah yang dimaksud dengan Yaumus Sa’ah atau hari kehancuran total tadi. Maka antara Hari kehancuran total dengan hari kiamat jelas waktunya sangat berbeda. Pemahaman demikian juga termasuk point tentang pengertian suatu istilah dalam Ayat Al Qur’an. Jika dalam memahami suatu istilah kurang tepat maka akan terjadi kesalahan dalam penentuan kesimpulan.
Maka semakin jelas bahwa yang dimaksud dengan DUNIA adalah semesta raya ini atau jagad raya ini dan bukan Bumi ini saja. Sebagai bahan penganalisaan perhatikan petunjuk Allah dalam surat Al-Mulk (67) ayat 5 berikut ini :
Terjemahan Departemen Agama RI. Pelita II/1977-1978:
Sesungguhnya kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat pelempar setan. Dan Kami sediakan mereka siksa Neraka yang menyela-nyala.
Terjemahan Lembaga Percetakan Al Qur’an Raja Fahd di Madinah al Munawarah; Surat Mulk ayat 5, hal 956:
Sesungguhnya Kami telah menghiasai langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa Neraka yang menyala-nyala.
Selanjutnya terjemahan Proff. Mahmud Yunus, penerbit Alma ‘Arif, Bandung:
Sesungguhnya Kami hiasi langit yang hampir ke dunia dengan beberapa pelita (bintang-bintang) dan Kami jadikan tahi-tahi bintang untuk pelempar syetan-syetan, dan Kami sediakan untuk mereka siksa neraka.
Secara wajar Ayat tersebut sebaiknya diartikan sebagai berikut: “Dan sungguh Kami hiasi ANGKASA DUNIA = angkasanya semesta raya (langitnya semesta raya ini) dengan bintang-bintang (pelita-pelita) dan Kami jadikan dia (bintang-bintang itu) ancaman (rujuman) bagi setan-setan. Dan kami sediakan atas mereka siksa yang membakar”.
Jika “sama’a dunya” diartikan dengan “langit yang dekat dengan Bumi” atau “langit yang hampir ke dunia” maka langit manakah yang jauh dari dunia, atau bahkan pengertian dunia seolah-olah hanyalah Bumi ini. Maka semestinya dia harus diartikan “angkasa dunia”, dia adalah angkasanya atau langitnya semesta raya ini dan bukan hanya langitnya Bumi.
Jadi petunjuk Allah pada surat Al-Mulk (67) ayat 5 tersebut diatas memberikan penjelasan kepada manusia bahwa semua bintang-bintang itu merupakan hiasan yang sangat indah yang ada di angkasa atau langitnya dunia atau langitnya semesta raya. Coba perhatikan ketika malam hari betapa jumlah bintang yang milyaran itu tak terhitung banyaknya, sangat indah menghiasi angkasa (langit) di semesta raya jika dipandang dari Bumi maupun dari planet lain. Semua bintang itu tidak hanya diatas Bumi saja tetapi tersebar di seluruh jagad raya, maka benarlah kalau demikian bahwa yang dimaksud dengan dunia adalah seluruh jagad raya ini, karenanya kalau nanti dunia akan dihancurkan pada Hari Sa’ah adalah seluruhnya bukan hanya Bumi.
Kemudian dalam Ayat tersebut diatas dijelaskan bahwa bintang-bintang itu merupakan ancaman bagi setan-setan, tentunya nanti di Akhirat dan bukannya sebagai pelempar setan. Kapan Allah pernah melempar setan dengan bintang yang sangat besar itu? Padahal keadaan bintang itu sama dengan Surya (Matahari) kita, maka setan mana yang dilempar dengan benda sebesar itu. Untuk memahami pengertian tentang setan maka perhatikanlah petunjuk Allah berikut ini:
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 14
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka berlalu kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami bersama dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.
Surat Al-An’am (6) ayat 112
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka mewahyukan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang mewah fatamorgana. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.
Dari dua ayat diatas dapat dipahami bahwa setan itu adalah terdiri dari setan jin dan setan manusia, maka dia adalah sifat yang dimiliki oleh jin dan manusia yang senantiasa melanggar atau menolak hukum-hukum Allah, karena itu setan-setan itu diancam dengan Neraka (API) tetapi itu baru ancaman, dan pelaksanaannya adalah nanti di Akhirat. Tentunya yang berlaku bagi manusia bukanlah setan jin tetapi setan manusia, karena itu banyak Ayat yang menyatakan bahwa setan itu adalah musuh nyata bagimu, artinya setan itu nyata dan kongkrit berupa setan manusia yang senantiasa menentang hukum Allah dan mengajak manusia lain untuk kafir atau menolak.
Maka yang dimaksud dengan dunia bukanlah hanya Bumi ini tetapi seluruh semesta atau jagad raya. Kalau ada orang mengatakan bahwa hidup di dunia ini, berarti hidup di jagad raya ini dan bukan hanya di Bumi saja. Kalau dunia akan dihancurkan, maka yang dihancurkan bukan hanya Bumi ini saja tetapi seluruh semesta. Sedangkan Bumi ini hanyalah salah satu planet dari anggota Tata Surya kita, sedangkan Tata Surya kita ini hanyalah merupakan gugus Bima Sakti berarti hanya bagian kecil dari Bima Sakti itu.
Coba kita perhatikan ada berapa Galaksi di angkasa itu yang di dalamnya ada milyaran bintang-bintang, untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau dibiarkan kosong tanpa penghuni, Mubazirkan ? padahal semua itu diciptakan Allah bukan untuk main-main ?
SAMA’/SAMAWAT
Memang benar bahwa berdasarkan arti bahasa bahwa Samawat adalah bentuk jamak dari Sama’ yang pada umumnya diartikan “langit” atau “angkasa”. Namun sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, maka sama’ belum tentu selalu berarti langit. Sedangkan yang dimaksud langit adalah awang-awang kosong begitu luasnya. Tiap-tiap planet memiliki langit, sedangkan planet-planet itu tak terhitung jumlahnya di semesta raya ini. Di dalam wilayah Tata Surya kita saja ada 10 planet dan baru 9 yang diketemukan dan masing-masingnya memiliki langit.
Sebagai ilustrasi kami berikan keterangan lain yang hampir mempunyai nilai pandang yang sama. Kalau orang membuat balai untuk tempat tidur yang terbuat dari kayu biasa (bukan Spring Bed) maka ketika tempat tidur itu dipasang, dibawahnya ada suatu ruangan yang biasa disebut “kolong” atau orang Jawa bilang “longan”. Ketika orang sedang membuat balai tempat tidur tadi, maka dia sama sekali tidak merencanakan untuk membuat kolong atau longan tadi. Tetapi setelah tempat tidur itu dipasang maka mau tidak mau longan atau kolong itu pasti jadi dengan sendirinya. Dan kalau tempat tidur itu dibongkar maka longan tadi pun akan hilang dengan sendirinya.
Ilustrasi ini seperti halnya langit tadi. Ketika dulunya semesta raya ini belum ada yang ada hanyalah kekosongan, dan tidak ada yang namanya langit. Tetapi setelah Allah menciptakan seluruh bintang dan planet-planet itu maka muncullah yang namanya langit tadi. Akan tetapi kalau nantinya Allah menggulung semua benda-benda angkasa itu maka yang disebut langit itu akan lenyap dengan sendirinya. Maka Allah tidak pernah menciptakan langit, karena langit itu ada dengan sendirinya. Demikian juga orang yang membuat tempat tidur tadi tidak pernah membuat longan tetapi jadi dengan sendirinya ketika tempat tidur itu dipasang. Itulah gambarannya langit menurut logika dan juga menurut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Berdasarkan keterangan para ahli astronomi/ahli ruang angkasa bahwa langit Bumi ini saja ada tiga lapis:
Lapisan s.d. 11 mil di atas Bumi disebut TROPOSFIR/ATMOSFIR.
Lapisan 11 s.d. 300 mil di atas Bumi disebut STRATOSFIR.
Lapisan di atas 300 mil disebut : IONOSFIR.
Kesemuanya itu disebut dengan “LANGIT” yang menurut Al Qur’an disebut: SAMA’. Sekiranya orang mau memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an maka masing-masing istilah Sama’ ternyata mempunyai arti yang berbeda satu sama lain. Tetapi dalam memahami pengertian ini hendaknya dengan kejernihan hati, sehingga pikiran menjadi tenang.
Surat Al-An’am (6) ayat 99
DIA-lah yang menurunkan air (hujan) dari sama’ (atmosfir) lalu Kami keluarkan dengannya tetumbuhan…
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 29
DIA-lah yang menciptakan untukmu apa-apa di Bumi semuanya, kemudian menyelesaikan atas sama’ (Tata Surya) lalu DIA sempurnakan tujuh Samawat (planet-planet) dan DIA mengetahui tiap sesuatu.
Surat An-Nahl (16) ayat 79
Tidaklah mereka memperhatikan pada yang melayang diedarkan pada kekosongan angkasa (yaitu Tata Surya), tiada yang menahan kecuali DIA (ALLAH). Bahwa pada yang demikian merupakan Ayat bagi kaum yang beriman.
Surat Al-Furqon (25) ayat 25
Dan pada hari terpecah sama’ (Tata Surya) dengan bencana besar dan diturunkan Malaikat dengan turunnya.
Surat Fushilat (41) ayat 11
Kemudian menyelesaikan atas sama’ (Tata Surya) dan dia berupa gumpalan api (waktu itu) lalu DIA katakan padanya (sama’) dan pada Bumi, datanglah (berfungsilah) secara patuh atau terpaksa. Keduanya berkata: “kami datang secara patuh (berfungsi menurut orbitnya masing-masing).
Kalau diperhatikan, maka sama’ mempunyai berbagai arti:
Sama’ bisa berarti atmosfir.
Sama’ bisa berarti Tata Surya.
Sama’ bisa berarti semesta raya ini.
Sama’ bisa berarti angkasa/langit.
Kalau kita perhatikan dengan seksama maka: Surat Al-An’am (6) ayat 99, menyatakan bahwa hujan diturunkan dari sama’, maka dia pasti turun dari atmosfir. Karena tidak mungkin hujan itu turun dari stratosfir apalagi dari ionosfir.
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 29 dinyatakan bahwa Bumi ini banyak dengan istilah “Ardhu jami’an” (Bumi semuanya), sebab kalau Bumi hanya satu tidak mungkin dikatakan semuanya. Kemudian dinyatakan diselesaikan atas sama’ berarti Bumi yang jumlahnya banyak itu menjadi satu susunan sama’ yang mestilah satu Tata Surya, dengan keterangan ada tujuh Samawat (planet-planet) di atas Bumi ini. Maka sama’ pada ayat ini berarti adalah Tata Surya.
Surat An-Nahl (16) ayat 79 yang menyatakan benda yang melayang pada kekosongan angkasa berarti adalah seluruh benda-benda angkasa atau Tata Surya itu memang melayang yang diedarkan pada kekosongan angkasa berarti di semesta raya itu, maka sama’ disini adalah semesta raya. Surat Al-Furqon (25) ayat 25 menyatakan : “Pada hari terpecah sama’ dengan bencana besar, ….. maka sama’ pada Ayat tersebut tidak mungkin diartikan “langit” yang terpecah, tapi yang terpecah adalah Tata Surya itu. Yaitu pada saat terjadinya bencana besar (kehancuran total) maka seluruh Tata Surya itu akan terpecah susunannya, tidak beraturan karena adanya benturan dan goncangan yang sangat dahsyat waktu itu. Maka seluruh Tata Surya akan tidak berfungsi sebagaimana mestinya akibat adanya benturan dan goncangan tadi, semuanya menjadi kacau balau, terpecah dan tidak teratur.
Surat Fushilat (41) ayat 11 Allah menyelesaikan Sama’ yang berupa gumpalan api (dukhonun) waktu itu. Hal ini lebih jelas lagi bahwa langit tidak mungkin berupa gumpalan api, karena yang namanya gumpalan api pastilah benda kongkret. Maka dia adalah Tata Surya yang memang wajar pada putaran pertama berupa gumpalan api (2000 tahun pertama) dan kemudian mendingin setelah 4 hari atau 4000 tahun kemudian, setelah itu berfungsi sebagaimana mestinya, maka Tata Surya termasuk Bumi ini berproses selama 6 hari (fii sittati ayyam) (lihat petunjuk Allah pada surat Hud (11) ayat 7, dan surat As-Sajdah (32) ayat 4-5). Lalu kenapa Samawat diartikan planet-planet? Padahal Samawat adalah bentuk jamak dari sama’. Sudah dijelaskan didepan bahwa memang sama’ tidak selalu berarti langit, tetapi ternyata mempunyai beberapa arti. Tetapi Samawat memang seharusnya berarti planet-planet. Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat Ayat berikut ini:
*Surat At-Tholaaq (65) ayat 12
Allah yang menciptakan tujuh Samawat, dan dari Bumi ini permisalannya (persamaannya). Akan naik turun (simpang siur) urusan antara keduanya (Samawat dan Ardh) agar kamu ketahui bahwa Allah menentukan tiap sesuatu dan Allah sungguh menguasai ilmu tiap sesuatu.
Surat Al-Mu’minun (23) ayat 17
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami). Ayat tersebut sebenarnya cukup jelas bahwa Allah menciptakan Samawat, berarti yang diciptakan Allah adalah benda kongkrit. Sebagaimana tersebut di atas bahwa yang namanya langit itu tidak pernah diciptakan, tetapi jadi hanya sebagai akibat adanya benda-benda angkasa itu.
Kemudian pada ayat tersebut selanjutnya menjelaskan bahwa Samawat itu semisal atau sama dengan Bumi ini. Maka kini jelas bahwa yang semisal dengan Bumi pastilah bukan langit tetapi adalah planet-planet itu. Oleh karena itu maka pengertian Samawat adalah memang planet-planet dan bukan langit-langit (periksa kembali Surat/Ayat : 65/12). Selanjutnya diterangkan bahwa akan naik turun atau simpang siur antara Samawat dan Bumi, maksudnya adalah bahwa di masa mendatang setelah perkembangan Teknologi sudah mencapai puncaknya maka masyarakat yang ada di Samawat (planet-planet itu) akan berurusan dengan masyarakat yang ada di Bumi ini tentang berbagai hal, mungkin hubungan dagang, mungkin hubungan antar agama, mungkin juga perang. Selama ini hampir sebagian besar orang-orang Islam beranggapan bahwa Samawat memang artinya langit, sehingga Allah menciptakan langit itu berlapis tujuh. Namun kenyataannya bahwa langit lapis tujuh itu sampai saat ini tidak pernah diketemukan, dimanakah dia? Maka keterangan yang seperti itu menjadikan para ilmuwan Barat tidak akan bisa mempercayai, karena memang langit yang lapis tujuh itu tidak ada. Kalaupun dicari pasti tidak akan ketemu. Dikatakan berulang kali bahwa Al Qur’an itu diturunkan oleh Allah itu memang sengaja untuk memberikan petunjuk kepada manusia tentang berbagai persoalan, baik menyangkut masalah ibadah maupun tentang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Kalau ternyata ayat Al Qur’an tidak bisa dipahami menurut akal maupun ilmu pengetahuan dan misalnya langit itu belum diketemukan atau mungkin dianggap dirahasiakan Allah, untuk apa Al Qur’an itu diturunkan? Padahal sesungguhnya langit itu memang benar-benar awang-awang kosong dan Allah tidak pernah menciptakan langit tetapi yang diciptakan adalah benda kongkrit yang kemudian muncul akibat lain yang melengkapi ciptaan Allah itu, misalnya langit tadi. Karena itu yang dimaksud dengan jalan pada Surat/Ayat : 23/17 adalah “garis orbit” yang dilalui oleh Samawat atau planet-planet itu. Untuk melengkapi keterangan tersebut selanjutnya perhatikan petunjuk Allah berikut:
Surat Nuh (71) ayat 15-16
Tidakkah engkau perhatikan, betapa Allah menciptakan tujuh Samawat bertingkat-tingkat. Dan DIA jadikan Bulan-Bulan padanya ada cahaya, dan DIA jadikan Surya itu sebagai pelita. Surat An-Naba’ (78) ayat 12-13 Dan Kami bangun di atasmu tujuh (planet) yang kokoh. Dan kami jadikan pelita (Surya) sebagai pusat jatuh.
Kalau kita perhatikan pada Surat Nuh (71) ayat 15 dinyatakan bahwa Allah telah menciptakan tujuh Samawat itu bertingkat-tingkat. Memang keadaan planet-planet itu bertingkat-tingkat menurut garis orbitnya masing-masing. Kemudian pada ayat 16 dinyatakan DIA jadikan BULAN-BULAN padanya (fiihinna) berarti Bulannya banyak, padahal Bulan yang ada di Bumi ini hanyalah satu. Maka Bulan yang lain adalah Bulan dari masing-masing planet itu, karena tidak mungkin langit memiliki Bulan atau dikitari Bulan, karena itu yang dikitari Bulan pastilah planet-planet itu. Selanjutnya perhatikan pada Surat An-Naba’ (78) ayat 12 yang menyatakan bahwa Allah membangun di atas Bumi ini tujuh yang kokoh (kuat), maka dia adalah benda kongkrit, dan tidak mungkin Allah membangun langit dan juga tidak mungkin langit keadaannya kokoh (kuat) seperti Bumi atau planet-planet itu. Kemudian Ayat 13 dinyatakan bahwa pelita (Surya) itu sebagai pusat jatuh, artinya bahwa planet-planet itu beredar mengelilingi Surya atau pelita itu, karena itu tidak mungkin langit beredar mengelilingi bintang atau dalam Tata Surya kita ini adalah Surya maka dia adalah planet bukan langit. Sebenarnya sudah banyak hal yang ditunjukkan Allah kepada kita khususnya umat Islam dalam Kitab Suci Al Qur’an, namun karena kita kurang membuka hati dan menenangkan pikiran maka akibatnya kalau ada informasi yang tidak sama dengan pikirannya sendiri lantas dianggap salah. Sayangnya dalam menyalahkan itupun orang tidak mau peduli, tidak mau melihat dulu apakah benar hal itu salah. Bagaimana orang bisa menyalahkan kalau belum mengetahui keadaan yang sebenarnya? Padahal sesuatu yang tidak sama dengan yang sudah ada tidak selamanya mutlak salah. Maka dari itu marilah kita membuka hati dan menenangkan pikiran agar kita memperoleh pengertian yang sewajarnya dan tidak akan menyesal di kemudian hari. Sebenarnya banyak istilah “Samawat” yang memang berarti “planet-planet” bukanlah “langit-langit” sebab kalau Samawat diartikan langit akan sulit untuk dipahami (perhatikan ayat-ayat petunjuk Allah dalam Surat Ali-Imron (3) ayat 83, An-Nahl (16) ayat 49, Az-Zumar (39) ayat 68 dan masih banyak yang lainnya).
Surat Ali-Imron (3) ayat 83
Apakah selain Agama Allah yang mereka cari ? Padalah bagiNya telah Islam orang-orang di Samawat dan Bumi dengan patuh dan terpaksa. Dan kepada-Nya mereka dikembalikan.
Surat An-Nahl (16) ayat 49
Dan bagi Allah sujud apa-apa yang ada di Samawat dan apa-apa yang ada di Bumi dari Dabbah dan Malaikat dan mereka tidak menyombong.
Surat Az-Zumar (39) ayat 68
Dan ditiupkan pada SUUR, maka matilah orang-orang di Samawat dan orang-orang di Bumi kecuali yang dikehendaki Allah, kemudian ditiupkan padanya yang lain, dan ketika itu mereka berdiri menantikan.
Pada surat Ali-Imron (3) ayat 83 Allah telah menyatakan bahwa telah Islam orang-orang yang di Samawat dan orang-orang yang di Bumi dengan patuh dan terpaksa. Kalau Samawat diartikan dengan langit, maka bagaimana orang bisa hidup di langit, dimana kakinya harus berpijak untuk berjalan, maka Samawat mestilah planet-planet itu. Jika orang suka memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an secara cermat dan hati-hati, maka akan banyak ditemui Ayat yang menerangkan “Ardhu” yang didahului “Samawat”.
Oleh karena itu pastilah ada hubungan arti antara Samawat dan Bumi, maka tepatlah kalau Samawat itu adalah planet-planet yang semisal atau sama dengan Bumi sebagaimana dimaksudkan pada Surat At-Tholaaq (65) ayat 12
Dari keterangan beberapa ayat tersebut, maka diperoleh pengertian bahwa sesungguhnya memang benar bahwa Samawat itu adalah planet-planet dan bukan langit. Di planet-planet selain Bumi yang disebutkan Samawat tadi ternyata telah berkembang masyarakat manusia yang kondisinya sama dengan yang ada di Bumi sebagaimana yang diterangkan menurut Surat Ali-Imron (3) Ayat 83.
Jadi sudah cukup jelas Ayat-ayat tersebut, oleh karena itu apakah kita masih akan berdalih dan mendasarkan laporan dari ahli ruang angkasa dari Amerika?
Semua itu berpulang kepada hati nurani kita masing-masing, maka otak memang tugasnya suka berdalih, suka membantah, suka menyanggah, dan bersikap arogan. Tetapi hati nurani itu sebenarnya jernih dan lugu, mau menerima kebenaran. Karena itu bukalah hati nurani agar mau menerima kebenaran tanpa disanggah oleh pikirannya sendiri. Semua itu berpulang kepada hati nurani kita masing-masing.
DABBAH
Kalau kita memperhatikan pada terjemahan Al Qur’an bahwa “dabbah” diartikan “binatang melata”. Memang sepertinya banyak ayat-ayat Al Qur’an yang sulit diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan tepat benar. Terbukti banyak ayat-ayat yang dari masing-masing penterjemah memberikan arti yang berbeda satu sama lainnya. Hal demikian menandakan bahwa bahasa Al Qur’an memang tidak sama persis dengan bahasa Arab biasa. Al Qur’an merupakan wahyu sudah pasti punya gaya bahasa yang sangat khas dan punya nilai estetika yang tinggi pula. Seperti kita ketahui bahwa Al Qur’an merupakan petunjuk dan diberikan keterangan dari semua petunjuk itu. Padahal keterangan tentang petunjuk itu ada dalam Al Qur’an. Oleh karena itu kalau memang ada istilah atau kata-kata yang sulit dipahami menurut kaidah-kaidah bahasa Arab, maka sebaiknya dicari keterangannya yaitu Ayat lain yang berhubungan dengan istilah yang sama yang saling menerangkan, maka disana akan ketemu persoalan yang dicari atau yang ditanyakan.
Kalau diperhatikan dengan teliti bahwa sesungguhnya dabbah itu bukan hanya binatang melata, tetapi termasuk di dalamnya binatang yang berkaki bahkan termasuk juga manusia. Untuk mendapatkan pengertian dabbah yang sebenarnya, perlu dihubungkan beberapa ayat dalam Al Qur’an yang mengandung dabbah, maka dia akan saling menerangkan tentang pengertian dabbah itu sendiri secara jelas. Kalau pemahaman tentang sesuatu hanya dengan satu ayat terpisah, maka pengertiannya tidak bisa utuh, karena jarang Al Qur’an menerangkan sesuatu hanya dengan satu ayat yang berdiri sendiri, tetapi harus dihubungkan dengan ayat lain yang berhubungan.
Memang ada juga ayat yang sudah jelas tanpa penjelasan misalnya ayat-ayat muhkamat, namun biasanya hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau ayat mutasabihat harus merangkaikan beberapa ayat yang saling menerangkan. Sebagai bahan kajian tentang dabbah maka perhatikan petunjuk Allah berikut:
Surat As-Syuuro (42) ayat 29 oleh Departemen Agama Pelita III/81-82:
Dan diantara Ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan)Nya ialah menciptakan langit dan Bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang DIA sebarkan pada keduanya. Dan DIA maha kuasa mengumpulkan apabila dikehendakiNYA.
Dalam Ayat tersebut yang diterjemahkan “makhluk-makhluk yang melata” adalah Ayat aslinya berbunyi “dabbah”. Sementara yang lainnya diartikan “binatang melata”.
Perhatikan Terjemahan pada Ayat yang sama yaitu (Proff. H. Mahmud Yunus, penerbit PT. Al Ma‘Arif Bandung):
Diantara ayat-ayat (tanda-tanda) Allah, ialah kejadian langit dan Bumi dan apa-apa yang bertebaran pada keduanya diantara binatang-binatang (apa-apa yang melata di muka Bumi). DIA maha kuasa menghimpunkan mereka bila dikehendaki-Nya.
Jadi istilah dabbah diartikan binatang melata. Tapi perlu diketahui bahwa kalau binatang melata bisa hidup di Samawat itu, maka manusiapun seharusnya juga bisa hidup.
Berdasarkan pengkajian sebaiknya Ayat tersebut berarti: Dan dari Ayat-ayatNya ialah penciptaan Samawat (planet-planet) dan Bumi, serta yang DIA kembang biakkan pada keduanya (Samawat dan Bumi) dari dabbah (makhluk berjiwa) dan DIA atas pengumpulan ketika DIA kehendaki adalah menentukan.
Kalau orang mau memperhatikan dengan teliti, maka sesungguhnya dabbah itu bukan hanya binatang melata saja, tetapi termasuk binatang lain yang tidak melata yaitu yang berkaki termasuk di dalamnya adalah manusia. Oleh karena itu yang ditebarkan atau dikembangkanbiakkan di Samawat (planet-planet) dan di Bumi ini terdiri makhluk yang berjiwa termasuk di dalamnya manusia itu sendiri. Dengan demikian maka jelas bahwa di planet-planet itu pun telah berkembang masyarakat manusia seperti halnya yang ada di Bumi ini. Berikut ini Ayat yang menjelaskan tentang pengertian “dabbah”.
Surat An-Nuur (24) ayat 45
Allah menciptakan setiap dabbah dari Alma’i. Diantara mereka (dabbah) itu ada yang berjalan atas perutnya, dan diantara mereka ada yang berjalan atas dua kaki, dan diantara mereka ada yang berjalan atas empat kaki. Allah menciptakan yang DIA kehendaki dan sesungguhnya Allah menentukan atas tiap sesuatu.
Surat Al-Anfal (8) ayat 22
Bahwa sejahat-jahat dabbah pada Allah adalah orang-orang pekak dan tuli dan mereka tidak berpikir.
Surat Al-Anfal (8) ayat 55
Bahwa sejahat-jahat dabbah pada Allah adalah orang-orang kafir dan mereka tidak beriman.
Kalau kita perhatikan surat An-Nuur (24) ayat 45, cukup jelas dan tegas bahwa diantara dabbah itu ada yang berjalan atas perutnya (ular, buaya, cecak, kadal dan lain-lain), dan diantara dabbah itu juga ada yang berjalan atas dua kaki (ayam, bebek, MANUSIA dan lain-lain) dan ada pula yang berjalan dengan empat kaki (kerbau, sapi, kambing, unta dan lain-lain). Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan dabbah bukanlah hanya binatang melata, tetapi termasuk manusia dan binatang berkaki lainnya.
Pada Surat Al-Anfal (8) ayat 22 dan 55, menyatakan bahwa sejahat-jahat dabbah menurut pandangan Allah adalah orang-orang pekak, kafir, tidak berpikir dan tidak beriman. Jelas yang dimaksud disini adalah manusia, bukan binatang melata, karena memang semua binatang melata tidak bisa berpikir apalagi beriman. Inilah yang dimaksud dengan pemahaman tentang suatu istilah dalam ayat Al Qur’an. Kalau dalam memahami istilah dalam ayat kurang tepat apalagi kalau salah, maka arti dan kedengarannya pun janggal, tidak ratio, tidak bisa dimengerti oleh semua orang, akibatnya sasaran yang dimaksudkan pun tidak tepat. Jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dabbah adalah makhluk berjiwa (makhluk bernyawa) termasuk MANUSIA. Dengan begitu didapatkan kunci dan petunjuk yang diperoleh dari pengertian beberapa ayat yang saling menjelaskan bahwa di planet lain selain Bumi ini juga bermasyarakat manusia dan juga berkembang biak berbagai binatang termasuk juga binatang melata tadi.
Jika sekiranya yang dimaksud “dabbah” itu adalah binatang melata, dan bisa hidup di planet (Samawat) itu, maka mestinya makhluk lain termasuk manusia juga bisa hidup disana, karena mereka sama-sama bernapas dengan paru-paru, yang berarti disana ada oksigen untuk bernapas binatang melata itu.
Akan tetapi kalau istilah “dabbah” itu diartikan binatang melata, maka berarti bertentangan dengan maksud petunjuk Allah pada surat Al-Anfal (8) ayat 22 dan 55 serta surat An-Nuur (24) ayat 25. Maka dari itu dabbah bukanlah hanya binatang melata tapi termasuk juga manusia. Kemudian timbul pertanyaan, apakah manusianya juga sama dengan manusia yang ada di Bumi ini? Jawabnya adalah: sama, dan memang benar sama. Coba perhatikan semua manusia yang ada di muka Bumi ini apakah yang ada di Amerika, Arab Saudi, Jepang, Inggris di Indonesia semuanya mempunyai naluri yang sama. Hanya saja berbeda bahasa, warna kulit, adat istiadat dan yang lainnya karena sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang memang juga berbeda, misalnya faktor iklim, lingkungan dan sebagainya tetapi pada dasarnya mereka mempunyai naluri yang sama dengan kita yang di Indonesia.
Selama ini orang-orang Barat membuat imajinasi bahwa seolah-olah manusia dari planet lain itu seram, menakutkan dan mengerikan, padahal semua itu hanyalah dugaan tanpa menggunakan dalil dan petunjuk. Jika orang sudi memperhatikan ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan sejarah manusia, maka akan diketahuilah bahwa manusia di planet lain itu sama dengan kita ini. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, bahasa dan warna kulit, ada yang Islam ada yang kafir, ada yang baik ada pula yang jahat, ada yang pintar ada pula yang bodoh, karena mereka semua adalah berasal dari diri yang satu yang merupakan satu garis keturunan dengan semua manusia yang ada di wilayah Tata Surya kita ini. Sementara orang boleh saja tidak percaya, tetapi Al Qur’an datang dari Allah pasti benar 100 persen. Jika orang masih juga ngotot bahwa dalam penganalisaan ini tidak benar, maka silahkan diadakan koreksi agar dengan begitu persoalannya menjadi jelas.
Memang selama ini orang beranggapan bahwa kehidupan manusia itu hanyalah di Bumi ini saja, padahal sebenarnya Bumi ini hanyalah sebuah planet kecil jika dibandingkan dengan Yupiter yang besarnya 318 kali besar Bumi ini, untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau dibiarkan kosong tanpa penghuni? Kalau diperhatikan dengan cermat, Al Qur’an menyatakan bahwa Bumi itu banyak dan Bumi ini juga disebut planet. Perhatikan petunjuk Allah berikut ini:
Surat Az-Zumaar (39) ayat 67 :
Dan mereka tidak menentukan (tentang Hukum) Allah dengan ketentuan yang haq (logis), sedangkan Bumi-Bumi semuanya adalah pemadatannya pada hari kiamat. Dan Samawat (planet-planet) itu berputar dengan tata hukumNya. Maha suci DIA dan Maha Tinggi tentang apa yang mereka sekutukan. Dari keterangan ayat tersebut sangatlah jelas bahwa Bumi ini banyak (Ardhu Jami’an) berarti dia lebih dari satu sehingga benarlah bahwa keadaan planet-planet itu sama dengan Bumi ini (lihat Surat At-Tholaaq (65) ayat 12 dan Al-Baqoroh (2) ayat 29). Sebagai pembanding perhatikan ayat berikut ini:
Surat Al-Hadiid (57) ayat 21 :
Berlombalah kepada ampunan Tuhanmu, dan sorga seluas BUMI ANGKASA dan BUMI ini disediakan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya. Itulah karunia yang diberikan kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah memiliki karunia yang besar. Ayat tersebut menerangkan adanya Bumi angkasa, maka dia adalah planet-planet itu yang keadaannya disamakan dengan keadaan Bumi ini. Itulah penjelasan Al Qur’an yang membutuhkan pemikiran secara cermat dan hati-hati untuk mendapatkan pengertian yang sewajarnya serta sejalan dengan keadaan yang berlaku di alam sekitar kita. Dengan begitu hendaklah orang lebih giat mengadakan pengkajian yang sebenarnya, bukan membaca secara tradisional tanpa mengetahui arti yang dibaca sehingga orang hanya dibius dan dipesona dengan iming-iming PAHALA tanpa mengetahui apa sebenarnya pahala yang dimaksud itu.
Coba perhatikan dengan kepala dingin dan hati yang jernih, pada beberapa ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang Surga. Dinyatakan bahwa surga itu luasnya sama dengan luasnya Bumi angkasa dan Bumi ini, sedangkan semua surga itu diciptakan Allah pastilah untuk ditempati atau disediakan bagi orang-orang Muttaqin (perhatikan Surat Al-Hadid (57) ayat 21 di atas tadi). Selanjutnya perhatikanlah Ayat berikut ini dengan teliti:
Surat Ali-Imron (3) ayat 133
Bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan Sorga seluas Samawat (planet-planet) dan Bumi ini, disediakan untuk orang-orang Muttaqin. Allah menyatakan bahwa Surga itu luasnya sama dengan Samawat dan Bumi ini. Jika sekiranya masyarakat manusia itu hanya ada di Bumi ini saja, lantas siapa yang akan menempati surga yang luas sama dengan Samawat tadi, untuk apa Allah menciptakan semuanya itu? Perlu diketahui bahwa di semesta raya ini jumlah Samawat itu milyaran dan tidak bisa dihitung. Setiap bintang itu adalah satu SOLAR SISTEM yang masing-masing bintang itu dikitari oleh planet-planet seperti halnya Surya kita yang juga dikitari oleh planet-planet, dengan istilah Samawat. Padahal semuanya itu nantinya merupakan jumlah dan ukuran sorga di Akhirat, sedangkan kita ini berada pada bagian dari Solar System tadi yaitu Bumi, sedangkan Tata Surya kita ini hanyalah bagian kecil dari Bima Sakti dengan istilah gugus Bima sakti. Kalau kita memperhatikan susunan Tata Surya kita yang planetnya sebenarnya ada 10 planet, tapi baru 9 yang diketahui oleh manusia Bumi. Itu semua pertanda bahwa sebenarnya kita ini belum apa-apa jika dipandang dari segi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ada dua planet yang lebih besar dari Bumi yang kita diami ini yaitu yang ada di atas Mars, orang menamakan Yupiter dan Saturnus. Menurut penelitian para ahli atronomi bahwa Yupiter itu besarnya sama dengan 318 kali besar Bumi dan Saturnus 95 kali besar Bumi kita ini. Dinyatakan juga bahwa Yupiter memiliki Bulan jumlahnya 12, dan Saturnus ada 9 buah. Dengan begitu sudah bisa dibayangkan bahwa keberadaan kedua planet itu sama dengan Bumi ini hanya dia lebih besar. Maka wajarlah kalau Bulan yang bertindak sebagai satelitnya jumlahnya banyak, sebab kalau Bulannya hanya satu mungkin tidak akan mencukupi wilayah yang sangat luas itu. Lalu untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau sekiranya disana tidak ada penghuninya dan dibiarkan kosong? Rasanya sangat janggal dan tidak logis. Lagi pula bahwa surga di Akhirat nanti merupakan penyempurnaan dan jumlahnya sama dengan semua planet yang ada di dunia atau di semesta raya ini. Maka benarlah pernyataan Al Qur’an kalau di setiap planet itu berpenduduk manusia seperti halnya di planet Bumi ini. Demikian itu adalah petunjuk Allah yang ada dalam Kitab Suci Al Qur’an dan memang sejalan dengan Ilmu Pengetahuan serta cocok dengan keadaan yang berlaku dan pemikiran secara wajar. Apakah dengan penjelasan yang logis seperti itu orang masih akan berusaha menolak dan menyanggah, maka semua itu kembali kepada hati kita masing-masing. Kalau orang meyakini bahwa Al Qur’an itu merupakan petunjuk hidup bagi manusia baik tentang hukum maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, seharusnya kalau kita mendapatkan informasi tentang Al Quran mengenai sesuatu yang dianggap tidak sama dengan pemahaman yang selama ini kita peroleh, justru merupakan bahan pemikiran baru agar kita meneliti lebih jauh lagi agar memperoleh pengertian yang sebenarnya, dengan begitu kita akan senantiasa maju dan berkembang. Kenapa planet-planet itu disebut “Samawat” karena memang dia posisinya selalu kelihatan diatas dipandang dari manapun. Dan planet-planet yang menjadi “langit”nya Bumi Al Qur’an menyatakan ada 7 (tujuh). Planet yang berada di atas orbit Bumi mestinya ada 7 (tujuh) yaitu: Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Sampai di Pluto baru ada 6 planet di atas Bumi maka mestinya masih ada satu lagi tetapi sarjana Bumi belum menemukan. (lihat Surat At-Tholaaq (65) Ayat 12). Untuk memperjelas dan memantapkan pengertian, maka perhatikan ayat berikut:
Surat Al-Mu’minun (23) ayat 17
Dan sungguh telah Kami Ciptakan diatas kamu (diatas Bumi) tujuh (7) jalan, dan tidaklah kami lengah tentang ciptaan-Ku itu. Ayat ini memperkuat keterangan Surat At-Tholaaq (65) Ayat 12 yang menyatakan bahwa diatas Bumi ini Allah menciptakan tujuh jalan, artinya jalan di ruang angkasa yang terletak di atas Bumi pastilah di wilayah Tata Surya kita juga, karena yang diberi petunjuk itu adalah manusia Bumi.
Maka jalan yang dimaksud adalah “GARIS ORBIT” yaitu jalan yang dilalui oleh Samawat yang jumlahnya juga ada tujuh. Semakin jelas bukan, bahwa memang benar Samawat itu adalah planet-planet yang jumlahnya di atas Bumi ada tujuh. Maka oleh sebab itu pastilah diatas Pluto masih ada satu dan kita sudah diberi tahu tinggal mencari dan meneliti. (Tim astronomi dari Amerika mengumumkan baru saja memastikan menemukan planet ke-10 yang sementara diberi nama planet Xena. Planet itu di atas Pluto dan lebih besar dari Yupiter. Planet yang baru diketahui yang masuk dalam sistem tata surya matahari itu jarak dari Pluto yaitu 3 kali jarak matahari ke Pluto). Berdasarkan penelitian dan analisa bahwa planet yang ke 7 di atas Bumi adalah yang menurut Al Qur’an dinamakan dengan “SIDRATUL MUNTAHA”. Itulah kiranya planet sangat besar yang berada di urutan ketujuh di atas Bumi. Maka kini lengkaplah bahwa planet yang menjadi langitnya Bumi ada tujuh. Sedangkan Venus dan Mercury bukanlah merupakan langitnya Bumi karena dia berada di bawah orbit Bumi. Perhatikan Surat Thohaa (20) ayat 6) berikut ini:
Kepunyaan-Nya apa-apa yang ada di Samawat dan apa-apa yang ada di Bumi dan apa yang diantara keduanya dan apa-apa yang ada di bawah Bumi (dibawah orbit Bumi)Berikut ini beberapa ayat Al Qur’an sebagai bahan penganalisaan bahwa di setiap planet berpenduduk manusia seperti halnya di Bumi ini:
Surat Al-Isro’ (17) ayat 55
Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang diSamawat dan di Bumi, dan sungguh Kami kurniakan setengah Nabi atas setengahnya, maka Kami datangkan zabur kepada Daud.
Surat Al-A’roof (7) ayat 185
Tidakkah mereka perhatikan kerajaan di Samawat dan di Bumi serta tiap sesuatu ciptaan Allah? Mungkin telah dekat ajal (waktu) atas mereka, maka dengan Hadis mana lagi sesudahnya (AlQur’an) mereka akan beriman?
Dari Ayat tersebut dapat dipahami bahwa baik di Samawat maupun di Bumi juga diutus Nabi-Nabi yang menyampaikan wahyu Allah untuk masyarakat manusia. Karena Nabi itu diutus oleh Allah yang SATU, maka sudah pasti ajaran yang disampaikan sama, hanya mungkin saja berbeda dalam bahasanya sesuai dengan masing-masing kaumnya. Kemudian dijelaskan bahwa baik di Samawat maupun di Bumi ada kerajaan, maka pastilah rajanya adalah manusia, karena tidak mungkin binatang melata itu ada rajanya dan diutus para Nabi. Semakin jelas bukan? Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut ini dengan cermat:
Surat As-Syuura (42) ayat 12
KepunyaanNya perbendaharaan Samawat dan Bumi, DIA lapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki dan menyempitkannya. Bahwa DIA mengetahui atas tiap sesuatu.
Surat Saba’ (34) ayat 22
Katakan: panggilah yang kamu katakan Tuhan selain Allah, mereka tidak memiliki seberat zaroh (atom) di Samawat dan Bumi dan tiada sekutu bagi mereka pada keduanya (Samawat dan Ardh) dan tidak pula penolong selain DIA.
Surat An-Naml (27) ayat 25
Apakah tidak sujud kepada Allah yang mengeluarkan rahasia Samawat dan Bumi serta mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.
Dari Ayat-ayat tersebut juga bisa dipahami bahwa Allah memberikan rizqi kepada yang di Samawat dan Bumi ini terhadap semua makhluk-Nya yang terdiri dari binatang dari berbagai jenis dan juga manusia yang ada disana. Lebih jelas lagi pada surat Saba’ (34) ayat 22 dikatakan “tidak ada sekutu bagi mereka pada Samawat dan Bumi”, padahal yang biasanya menyekutukan Allah itu adalah manusia dan tidak mungkin binatang melata.
Di samping itu dikatakan pula bahwa baik yang di Samawat maupun yang di Bumi ini banyak yang patuh kepada Allah ditandai adanya “sujud kepada Allah” maka sudah bisa dipastikan bahwa yang sujud kepada Allah di Samawat itu pastilah manusia seperti halnya kita ini.
Maka tidak diragukan lagi bahwa memang benar pada setiap Samawat (planet-planet) itu telah berkembang masyarakat manusia dan juga berbagai binatang dari berbagai jenis. Dengan keterangan demikian orang masih juga akan berusaha untuk mengelak dengan mengatakan bahwa katanya yang sujud itu bukannya manusia tapi para Malaikat, karena kata mereka ayat yang berbunyi “MAN” itu belum tentu berarti “MANUSIA”. Baiklah memang untuk menundukkan OTAK di kepala yang memang suka bersikap “ANGKUH” itu haruslah dengan menjernihkan “HATI NURANI”, maka perhatikan ayat berikut ini:
Surat As-Syuura (42) ayat 11
Yang menyusun Samawat dan Bumi, DIA jadikan bagimu atas dirimu pasangan (jodoh) begitupun pasangan dari binatang ternak, sehingga kamu menjadi ramai. Tidak satupun yang menyerupaiNYA. DIA Maha mendengar dan melihat.
Surat An-Nahl (16) ayat 49
Dan bagi Allah Sujud apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi dari dabbah dan Malaikat dan mereka tidak menyombongkan (diri).
Ayat-ayat tersebut dapatlah dipahami sebagai berikut: 1 Allah yang menyusun (menciptakan) Samawat dan Bumi, dan keadaan di Samawat itu juga terjadi perkembangbiakan baik binatang ternak maupun manusia, sehingga keadaan di sana menjadi ramai karena mestinya jumlah penduduknya semakin lama semakin banyak.2 Diantara masyarakat manusianya yang ada di sana juga melakukan sujud kepada Allah dalam arti Shalat dalam rangka melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang ada di Bumi ini. Dari Surat An-Nahl (16) ayat 49 itu dibedakan antara dabbah dan Malaikat, padahal pengertian dabbah itu termasuk di dalamnya adalah manusia.3 Maka tidak ada alasan bahwa yang sujud disana hanyalah Malaikat tetapi juga termasuk di dalamnya adalah manusia. Lagi pula apakah Malaikat itu harus berpasang-pasangan sebagaimana yang dimaksud pada Surat As-Syuura (42) ayat 11 tadi. Maka yang berpasangan (jodoh) dan kemudian menjadi banyak adalah manusia dan binatang-binatang.
Selanjutnya perhatikan analisa Ayat berikut ini:
Surat Ali-Imron (3) ayat 190
Sesungguhnya pada penciptaan Samawat dan Bumi serta pergantian siang dan malam merupakan pertanda bagi ulul albab (para peneliti/ahli pikir).
Surat Ruum (30) ayat 22
Dan dari ayat-ayatNYA penciptaan Samawat dan Bumi serta perbedaan lidahmu (bahasamu) dan warnamu, bahwa pada yang demikian adalah ayat bagi orang-orang yang ingin tahu.
Surat Al-Ma’aarij (70) ayat 40
Maka janganlah AKU bersumpah dengan Tuhan timur-timur dan barat-barat, bahwa Kami adalah menentukan.
Perhatikanlah bahwa di Samawat yang diciptakan Allah itu juga terjadi adanya pergantian siang dan malam seperti halnya di Bumi ini. Di sana juga manusianya terdiri dari bermacam-macam bahasa serta perbedaan warna kulitnya, sebagaimana yang kita saksikan di muka Bumi ini, ada yang berkulit putih, ada yang sawo matang, ada yang hitam dan lain-lain.
Istilah timur-timur dan barat-barat menandakan bahwa timur dan baratnya itu banyak (tidak hanya satu), maka disetiap Samawat itu juga ada timur dan baratnya, seperti juga yang ada di Bumi ini. dan semua timur dan barat yang ada di sana itu juga merupakan daerah kekuasaan Allah yang satu. Arah timur dan barat itu ada karena adanya kutub utara dan selatan, yang kemudian berbentuk globe seperti Bumi ini, maka kemudian timbulah suatu arah yang orang mengatakan timur dan barat itu.
Kalau sekiranya Samawat itu diartikan langit, maka orang akan kesulitan bahkan tidak mungkin bisa menentukan arah yang dinamakan dengan timur atau barat itu. Itulah makna Al Qur’an sebagai petunjuk bagi semua manusia yang suka memikirkan. Dalam keterangan ini juga merupakan pemahaman tentang istilah dalam Ayat yang harus dipahami berdasarkan pemikiran secara wajar sehingga bisa dimengerti oleh semua pihak dan sejalan dengan keadaan yang berlaku di jagad raya ini.
Kalau setiap keterangan tidak bisa dipahami menurut akal sehat, maka siapapun akan selalu bertanya-tanya, bahkan selalu dibayangi keraguan, akibatnya muncul sikap masa bodoh dan tidak ada kepastian. Hal demikian terjadi karena hampir sebagian besar orang-orang Islam kurang serius dalam menganalisa dan mendalami Al Qur’an, bahkan cenderung monotone secara tradisional secara turun temurun dengan doktrin yang mematikan kreatifitas. Orang lebih suka mengikuti apa yang sudah ada tanpa ada keberanian untuk melakukan pendalaman dan pengkajian secara teliti, walaupun pengertian yang di dapat selama ini banyak yang bertentangan dengan alam pikirannya sendiri. Ironisnya para Sarjana kita pun masih banyak yang mengikuti cara-cara seperti itu, walaupun tidak semuanya. Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut:
Surat Luqman (31) ayat 10 dan 20
10) DIA ciptakan Samawat (planet-planet) tanpa tiang seperti yang kamu lihat, dan DIA tempatkan di Bumi rawasia untuk memberi kekuatan padamu, dan DIA kembang biakkan padanya dari dabbah dan Kami turunkan air dari angkasa lalu Kami tumbuhkan padanya dari setiap pasangan yang mulia. 20) Tidakkah kamu perhatikan bahwa Allah mengedarkan untukmu apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi serta mencukupkan atasmu nikmat-NYA lahir batin? Dan dari manusia itu ada yang menyanggah Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa Kitab yang menerangkan.
Surat Saba’ (34) ayat 24
Katakanlah : Siapakah yang memberi rezki padamu di Samawat dan Bumi? Katakanlah: ALLAH, Kamikah atau kamukah atas petunjuk atau pada kesesatan nyata.
Surat Al-Jatsiyah (45) ayat 13
Dan DIA edarkan bagimu apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi semuanya dari-NYA. Bahwa yang demikian adalah Ayat bagi kaum yang berpikir.
Surat Ali-Imron (3) ayat 83
Apakah selain agama Allah yang mereka cari? Padahal bagiNYA telah Islam orang-orang yang di Samawat dan di Bumi dengan patuh dan terpaksa, dan kepadaNYA mereka akan dikembalikan.
Surat Yusuf (12) ayat 105
Banyak diantara Ayat-ayat di Samawat dan di Bumi mereka melewatinya dan berpaling padanya.
Surat Ad-Dukhaan (44) ayat 38
Tidaklah Kami ciptakan Samawat dan Bumi serta diantaranya dengan main-main. Tidaklah Kami ciptakan semua itu kecuali secara haq tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Surat Jaatsiyah (45) ayat 22
Dan Allah menciptakan Samawat dan Bumi secara haq agar dibalas setiap diri menurut usahanya dan mereka tidak didzalimi.
Kalau diperhatikan dengan cermat Ayat-ayat tersebut maka dapat dipahami sebagai berikut:
Bahwa Planet-planet maupun Bumi sebenarnya melayang di angkasa mengitari Surya, tanpa tiang dan tanpa ikatan yang bisa dilihat langsung oleh mata setiap orang. Coba perhatikan pada malam hari, maka anda akan melihat planet-planet itu memang benar-benar melayang tanpa ikatan, namun diterangkan bahwa pada setiap planet itu ditempatkan rawasia (proton) untuk memberikan kekuatan padanya. Kalau planet-planet itu tanpa rawasia maka dia akan melayang tanpa tujuan entah kemana. (lihat Surat Luqman (31) ayat 10).
Bahwa di planet-planet itu juga telah berkembang berbagai makhluk yang terdiri dari bermacam-macam makhluk bernyawa seperti binatang dan manusia yang diistilahkan “dabbah”.
Diantara manusia itu ada yang suka menyanggah dan membantah keterangan Allah, tanpa dasar ilmu dan tanpa petunjuk tetapi hanya atas dasar katanya si Anu dan lain-lain (Surat Luqman (31) ayat 20).
Di sana juga diturunkan hujan sehingga menimbulkan banyak berbagai tetumbuhan dari berbagai macam untuk kebutuhan hidup bagi manusia dan makhluk lainnya di planet itu.
Semua makhluk yang ada di sana juga diberikan rezki atas ketentuan Allah. Dan diantara manusia yang ada disana ada juga yang sadar akan hukum Allah tapi ada juga yang sesat seperti halnya yang ada di Bumi (Surat Saba’ (34) ayat 24).
Di antara manusia yang ada disana ada yang Islam secara taat, ada juga yang Islam terpaksa (tidak sungguh-sungguh) (Surat Ali-Imron (3) ayat 83).
Banyak disampaikan Ayat-ayat Allah sebagai peringatan bagi manusianya, tetapi nyatanya juga banyak yang lewat dan berpaling menolak. (Surat Yusuf (12) ayat 105).
Allah menciptakan itu bukanlah untuk main-main tetapi sengaja diciptakan memang untuk ditempati manusia dan juga merupakan ujian tentang baik dan buruk untuk nanti di balas di Akhirat (Surat Ad-Dukhaan (44) ayat 38 dan Surat Jaatsiyah (45) ayat 22).
Maka cukup jelas bahwa ternyata memang di setiap planet itu telah berkembang dari masyarakat manusia seperti yang ada di Bumi ini dengan naluri yang sama, sikap dan perilaku yang sama pula hanya saja berbeda bahasa dan warna kulit.
Kalau sekiranya manusia itu teliti dan memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an dalam penganalisaan, maka akan diperoleh keterangan dan petunjuk bahwa nantinya manusia itu akan mampu menjelajah antara planet asal saja mereka mampu menciptakan atau mewujudkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ruang angkasa yang dalam Al Qur’an disebut “SULTHON” atau “DAYA” yang mestinya berupa pesawat ruang angkasa berupa “PIRING TERBANG” yang anti gravitasi, perhatikan Ayat berikut:
Surat Ar-Rohmaan (55) ayat 33
Wahai masyarakat jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi daerah Samawat dan Bumi (ruang angkasa) maka lintasilah. Tidaklah kamu bisa melintasi kecuali dengan sulthon (daya – IPTEK). Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa nantinya jin maupun manusia akan mampu melintasi ruang angkasa dalam arti mampu menjelajah antar planet ketika dia sudah mampu menciptakan sulthon yaitu daya atau kekuatan yang berupa pesawat ruang angkasa (mestinya sejenis Piring Terbang, karena dengan bentuk seperti cakram akan bergerak ke segala arah dengan cepat. Bentuk itu mirip dengan bentuk galaksi).
Dengan penjelajahan antar planet demikian akan diketahui bahwa ternyata disana juga berpenduduk manusia sebagaimana yang ada di Bumi ini. Jika hal itu telah dibuktikan berarti orang mau tidak mau harus mengakui akan kebenaran Al Qur’an. Kalau sekarang ini orang baru mempercayai, tapi nantinya akan meyakini. Maka dengan begitu juga akan muncul teori-teori baru dan bahkan mungkin akan menggagalkan teori lama yang semula sudah dianggap benar, karena sudah tidak cocok lagi dengan kenyataan yang ada.
Sekarang ini manusia Bumi baru bisa mendarat di Bulan dan ada yang mendarat di Planet Mars tetapi tanpa awak. Tunggulah perkembangan berikutnya kalau memang anda tidak percaya dengan informasi dari Ayat Al Qur’an.
Drs. MINARDI MURSYIDKaranganyar, Muharam 1423 HYayasan Tauhid IndonesiaJl. Tentara Pelajar No.9Telp. 0271-610234Karanganyar – Surakarta, Jawa Tengah
Perbanyak Taddabur Al Quran
Terima kasih tulisan tentang manusia di luar bumi menurut Al Quran mendapat comment. Sebenarnya tulisan itu saya peroleh dari web www.tauhid.org yang oleh yayasan sementara ditutup. Selain itu saya pernah mengikuti pengajian Bapak Minardi Mursyid beberapa kali (juga direkam dalam vcd). Untuk memahami secara mendalam sebaiknya melihat vcd-nya. Kalau ada niatan berdiskusi dengan beliau, barangkali beliau bisa dihubungi di alamatnya. Setahu saya dari pengajian-pengajian Pak Min (begitu panggilannya) ingin mengajak umat Islam untuk kembali kepada Al Quran sebagai petunjuk dan penjelasan-penjelasan atas petunjuk (Al Baqarah). Pada dasarnya semua hal yang ada di jagad raya ini sudah ada petunjuknya di Al Quran dan manusia diwajibkan berpikir (ulil albab = peneliti). Karena orang yang berilmu dan beriman ditinggikan derajatnya dibanding kaum yang lain. Al Quran memberikan gambaran yang jelas sejak penciptaan alam semesta sampai hari kehancuran dan hari kebangkitan. Pembahasan makrokosmos dan mikrokosmos sangat jelas dalam Al Quran petunjuknya. Insya Allah petunjuk itu berguna bagi manusia. Bila manusia belum memahami, niscaya generasi berikutnya akan memahami. Alangkah bagusnya ada pemikir-pemikir Islam (seperti Doktor Febdian) yang sadar bahwa semua ilmu adalah sunatullah, tetapi segala milmu yang dikuasai manusia hanyalah sedikit belaka dibanding ilmu Allah. Semoga sedikit bahan diskusi ini bisa menjadi pencerahan bagi umat Islam menuju peradaban yang Islami.
Berdasar Petunjuk Al Quran
Pembahasan keberadaan manusia di luar bumi sangat jelas dalam Al Quran (Di bagian awal terjemahan DEPAG RI pun dibahas sekilas bahwa dabbah adalah makhluk hidup yang menurut ayat berjalan dengan perut (ular, cacing dsb), berkaki 2 (ayam, manusia, dsb) dan berkaki 4 (sapi, kuda dsb). Sangat jelas ayat tersebut dan kita pun mengimaninya (silahkan baca-baca lagi, bila belum paham ulangi lagi dan merujuk langsung ke Al Quran).
Manusia khalifah di bumi dengan nabi terakhir Muhammad SAW, Insya Allah di planet-planet sono ada nabi-nabi juga dan perintah untuk hanya menyembah Allah pun pasti sama.
Bisa didiskusikan selanjutnya: Jibril dan malaikat dalam ayat Al Quran disebut dalam satu ayat berbeda (kalau Jibril termasuk himpunan malaikat pasti tidak disebut lagi “Jibril dan malaikat”). Di ayat lain dikatakan Jibril adalah sangat cerdas. Nabi Muhammad pernah melihat dalam wujud sebenarnya dari ufuk langit dan semakin mendekat….. Jibril (Ruhul Kudus) termasuk malaikat atau UTUSAN YANG SANGAT CERDAS DAN MENGEMBAN WAHYU ALLAH ANTAR PLANET, GALAKSI???
Nb: Nabi dan Rasul adalah utusan untuk kaum masing-masing di bumi.
Dalam era globalisasi dan informasi sudah saatnya bagi umat Islam untuk berpikir kritis dan dinamis demi kemajuan Islam. Hal yang perlu dipahami bahwa sesungguhnya Al Qur’an bukan hanya menerangkan ibadah saja, tetapi lebih jauh dia juga menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu tingkat tinggi yang justru lebih lengkap dan sempurna. Akan tetapi selama ini yang dipelajari para ilmuwan Muslim baru sebatas hal yang berkaitan dengan ibadah, dikiranya Al Qur’an tidak mampu menerangkan hal-hal berkaitan dengan segala yang ada di semesta. Padahal kalau Al Qur’an dipahami dengan sungguh-sungguh maka akan muncul Sarjana-sarjana Al Qur’an dari berbagai disiplin ilmu yang berkualitas tinggi dan handal. Dengan begitu Ilmu Pengetahuan akan maju pesat sejalan dengan tingkat kemampuan dalam pemahaman Al Qur’an oleh para pemeluk Islam atau para Ilmuwan itu sendiri.
Kenapa demikian? Karena proses dan langkah yang dilakukan oleh orang yang memahami Al Qur’an akan berbeda dengan yang tidak memahami. Setiap orang Islam yang memahami Al Qur’an dalam melakukan penelitian tentang apapun senantiasa mendasarkan Petunjuk Allah dalam Al Qur’an, sehingga semuanya akan berjalan dengan kepastian dan tidak meraba-raba. Sementara orang yang tidak mengenal Al Qur’an akan berjalan dengan mencari-cari dan meraba-raba walaupun akhirnya diantara mereka juga ada yang menemukan tapi prosesnya sangat panjang dan cukup lama.
Al Qur’an merupakan wahyu dari Allah yang sengaja diturunkan sebagai petunjuk bagi semua manusia sampai akhir zaman. Petunjuk itu meliputi ibadah, muamalah dan juga tentang berbagai Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi tingkat tinggi termasuk didalamnya tentang ruang angkasa. Namun pada umumnya manusia kurang mengerti makna dari petunjuk itu, sehingga mereka memahami dengan cara-cara tradisional dengan melakukan upacara-upacara tertentu secara turun temurun, secara hafalan tanpa mengetahui apa yang mereka hafal itu. Cara seperti itu berjalan sangat lamban tanpa perkembangan bahkan cenderung mundur. Hal seperti itu sudah berjalan cukup panjang selama ratusan atau mungkin sudah ribuan tahun, karena memang Al Qur’an diturunkan hampir 1.500 tahun yang lalu.
Sebagai bahan pemikiran maka perhatikan petunjuk Allah SWT berikut ini:
Surat Al-Maidah (5) ayat 3:
Hari ini kami sempurnakan bagimu agamamu dan Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu dan Aku ridho Islam menjadi agamamu…..
Surat Al-An’am (6) ayat 115
Dan selesailah (sempurnalah) Kalimat Tuhanmu dengan benar dan adil, tiada perubahan bagi Kalimat-Nya. Dia mendengar mengetahui.
Surat Ar-Rum (30) ayat 30
Dirikanlah wajahmu untuk agama itu sempurnanya, fitrah Allah yang memfitrahkan manusia atasnya, tiada perubahan bagi ciptaan Allah, itulah agama yang kokoh (tegak). Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Surat At-Taubah (9) ayat 32
Mereka ingin memadamkan Nur (petunjuk) Allah dengan mulut mereka dan Allah menolak kecuali menyelesaikan petunjuk-Nya, walaupun orang-orang kafir merasa benci.
Surat An-Nahl (16) ayat 89
Pada hari Kami bangkitkan pada setiap umat, pemberi bukti atas mereka dari diri mereka, dan Kami datangkan kamu pemberi bukti atas orang-orang itu. Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al Qur’an) yang menerangkan atas tiap sesuatu serta petunjuk dan rahmat dan kegembiraan bagi Muslimin.
Dari ayat-ayat tersebut diatas dapatlah dipahami bahwa sesungguhnya Al Qur’an itu telah lengkap, sempurna, benar dan adil tidak ada perubahan sepanjang masa serta menerangkan semua persoalan yang ada di semesta raya ini. Namun kebanyakan manusia belum sepenuhnya mengakui dan meyakini atas kebenaran Al Qur’an, karena minimnya informasi yang diperoleh dari Ayat-ayat Al Qur’an. Sebagian dari umat Islam sendiri masih berpendapat bahwa Al Qur’an belum lengkap karena masih bersifat global, padahal Al Qur’an sendiri menyatakan lengkap sempurna.
Jika orang diberi informasi tentang Al Qur’an umumnya mereka menolak dengan alasan yang tidak logis. Seharusnya kalau kita belum sanggup untuk memahami dengan benar janganlah cepat-cepat membuat vonis bahwa dalam Al Qur’an tidak ada dalilnya, justru kita dituntut untuk lebih giat meneliti agar memperoleh keterangan yang logis sesuai dengan maksud yang sebenarnya, karena pemahaman manusia itu berkembang sesuai dengan tingkat peradaban yang berlaku secara bertahap.
Misalnya tentang adanya masyarakat manusia di planet lain di luar Bumi ini, orang-orang barat begitu serius mengadakan penelitian dengan biaya yang sangat mahal dan mereka yakin bahwa diluar Bumi ini pasti ada kehidupan atau ada makhluk hidup. Padahal sebenarnya jauh-jauh sebelumnya Al Qur’an telah memberikan informasi yang menunjukkan bahwa di planet selain Bumi ini juga telah berkembang masyarakat manusia seperti halnya di Bumi ini. Sementara para ilmuwan muslim hanya bertindak selaku penonton dan menunggu hasil penelitian orang Barat.
Sebenarnya sejak 15 abad yang lalu Al Qur’an telah menerangkan berbagai persoalan yang ada di jagad raya ini, cuma masalahnya sistem pendidikan yang selama ini diajarkan hanyalah berupa hafalan-hafalan sehingga pada umumnya anak didik kita banyak yang tidak bisa memahami tentang sesuatu. Seringkali orang dipaksa untuk percaya begitu saja secara taklid buta walaupun kadang-kadang keterangan yang disampaikan tidak sejalan dengan pemikiran secara wajar. Ironisnya para Sarjana kitapun masih banyak yang kurang kritis dan teliti, bahkan mereka juga mengikuti pemahaman ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu, sehingga posisi kita sering selalu ketinggalan, terutama dalam hal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Bahkan tidak jarang para ‘Ulama kita pun dalam menjelaskan tentang sesuatu sering menemui jalan buntu dan terbentur pada hal-hal yang tidak terjawab, akibatnya orang hanya percaya tanpa mengerti yang dipercayai bahkan sering bertentangan dengan alam pikirannya sendiri. Padahal yang namanya “SOAL” pasti ada “JAWABNYA”, maka sekali lagi bahwa Al Qur’an pasti bisa menjawab segala persoalan (periksa kembali Surat An-Nahl (16) ayat 89).
Selama ini kita telah terkunci oleh doktrin-doktrin (ajaran) yang disampaikan oleh orang tua kita, atau seorang yang dituakan, para guru atau Mubaligh, Kyai dan yang sejenis itu. Karena umumnya orang beranggapan bahwa apapun yang disampaikan oleh mereka itu pasti benar dan tidak pernah ada yang salah. Kalau kita mau memperhatikan kondisi di sekitar kita, bahwa saat sekarang ini umat Islam bahkan para Da’i kita pun jarang sekali menggunakan Al Qur’an sebagai rujukan dalam menjawab setiap persoalan.
BENARKAH ADA KEHIDUPAN MANUSIA DI PLANET LAIN?
Jika hal ini ditanyakan kepada seseorang di antara kita, ternyata satu sama lain memberikan jawaban yang berbeda. Tetapi kebanyakan di antara mereka memberikan jawaban tidak ada, belum yakin, ragu-ragu karena dikatakan oleh mereka bahwa sekarang ini Amerika atau orang Barat belum menemukan. Inilah kenyataan yang terjadi, bahwa orang cenderung lebih percaya kepada orang Amerika daripada kepada Wahyu yang ada dalam Al Qur’an.
Hal demikian memang wajar-wajar saja, karena:
Pihak Amerika-lah yang memang getol mengadakan penelitian tentang keadaan ruang angkasa, maka mereka yang dianggap lebih mengetahui kondisi ruang angkasa itu.
Dari hasil penelitian pihak Amerika maupun Negara lain yang juga menyelidiki ruang angkasa belum ada tanda-tanda tentang kehidupan di luar Bumi ini.
Para ilmuwan Muslim sendiri hampir tidak ada yang mengadakan penelitian ke ruang angkasa, sehingga mereka lebih baik menunggu hasil penelitian mereka.
Para ilmuwan Muslim dalam penyelidikan tentang Al Qur’an barangkali masih belum menyeluruh, sehingga kalau diberi informasi tentang Kitab Sucinya sendiri masih ragu, bahkan cenderung menolak karena kata mereka di Al Qur’an tidak ada yang menyatakan begitu.
Itulah fenomena yang terjadi dalam masyarakat kita, terutama masyarakat Islam sendiri karena kurangnya informasi tentang Al Qur’an, tetapi anehnya kalau diberi tahu tentang Al Qur’an juga belum tentu mau menerima atau paling tidak merupakan bahan kajian, tetapi itulah faktanya. Sementara bagi orang-orang yang memang benar-benar beriman kepada penjelasan Allah yang disampaikan oleh Nabi tentu menanyakan kepada Nabi. Akan tetapi karena sekarang Nabi sudah tiada, maka kita harus menanyakan kepada yang mengutus Nabi yaitu Allah dimana Allah telah menjelaskan semua itu melalui Wahyu dalam Al Qur’an.
Memang dalam menanggapi keterangan yang sangat mengejutkan ini haruslah dengan kejernihan hati, dan jangan ditanggapi dengan keangkuhan kepala (otak), dengan hati yang jernih, maka kepala pun akan dingin. Ada beberapa hal yang perlu dipahami secara cermat dan hati-hati agar kita benar-benar memperoleh pengertian yang sewajarnya dan dimengerti oleh semua pihak.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
Pengertian tentang DUNIA.
Pengertian tentang SAMA’/SAMAWAT.
Pengertian tentang DABBAH.
DUNIA
Selama ini orang menganggap seolah-olah yang dimaksud dunia ini hanyalah Bumi ini saja, padahal dunia itu begitu luasnya, sedangkan Bumi ini hanyalah merupakan debu yang sangat kecil jika dibandingkan dengan dunia. Dunia adalah semesta raya ini dan bukannya hanya Bumi saja, karena itu kalau kita sering mendengar bahwa dunia ini nantinya akan dihancurkan pada hari kehancuran total dengan istilah “Yaumus Sa’ah”, maka yang dihancurkan bukan hanya Bumi ini, tetapi seluruh jagad raya yang ada di semesta ini.
Semesta raya ini terdiri dari milyaran Bintang, setiap Bintang di angkasa merupakan satu solar sistem (Tata Surya). Oleh karena itu hendaklah kita merubah cara berpikir dalam memahami suatu persoalan sehingga pengertian itu bisa diterima oleh pikiran secara wajar dan sejalan dengan ilmu pengetahuan.
Informasi yang selama ini telah berkembang di kalangan masyarakat, baik masyarakat Islam maupun umum bahwa Hari Qiyamat itu adalah hari kehancuran total, padahal pengertian seperti itupun harus diadakan koreksi, agar bisa dipahami secara rasional. Sehubungan dengan hari kehancuran total ada dua istilah yang harus dipahami dengan hati yang jernih yaitu: Yaumul Qiyamah dan Yaumus Sa’ah. Qiyam artinya “berdiri” sedangkan Sa’ah artinya “waktu”. Maka Hari Qiyamat adalah suatu hari berdiri atau hari kebangkitan di akhirat nanti, maka dia bukanlah hari kehancuran total. Sedangkan Sa’ah yaitu hari dimana yang hidup ini akan mati, termasuk dunia atau jagad raya ini akan dihancurkan maka itulah yang dimaksud dengan Yaumus Sa’ah atau hari kehancuran total tadi. Maka antara Hari kehancuran total dengan hari kiamat jelas waktunya sangat berbeda. Pemahaman demikian juga termasuk point tentang pengertian suatu istilah dalam Ayat Al Qur’an. Jika dalam memahami suatu istilah kurang tepat maka akan terjadi kesalahan dalam penentuan kesimpulan.
Maka semakin jelas bahwa yang dimaksud dengan DUNIA adalah semesta raya ini atau jagad raya ini dan bukan Bumi ini saja. Sebagai bahan penganalisaan perhatikan petunjuk Allah dalam surat Al-Mulk (67) ayat 5 berikut ini :
Terjemahan Departemen Agama RI. Pelita II/1977-1978:
Sesungguhnya kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat pelempar setan. Dan Kami sediakan mereka siksa Neraka yang menyela-nyala.
Terjemahan Lembaga Percetakan Al Qur’an Raja Fahd di Madinah al Munawarah; Surat Mulk ayat 5, hal 956:
Sesungguhnya Kami telah menghiasai langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa Neraka yang menyala-nyala.
Selanjutnya terjemahan Proff. Mahmud Yunus, penerbit Alma ‘Arif, Bandung:
Sesungguhnya Kami hiasi langit yang hampir ke dunia dengan beberapa pelita (bintang-bintang) dan Kami jadikan tahi-tahi bintang untuk pelempar syetan-syetan, dan Kami sediakan untuk mereka siksa neraka.
Secara wajar Ayat tersebut sebaiknya diartikan sebagai berikut: “Dan sungguh Kami hiasi ANGKASA DUNIA = angkasanya semesta raya (langitnya semesta raya ini) dengan bintang-bintang (pelita-pelita) dan Kami jadikan dia (bintang-bintang itu) ancaman (rujuman) bagi setan-setan. Dan kami sediakan atas mereka siksa yang membakar”.
Jika “sama’a dunya” diartikan dengan “langit yang dekat dengan Bumi” atau “langit yang hampir ke dunia” maka langit manakah yang jauh dari dunia, atau bahkan pengertian dunia seolah-olah hanyalah Bumi ini. Maka semestinya dia harus diartikan “angkasa dunia”, dia adalah angkasanya atau langitnya semesta raya ini dan bukan hanya langitnya Bumi.
Jadi petunjuk Allah pada surat Al-Mulk (67) ayat 5 tersebut diatas memberikan penjelasan kepada manusia bahwa semua bintang-bintang itu merupakan hiasan yang sangat indah yang ada di angkasa atau langitnya dunia atau langitnya semesta raya. Coba perhatikan ketika malam hari betapa jumlah bintang yang milyaran itu tak terhitung banyaknya, sangat indah menghiasi angkasa (langit) di semesta raya jika dipandang dari Bumi maupun dari planet lain. Semua bintang itu tidak hanya diatas Bumi saja tetapi tersebar di seluruh jagad raya, maka benarlah kalau demikian bahwa yang dimaksud dengan dunia adalah seluruh jagad raya ini, karenanya kalau nanti dunia akan dihancurkan pada Hari Sa’ah adalah seluruhnya bukan hanya Bumi.
Kemudian dalam Ayat tersebut diatas dijelaskan bahwa bintang-bintang itu merupakan ancaman bagi setan-setan, tentunya nanti di Akhirat dan bukannya sebagai pelempar setan. Kapan Allah pernah melempar setan dengan bintang yang sangat besar itu? Padahal keadaan bintang itu sama dengan Surya (Matahari) kita, maka setan mana yang dilempar dengan benda sebesar itu. Untuk memahami pengertian tentang setan maka perhatikanlah petunjuk Allah berikut ini:
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 14
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka berlalu kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami bersama dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.
Surat Al-An’am (6) ayat 112
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka mewahyukan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang mewah fatamorgana. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.
Dari dua ayat diatas dapat dipahami bahwa setan itu adalah terdiri dari setan jin dan setan manusia, maka dia adalah sifat yang dimiliki oleh jin dan manusia yang senantiasa melanggar atau menolak hukum-hukum Allah, karena itu setan-setan itu diancam dengan Neraka (API) tetapi itu baru ancaman, dan pelaksanaannya adalah nanti di Akhirat. Tentunya yang berlaku bagi manusia bukanlah setan jin tetapi setan manusia, karena itu banyak Ayat yang menyatakan bahwa setan itu adalah musuh nyata bagimu, artinya setan itu nyata dan kongkrit berupa setan manusia yang senantiasa menentang hukum Allah dan mengajak manusia lain untuk kafir atau menolak.
Maka yang dimaksud dengan dunia bukanlah hanya Bumi ini tetapi seluruh semesta atau jagad raya. Kalau ada orang mengatakan bahwa hidup di dunia ini, berarti hidup di jagad raya ini dan bukan hanya di Bumi saja. Kalau dunia akan dihancurkan, maka yang dihancurkan bukan hanya Bumi ini saja tetapi seluruh semesta. Sedangkan Bumi ini hanyalah salah satu planet dari anggota Tata Surya kita, sedangkan Tata Surya kita ini hanyalah merupakan gugus Bima Sakti berarti hanya bagian kecil dari Bima Sakti itu.
Coba kita perhatikan ada berapa Galaksi di angkasa itu yang di dalamnya ada milyaran bintang-bintang, untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau dibiarkan kosong tanpa penghuni, Mubazirkan ? padahal semua itu diciptakan Allah bukan untuk main-main ?
SAMA’/SAMAWAT
Memang benar bahwa berdasarkan arti bahasa bahwa Samawat adalah bentuk jamak dari Sama’ yang pada umumnya diartikan “langit” atau “angkasa”. Namun sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, maka sama’ belum tentu selalu berarti langit. Sedangkan yang dimaksud langit adalah awang-awang kosong begitu luasnya. Tiap-tiap planet memiliki langit, sedangkan planet-planet itu tak terhitung jumlahnya di semesta raya ini. Di dalam wilayah Tata Surya kita saja ada 10 planet dan baru 9 yang diketemukan dan masing-masingnya memiliki langit.
Sebagai ilustrasi kami berikan keterangan lain yang hampir mempunyai nilai pandang yang sama. Kalau orang membuat balai untuk tempat tidur yang terbuat dari kayu biasa (bukan Spring Bed) maka ketika tempat tidur itu dipasang, dibawahnya ada suatu ruangan yang biasa disebut “kolong” atau orang Jawa bilang “longan”. Ketika orang sedang membuat balai tempat tidur tadi, maka dia sama sekali tidak merencanakan untuk membuat kolong atau longan tadi. Tetapi setelah tempat tidur itu dipasang maka mau tidak mau longan atau kolong itu pasti jadi dengan sendirinya. Dan kalau tempat tidur itu dibongkar maka longan tadi pun akan hilang dengan sendirinya.
Ilustrasi ini seperti halnya langit tadi. Ketika dulunya semesta raya ini belum ada yang ada hanyalah kekosongan, dan tidak ada yang namanya langit. Tetapi setelah Allah menciptakan seluruh bintang dan planet-planet itu maka muncullah yang namanya langit tadi. Akan tetapi kalau nantinya Allah menggulung semua benda-benda angkasa itu maka yang disebut langit itu akan lenyap dengan sendirinya. Maka Allah tidak pernah menciptakan langit, karena langit itu ada dengan sendirinya. Demikian juga orang yang membuat tempat tidur tadi tidak pernah membuat longan tetapi jadi dengan sendirinya ketika tempat tidur itu dipasang. Itulah gambarannya langit menurut logika dan juga menurut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Berdasarkan keterangan para ahli astronomi/ahli ruang angkasa bahwa langit Bumi ini saja ada tiga lapis:
Lapisan s.d. 11 mil di atas Bumi disebut TROPOSFIR/ATMOSFIR.
Lapisan 11 s.d. 300 mil di atas Bumi disebut STRATOSFIR.
Lapisan di atas 300 mil disebut : IONOSFIR.
Kesemuanya itu disebut dengan “LANGIT” yang menurut Al Qur’an disebut: SAMA’. Sekiranya orang mau memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an maka masing-masing istilah Sama’ ternyata mempunyai arti yang berbeda satu sama lain. Tetapi dalam memahami pengertian ini hendaknya dengan kejernihan hati, sehingga pikiran menjadi tenang.
Surat Al-An’am (6) ayat 99
DIA-lah yang menurunkan air (hujan) dari sama’ (atmosfir) lalu Kami keluarkan dengannya tetumbuhan…
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 29
DIA-lah yang menciptakan untukmu apa-apa di Bumi semuanya, kemudian menyelesaikan atas sama’ (Tata Surya) lalu DIA sempurnakan tujuh Samawat (planet-planet) dan DIA mengetahui tiap sesuatu.
Surat An-Nahl (16) ayat 79
Tidaklah mereka memperhatikan pada yang melayang diedarkan pada kekosongan angkasa (yaitu Tata Surya), tiada yang menahan kecuali DIA (ALLAH). Bahwa pada yang demikian merupakan Ayat bagi kaum yang beriman.
Surat Al-Furqon (25) ayat 25
Dan pada hari terpecah sama’ (Tata Surya) dengan bencana besar dan diturunkan Malaikat dengan turunnya.
Surat Fushilat (41) ayat 11
Kemudian menyelesaikan atas sama’ (Tata Surya) dan dia berupa gumpalan api (waktu itu) lalu DIA katakan padanya (sama’) dan pada Bumi, datanglah (berfungsilah) secara patuh atau terpaksa. Keduanya berkata: “kami datang secara patuh (berfungsi menurut orbitnya masing-masing).
Kalau diperhatikan, maka sama’ mempunyai berbagai arti:
Sama’ bisa berarti atmosfir.
Sama’ bisa berarti Tata Surya.
Sama’ bisa berarti semesta raya ini.
Sama’ bisa berarti angkasa/langit.
Kalau kita perhatikan dengan seksama maka: Surat Al-An’am (6) ayat 99, menyatakan bahwa hujan diturunkan dari sama’, maka dia pasti turun dari atmosfir. Karena tidak mungkin hujan itu turun dari stratosfir apalagi dari ionosfir.
Surat Al-Baqoroh (2) ayat 29 dinyatakan bahwa Bumi ini banyak dengan istilah “Ardhu jami’an” (Bumi semuanya), sebab kalau Bumi hanya satu tidak mungkin dikatakan semuanya. Kemudian dinyatakan diselesaikan atas sama’ berarti Bumi yang jumlahnya banyak itu menjadi satu susunan sama’ yang mestilah satu Tata Surya, dengan keterangan ada tujuh Samawat (planet-planet) di atas Bumi ini. Maka sama’ pada ayat ini berarti adalah Tata Surya.
Surat An-Nahl (16) ayat 79 yang menyatakan benda yang melayang pada kekosongan angkasa berarti adalah seluruh benda-benda angkasa atau Tata Surya itu memang melayang yang diedarkan pada kekosongan angkasa berarti di semesta raya itu, maka sama’ disini adalah semesta raya. Surat Al-Furqon (25) ayat 25 menyatakan : “Pada hari terpecah sama’ dengan bencana besar, ….. maka sama’ pada Ayat tersebut tidak mungkin diartikan “langit” yang terpecah, tapi yang terpecah adalah Tata Surya itu. Yaitu pada saat terjadinya bencana besar (kehancuran total) maka seluruh Tata Surya itu akan terpecah susunannya, tidak beraturan karena adanya benturan dan goncangan yang sangat dahsyat waktu itu. Maka seluruh Tata Surya akan tidak berfungsi sebagaimana mestinya akibat adanya benturan dan goncangan tadi, semuanya menjadi kacau balau, terpecah dan tidak teratur.
Surat Fushilat (41) ayat 11 Allah menyelesaikan Sama’ yang berupa gumpalan api (dukhonun) waktu itu. Hal ini lebih jelas lagi bahwa langit tidak mungkin berupa gumpalan api, karena yang namanya gumpalan api pastilah benda kongkret. Maka dia adalah Tata Surya yang memang wajar pada putaran pertama berupa gumpalan api (2000 tahun pertama) dan kemudian mendingin setelah 4 hari atau 4000 tahun kemudian, setelah itu berfungsi sebagaimana mestinya, maka Tata Surya termasuk Bumi ini berproses selama 6 hari (fii sittati ayyam) (lihat petunjuk Allah pada surat Hud (11) ayat 7, dan surat As-Sajdah (32) ayat 4-5). Lalu kenapa Samawat diartikan planet-planet? Padahal Samawat adalah bentuk jamak dari sama’. Sudah dijelaskan didepan bahwa memang sama’ tidak selalu berarti langit, tetapi ternyata mempunyai beberapa arti. Tetapi Samawat memang seharusnya berarti planet-planet. Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat Ayat berikut ini:
*Surat At-Tholaaq (65) ayat 12
Allah yang menciptakan tujuh Samawat, dan dari Bumi ini permisalannya (persamaannya). Akan naik turun (simpang siur) urusan antara keduanya (Samawat dan Ardh) agar kamu ketahui bahwa Allah menentukan tiap sesuatu dan Allah sungguh menguasai ilmu tiap sesuatu.
Surat Al-Mu’minun (23) ayat 17
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami). Ayat tersebut sebenarnya cukup jelas bahwa Allah menciptakan Samawat, berarti yang diciptakan Allah adalah benda kongkrit. Sebagaimana tersebut di atas bahwa yang namanya langit itu tidak pernah diciptakan, tetapi jadi hanya sebagai akibat adanya benda-benda angkasa itu.
Kemudian pada ayat tersebut selanjutnya menjelaskan bahwa Samawat itu semisal atau sama dengan Bumi ini. Maka kini jelas bahwa yang semisal dengan Bumi pastilah bukan langit tetapi adalah planet-planet itu. Oleh karena itu maka pengertian Samawat adalah memang planet-planet dan bukan langit-langit (periksa kembali Surat/Ayat : 65/12). Selanjutnya diterangkan bahwa akan naik turun atau simpang siur antara Samawat dan Bumi, maksudnya adalah bahwa di masa mendatang setelah perkembangan Teknologi sudah mencapai puncaknya maka masyarakat yang ada di Samawat (planet-planet itu) akan berurusan dengan masyarakat yang ada di Bumi ini tentang berbagai hal, mungkin hubungan dagang, mungkin hubungan antar agama, mungkin juga perang. Selama ini hampir sebagian besar orang-orang Islam beranggapan bahwa Samawat memang artinya langit, sehingga Allah menciptakan langit itu berlapis tujuh. Namun kenyataannya bahwa langit lapis tujuh itu sampai saat ini tidak pernah diketemukan, dimanakah dia? Maka keterangan yang seperti itu menjadikan para ilmuwan Barat tidak akan bisa mempercayai, karena memang langit yang lapis tujuh itu tidak ada. Kalaupun dicari pasti tidak akan ketemu. Dikatakan berulang kali bahwa Al Qur’an itu diturunkan oleh Allah itu memang sengaja untuk memberikan petunjuk kepada manusia tentang berbagai persoalan, baik menyangkut masalah ibadah maupun tentang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Kalau ternyata ayat Al Qur’an tidak bisa dipahami menurut akal maupun ilmu pengetahuan dan misalnya langit itu belum diketemukan atau mungkin dianggap dirahasiakan Allah, untuk apa Al Qur’an itu diturunkan? Padahal sesungguhnya langit itu memang benar-benar awang-awang kosong dan Allah tidak pernah menciptakan langit tetapi yang diciptakan adalah benda kongkrit yang kemudian muncul akibat lain yang melengkapi ciptaan Allah itu, misalnya langit tadi. Karena itu yang dimaksud dengan jalan pada Surat/Ayat : 23/17 adalah “garis orbit” yang dilalui oleh Samawat atau planet-planet itu. Untuk melengkapi keterangan tersebut selanjutnya perhatikan petunjuk Allah berikut:
Surat Nuh (71) ayat 15-16
Tidakkah engkau perhatikan, betapa Allah menciptakan tujuh Samawat bertingkat-tingkat. Dan DIA jadikan Bulan-Bulan padanya ada cahaya, dan DIA jadikan Surya itu sebagai pelita. Surat An-Naba’ (78) ayat 12-13 Dan Kami bangun di atasmu tujuh (planet) yang kokoh. Dan kami jadikan pelita (Surya) sebagai pusat jatuh.
Kalau kita perhatikan pada Surat Nuh (71) ayat 15 dinyatakan bahwa Allah telah menciptakan tujuh Samawat itu bertingkat-tingkat. Memang keadaan planet-planet itu bertingkat-tingkat menurut garis orbitnya masing-masing. Kemudian pada ayat 16 dinyatakan DIA jadikan BULAN-BULAN padanya (fiihinna) berarti Bulannya banyak, padahal Bulan yang ada di Bumi ini hanyalah satu. Maka Bulan yang lain adalah Bulan dari masing-masing planet itu, karena tidak mungkin langit memiliki Bulan atau dikitari Bulan, karena itu yang dikitari Bulan pastilah planet-planet itu. Selanjutnya perhatikan pada Surat An-Naba’ (78) ayat 12 yang menyatakan bahwa Allah membangun di atas Bumi ini tujuh yang kokoh (kuat), maka dia adalah benda kongkrit, dan tidak mungkin Allah membangun langit dan juga tidak mungkin langit keadaannya kokoh (kuat) seperti Bumi atau planet-planet itu. Kemudian Ayat 13 dinyatakan bahwa pelita (Surya) itu sebagai pusat jatuh, artinya bahwa planet-planet itu beredar mengelilingi Surya atau pelita itu, karena itu tidak mungkin langit beredar mengelilingi bintang atau dalam Tata Surya kita ini adalah Surya maka dia adalah planet bukan langit. Sebenarnya sudah banyak hal yang ditunjukkan Allah kepada kita khususnya umat Islam dalam Kitab Suci Al Qur’an, namun karena kita kurang membuka hati dan menenangkan pikiran maka akibatnya kalau ada informasi yang tidak sama dengan pikirannya sendiri lantas dianggap salah. Sayangnya dalam menyalahkan itupun orang tidak mau peduli, tidak mau melihat dulu apakah benar hal itu salah. Bagaimana orang bisa menyalahkan kalau belum mengetahui keadaan yang sebenarnya? Padahal sesuatu yang tidak sama dengan yang sudah ada tidak selamanya mutlak salah. Maka dari itu marilah kita membuka hati dan menenangkan pikiran agar kita memperoleh pengertian yang sewajarnya dan tidak akan menyesal di kemudian hari. Sebenarnya banyak istilah “Samawat” yang memang berarti “planet-planet” bukanlah “langit-langit” sebab kalau Samawat diartikan langit akan sulit untuk dipahami (perhatikan ayat-ayat petunjuk Allah dalam Surat Ali-Imron (3) ayat 83, An-Nahl (16) ayat 49, Az-Zumar (39) ayat 68 dan masih banyak yang lainnya).
Surat Ali-Imron (3) ayat 83
Apakah selain Agama Allah yang mereka cari ? Padalah bagiNya telah Islam orang-orang di Samawat dan Bumi dengan patuh dan terpaksa. Dan kepada-Nya mereka dikembalikan.
Surat An-Nahl (16) ayat 49
Dan bagi Allah sujud apa-apa yang ada di Samawat dan apa-apa yang ada di Bumi dari Dabbah dan Malaikat dan mereka tidak menyombong.
Surat Az-Zumar (39) ayat 68
Dan ditiupkan pada SUUR, maka matilah orang-orang di Samawat dan orang-orang di Bumi kecuali yang dikehendaki Allah, kemudian ditiupkan padanya yang lain, dan ketika itu mereka berdiri menantikan.
Pada surat Ali-Imron (3) ayat 83 Allah telah menyatakan bahwa telah Islam orang-orang yang di Samawat dan orang-orang yang di Bumi dengan patuh dan terpaksa. Kalau Samawat diartikan dengan langit, maka bagaimana orang bisa hidup di langit, dimana kakinya harus berpijak untuk berjalan, maka Samawat mestilah planet-planet itu. Jika orang suka memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an secara cermat dan hati-hati, maka akan banyak ditemui Ayat yang menerangkan “Ardhu” yang didahului “Samawat”.
Oleh karena itu pastilah ada hubungan arti antara Samawat dan Bumi, maka tepatlah kalau Samawat itu adalah planet-planet yang semisal atau sama dengan Bumi sebagaimana dimaksudkan pada Surat At-Tholaaq (65) ayat 12
Dari keterangan beberapa ayat tersebut, maka diperoleh pengertian bahwa sesungguhnya memang benar bahwa Samawat itu adalah planet-planet dan bukan langit. Di planet-planet selain Bumi yang disebutkan Samawat tadi ternyata telah berkembang masyarakat manusia yang kondisinya sama dengan yang ada di Bumi sebagaimana yang diterangkan menurut Surat Ali-Imron (3) Ayat 83.
Jadi sudah cukup jelas Ayat-ayat tersebut, oleh karena itu apakah kita masih akan berdalih dan mendasarkan laporan dari ahli ruang angkasa dari Amerika?
Semua itu berpulang kepada hati nurani kita masing-masing, maka otak memang tugasnya suka berdalih, suka membantah, suka menyanggah, dan bersikap arogan. Tetapi hati nurani itu sebenarnya jernih dan lugu, mau menerima kebenaran. Karena itu bukalah hati nurani agar mau menerima kebenaran tanpa disanggah oleh pikirannya sendiri. Semua itu berpulang kepada hati nurani kita masing-masing.
DABBAH
Kalau kita memperhatikan pada terjemahan Al Qur’an bahwa “dabbah” diartikan “binatang melata”. Memang sepertinya banyak ayat-ayat Al Qur’an yang sulit diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan tepat benar. Terbukti banyak ayat-ayat yang dari masing-masing penterjemah memberikan arti yang berbeda satu sama lainnya. Hal demikian menandakan bahwa bahasa Al Qur’an memang tidak sama persis dengan bahasa Arab biasa. Al Qur’an merupakan wahyu sudah pasti punya gaya bahasa yang sangat khas dan punya nilai estetika yang tinggi pula. Seperti kita ketahui bahwa Al Qur’an merupakan petunjuk dan diberikan keterangan dari semua petunjuk itu. Padahal keterangan tentang petunjuk itu ada dalam Al Qur’an. Oleh karena itu kalau memang ada istilah atau kata-kata yang sulit dipahami menurut kaidah-kaidah bahasa Arab, maka sebaiknya dicari keterangannya yaitu Ayat lain yang berhubungan dengan istilah yang sama yang saling menerangkan, maka disana akan ketemu persoalan yang dicari atau yang ditanyakan.
Kalau diperhatikan dengan teliti bahwa sesungguhnya dabbah itu bukan hanya binatang melata, tetapi termasuk di dalamnya binatang yang berkaki bahkan termasuk juga manusia. Untuk mendapatkan pengertian dabbah yang sebenarnya, perlu dihubungkan beberapa ayat dalam Al Qur’an yang mengandung dabbah, maka dia akan saling menerangkan tentang pengertian dabbah itu sendiri secara jelas. Kalau pemahaman tentang sesuatu hanya dengan satu ayat terpisah, maka pengertiannya tidak bisa utuh, karena jarang Al Qur’an menerangkan sesuatu hanya dengan satu ayat yang berdiri sendiri, tetapi harus dihubungkan dengan ayat lain yang berhubungan.
Memang ada juga ayat yang sudah jelas tanpa penjelasan misalnya ayat-ayat muhkamat, namun biasanya hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau ayat mutasabihat harus merangkaikan beberapa ayat yang saling menerangkan. Sebagai bahan kajian tentang dabbah maka perhatikan petunjuk Allah berikut:
Surat As-Syuuro (42) ayat 29 oleh Departemen Agama Pelita III/81-82:
Dan diantara Ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan)Nya ialah menciptakan langit dan Bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang DIA sebarkan pada keduanya. Dan DIA maha kuasa mengumpulkan apabila dikehendakiNYA.
Dalam Ayat tersebut yang diterjemahkan “makhluk-makhluk yang melata” adalah Ayat aslinya berbunyi “dabbah”. Sementara yang lainnya diartikan “binatang melata”.
Perhatikan Terjemahan pada Ayat yang sama yaitu (Proff. H. Mahmud Yunus, penerbit PT. Al Ma‘Arif Bandung):
Diantara ayat-ayat (tanda-tanda) Allah, ialah kejadian langit dan Bumi dan apa-apa yang bertebaran pada keduanya diantara binatang-binatang (apa-apa yang melata di muka Bumi). DIA maha kuasa menghimpunkan mereka bila dikehendaki-Nya.
Jadi istilah dabbah diartikan binatang melata. Tapi perlu diketahui bahwa kalau binatang melata bisa hidup di Samawat itu, maka manusiapun seharusnya juga bisa hidup.
Berdasarkan pengkajian sebaiknya Ayat tersebut berarti: Dan dari Ayat-ayatNya ialah penciptaan Samawat (planet-planet) dan Bumi, serta yang DIA kembang biakkan pada keduanya (Samawat dan Bumi) dari dabbah (makhluk berjiwa) dan DIA atas pengumpulan ketika DIA kehendaki adalah menentukan.
Kalau orang mau memperhatikan dengan teliti, maka sesungguhnya dabbah itu bukan hanya binatang melata saja, tetapi termasuk binatang lain yang tidak melata yaitu yang berkaki termasuk di dalamnya adalah manusia. Oleh karena itu yang ditebarkan atau dikembangkanbiakkan di Samawat (planet-planet) dan di Bumi ini terdiri makhluk yang berjiwa termasuk di dalamnya manusia itu sendiri. Dengan demikian maka jelas bahwa di planet-planet itu pun telah berkembang masyarakat manusia seperti halnya yang ada di Bumi ini. Berikut ini Ayat yang menjelaskan tentang pengertian “dabbah”.
Surat An-Nuur (24) ayat 45
Allah menciptakan setiap dabbah dari Alma’i. Diantara mereka (dabbah) itu ada yang berjalan atas perutnya, dan diantara mereka ada yang berjalan atas dua kaki, dan diantara mereka ada yang berjalan atas empat kaki. Allah menciptakan yang DIA kehendaki dan sesungguhnya Allah menentukan atas tiap sesuatu.
Surat Al-Anfal (8) ayat 22
Bahwa sejahat-jahat dabbah pada Allah adalah orang-orang pekak dan tuli dan mereka tidak berpikir.
Surat Al-Anfal (8) ayat 55
Bahwa sejahat-jahat dabbah pada Allah adalah orang-orang kafir dan mereka tidak beriman.
Kalau kita perhatikan surat An-Nuur (24) ayat 45, cukup jelas dan tegas bahwa diantara dabbah itu ada yang berjalan atas perutnya (ular, buaya, cecak, kadal dan lain-lain), dan diantara dabbah itu juga ada yang berjalan atas dua kaki (ayam, bebek, MANUSIA dan lain-lain) dan ada pula yang berjalan dengan empat kaki (kerbau, sapi, kambing, unta dan lain-lain). Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan dabbah bukanlah hanya binatang melata, tetapi termasuk manusia dan binatang berkaki lainnya.
Pada Surat Al-Anfal (8) ayat 22 dan 55, menyatakan bahwa sejahat-jahat dabbah menurut pandangan Allah adalah orang-orang pekak, kafir, tidak berpikir dan tidak beriman. Jelas yang dimaksud disini adalah manusia, bukan binatang melata, karena memang semua binatang melata tidak bisa berpikir apalagi beriman. Inilah yang dimaksud dengan pemahaman tentang suatu istilah dalam ayat Al Qur’an. Kalau dalam memahami istilah dalam ayat kurang tepat apalagi kalau salah, maka arti dan kedengarannya pun janggal, tidak ratio, tidak bisa dimengerti oleh semua orang, akibatnya sasaran yang dimaksudkan pun tidak tepat. Jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dabbah adalah makhluk berjiwa (makhluk bernyawa) termasuk MANUSIA. Dengan begitu didapatkan kunci dan petunjuk yang diperoleh dari pengertian beberapa ayat yang saling menjelaskan bahwa di planet lain selain Bumi ini juga bermasyarakat manusia dan juga berkembang biak berbagai binatang termasuk juga binatang melata tadi.
Jika sekiranya yang dimaksud “dabbah” itu adalah binatang melata, dan bisa hidup di planet (Samawat) itu, maka mestinya makhluk lain termasuk manusia juga bisa hidup disana, karena mereka sama-sama bernapas dengan paru-paru, yang berarti disana ada oksigen untuk bernapas binatang melata itu.
Akan tetapi kalau istilah “dabbah” itu diartikan binatang melata, maka berarti bertentangan dengan maksud petunjuk Allah pada surat Al-Anfal (8) ayat 22 dan 55 serta surat An-Nuur (24) ayat 25. Maka dari itu dabbah bukanlah hanya binatang melata tapi termasuk juga manusia. Kemudian timbul pertanyaan, apakah manusianya juga sama dengan manusia yang ada di Bumi ini? Jawabnya adalah: sama, dan memang benar sama. Coba perhatikan semua manusia yang ada di muka Bumi ini apakah yang ada di Amerika, Arab Saudi, Jepang, Inggris di Indonesia semuanya mempunyai naluri yang sama. Hanya saja berbeda bahasa, warna kulit, adat istiadat dan yang lainnya karena sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang memang juga berbeda, misalnya faktor iklim, lingkungan dan sebagainya tetapi pada dasarnya mereka mempunyai naluri yang sama dengan kita yang di Indonesia.
Selama ini orang-orang Barat membuat imajinasi bahwa seolah-olah manusia dari planet lain itu seram, menakutkan dan mengerikan, padahal semua itu hanyalah dugaan tanpa menggunakan dalil dan petunjuk. Jika orang sudi memperhatikan ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan sejarah manusia, maka akan diketahuilah bahwa manusia di planet lain itu sama dengan kita ini. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, bahasa dan warna kulit, ada yang Islam ada yang kafir, ada yang baik ada pula yang jahat, ada yang pintar ada pula yang bodoh, karena mereka semua adalah berasal dari diri yang satu yang merupakan satu garis keturunan dengan semua manusia yang ada di wilayah Tata Surya kita ini. Sementara orang boleh saja tidak percaya, tetapi Al Qur’an datang dari Allah pasti benar 100 persen. Jika orang masih juga ngotot bahwa dalam penganalisaan ini tidak benar, maka silahkan diadakan koreksi agar dengan begitu persoalannya menjadi jelas.
Memang selama ini orang beranggapan bahwa kehidupan manusia itu hanyalah di Bumi ini saja, padahal sebenarnya Bumi ini hanyalah sebuah planet kecil jika dibandingkan dengan Yupiter yang besarnya 318 kali besar Bumi ini, untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau dibiarkan kosong tanpa penghuni? Kalau diperhatikan dengan cermat, Al Qur’an menyatakan bahwa Bumi itu banyak dan Bumi ini juga disebut planet. Perhatikan petunjuk Allah berikut ini:
Surat Az-Zumaar (39) ayat 67 :
Dan mereka tidak menentukan (tentang Hukum) Allah dengan ketentuan yang haq (logis), sedangkan Bumi-Bumi semuanya adalah pemadatannya pada hari kiamat. Dan Samawat (planet-planet) itu berputar dengan tata hukumNya. Maha suci DIA dan Maha Tinggi tentang apa yang mereka sekutukan. Dari keterangan ayat tersebut sangatlah jelas bahwa Bumi ini banyak (Ardhu Jami’an) berarti dia lebih dari satu sehingga benarlah bahwa keadaan planet-planet itu sama dengan Bumi ini (lihat Surat At-Tholaaq (65) ayat 12 dan Al-Baqoroh (2) ayat 29). Sebagai pembanding perhatikan ayat berikut ini:
Surat Al-Hadiid (57) ayat 21 :
Berlombalah kepada ampunan Tuhanmu, dan sorga seluas BUMI ANGKASA dan BUMI ini disediakan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya. Itulah karunia yang diberikan kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah memiliki karunia yang besar. Ayat tersebut menerangkan adanya Bumi angkasa, maka dia adalah planet-planet itu yang keadaannya disamakan dengan keadaan Bumi ini. Itulah penjelasan Al Qur’an yang membutuhkan pemikiran secara cermat dan hati-hati untuk mendapatkan pengertian yang sewajarnya serta sejalan dengan keadaan yang berlaku di alam sekitar kita. Dengan begitu hendaklah orang lebih giat mengadakan pengkajian yang sebenarnya, bukan membaca secara tradisional tanpa mengetahui arti yang dibaca sehingga orang hanya dibius dan dipesona dengan iming-iming PAHALA tanpa mengetahui apa sebenarnya pahala yang dimaksud itu.
Coba perhatikan dengan kepala dingin dan hati yang jernih, pada beberapa ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang Surga. Dinyatakan bahwa surga itu luasnya sama dengan luasnya Bumi angkasa dan Bumi ini, sedangkan semua surga itu diciptakan Allah pastilah untuk ditempati atau disediakan bagi orang-orang Muttaqin (perhatikan Surat Al-Hadid (57) ayat 21 di atas tadi). Selanjutnya perhatikanlah Ayat berikut ini dengan teliti:
Surat Ali-Imron (3) ayat 133
Bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan Sorga seluas Samawat (planet-planet) dan Bumi ini, disediakan untuk orang-orang Muttaqin. Allah menyatakan bahwa Surga itu luasnya sama dengan Samawat dan Bumi ini. Jika sekiranya masyarakat manusia itu hanya ada di Bumi ini saja, lantas siapa yang akan menempati surga yang luas sama dengan Samawat tadi, untuk apa Allah menciptakan semuanya itu? Perlu diketahui bahwa di semesta raya ini jumlah Samawat itu milyaran dan tidak bisa dihitung. Setiap bintang itu adalah satu SOLAR SISTEM yang masing-masing bintang itu dikitari oleh planet-planet seperti halnya Surya kita yang juga dikitari oleh planet-planet, dengan istilah Samawat. Padahal semuanya itu nantinya merupakan jumlah dan ukuran sorga di Akhirat, sedangkan kita ini berada pada bagian dari Solar System tadi yaitu Bumi, sedangkan Tata Surya kita ini hanyalah bagian kecil dari Bima Sakti dengan istilah gugus Bima sakti. Kalau kita memperhatikan susunan Tata Surya kita yang planetnya sebenarnya ada 10 planet, tapi baru 9 yang diketahui oleh manusia Bumi. Itu semua pertanda bahwa sebenarnya kita ini belum apa-apa jika dipandang dari segi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ada dua planet yang lebih besar dari Bumi yang kita diami ini yaitu yang ada di atas Mars, orang menamakan Yupiter dan Saturnus. Menurut penelitian para ahli atronomi bahwa Yupiter itu besarnya sama dengan 318 kali besar Bumi dan Saturnus 95 kali besar Bumi kita ini. Dinyatakan juga bahwa Yupiter memiliki Bulan jumlahnya 12, dan Saturnus ada 9 buah. Dengan begitu sudah bisa dibayangkan bahwa keberadaan kedua planet itu sama dengan Bumi ini hanya dia lebih besar. Maka wajarlah kalau Bulan yang bertindak sebagai satelitnya jumlahnya banyak, sebab kalau Bulannya hanya satu mungkin tidak akan mencukupi wilayah yang sangat luas itu. Lalu untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau sekiranya disana tidak ada penghuninya dan dibiarkan kosong? Rasanya sangat janggal dan tidak logis. Lagi pula bahwa surga di Akhirat nanti merupakan penyempurnaan dan jumlahnya sama dengan semua planet yang ada di dunia atau di semesta raya ini. Maka benarlah pernyataan Al Qur’an kalau di setiap planet itu berpenduduk manusia seperti halnya di planet Bumi ini. Demikian itu adalah petunjuk Allah yang ada dalam Kitab Suci Al Qur’an dan memang sejalan dengan Ilmu Pengetahuan serta cocok dengan keadaan yang berlaku dan pemikiran secara wajar. Apakah dengan penjelasan yang logis seperti itu orang masih akan berusaha menolak dan menyanggah, maka semua itu kembali kepada hati kita masing-masing. Kalau orang meyakini bahwa Al Qur’an itu merupakan petunjuk hidup bagi manusia baik tentang hukum maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, seharusnya kalau kita mendapatkan informasi tentang Al Quran mengenai sesuatu yang dianggap tidak sama dengan pemahaman yang selama ini kita peroleh, justru merupakan bahan pemikiran baru agar kita meneliti lebih jauh lagi agar memperoleh pengertian yang sebenarnya, dengan begitu kita akan senantiasa maju dan berkembang. Kenapa planet-planet itu disebut “Samawat” karena memang dia posisinya selalu kelihatan diatas dipandang dari manapun. Dan planet-planet yang menjadi “langit”nya Bumi Al Qur’an menyatakan ada 7 (tujuh). Planet yang berada di atas orbit Bumi mestinya ada 7 (tujuh) yaitu: Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Sampai di Pluto baru ada 6 planet di atas Bumi maka mestinya masih ada satu lagi tetapi sarjana Bumi belum menemukan. (lihat Surat At-Tholaaq (65) Ayat 12). Untuk memperjelas dan memantapkan pengertian, maka perhatikan ayat berikut:
Surat Al-Mu’minun (23) ayat 17
Dan sungguh telah Kami Ciptakan diatas kamu (diatas Bumi) tujuh (7) jalan, dan tidaklah kami lengah tentang ciptaan-Ku itu. Ayat ini memperkuat keterangan Surat At-Tholaaq (65) Ayat 12 yang menyatakan bahwa diatas Bumi ini Allah menciptakan tujuh jalan, artinya jalan di ruang angkasa yang terletak di atas Bumi pastilah di wilayah Tata Surya kita juga, karena yang diberi petunjuk itu adalah manusia Bumi.
Maka jalan yang dimaksud adalah “GARIS ORBIT” yaitu jalan yang dilalui oleh Samawat yang jumlahnya juga ada tujuh. Semakin jelas bukan, bahwa memang benar Samawat itu adalah planet-planet yang jumlahnya di atas Bumi ada tujuh. Maka oleh sebab itu pastilah diatas Pluto masih ada satu dan kita sudah diberi tahu tinggal mencari dan meneliti. (Tim astronomi dari Amerika mengumumkan baru saja memastikan menemukan planet ke-10 yang sementara diberi nama planet Xena. Planet itu di atas Pluto dan lebih besar dari Yupiter. Planet yang baru diketahui yang masuk dalam sistem tata surya matahari itu jarak dari Pluto yaitu 3 kali jarak matahari ke Pluto). Berdasarkan penelitian dan analisa bahwa planet yang ke 7 di atas Bumi adalah yang menurut Al Qur’an dinamakan dengan “SIDRATUL MUNTAHA”. Itulah kiranya planet sangat besar yang berada di urutan ketujuh di atas Bumi. Maka kini lengkaplah bahwa planet yang menjadi langitnya Bumi ada tujuh. Sedangkan Venus dan Mercury bukanlah merupakan langitnya Bumi karena dia berada di bawah orbit Bumi. Perhatikan Surat Thohaa (20) ayat 6) berikut ini:
Kepunyaan-Nya apa-apa yang ada di Samawat dan apa-apa yang ada di Bumi dan apa yang diantara keduanya dan apa-apa yang ada di bawah Bumi (dibawah orbit Bumi)Berikut ini beberapa ayat Al Qur’an sebagai bahan penganalisaan bahwa di setiap planet berpenduduk manusia seperti halnya di Bumi ini:
Surat Al-Isro’ (17) ayat 55
Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang diSamawat dan di Bumi, dan sungguh Kami kurniakan setengah Nabi atas setengahnya, maka Kami datangkan zabur kepada Daud.
Surat Al-A’roof (7) ayat 185
Tidakkah mereka perhatikan kerajaan di Samawat dan di Bumi serta tiap sesuatu ciptaan Allah? Mungkin telah dekat ajal (waktu) atas mereka, maka dengan Hadis mana lagi sesudahnya (AlQur’an) mereka akan beriman?
Dari Ayat tersebut dapat dipahami bahwa baik di Samawat maupun di Bumi juga diutus Nabi-Nabi yang menyampaikan wahyu Allah untuk masyarakat manusia. Karena Nabi itu diutus oleh Allah yang SATU, maka sudah pasti ajaran yang disampaikan sama, hanya mungkin saja berbeda dalam bahasanya sesuai dengan masing-masing kaumnya. Kemudian dijelaskan bahwa baik di Samawat maupun di Bumi ada kerajaan, maka pastilah rajanya adalah manusia, karena tidak mungkin binatang melata itu ada rajanya dan diutus para Nabi. Semakin jelas bukan? Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut ini dengan cermat:
Surat As-Syuura (42) ayat 12
KepunyaanNya perbendaharaan Samawat dan Bumi, DIA lapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki dan menyempitkannya. Bahwa DIA mengetahui atas tiap sesuatu.
Surat Saba’ (34) ayat 22
Katakan: panggilah yang kamu katakan Tuhan selain Allah, mereka tidak memiliki seberat zaroh (atom) di Samawat dan Bumi dan tiada sekutu bagi mereka pada keduanya (Samawat dan Ardh) dan tidak pula penolong selain DIA.
Surat An-Naml (27) ayat 25
Apakah tidak sujud kepada Allah yang mengeluarkan rahasia Samawat dan Bumi serta mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.
Dari Ayat-ayat tersebut juga bisa dipahami bahwa Allah memberikan rizqi kepada yang di Samawat dan Bumi ini terhadap semua makhluk-Nya yang terdiri dari binatang dari berbagai jenis dan juga manusia yang ada disana. Lebih jelas lagi pada surat Saba’ (34) ayat 22 dikatakan “tidak ada sekutu bagi mereka pada Samawat dan Bumi”, padahal yang biasanya menyekutukan Allah itu adalah manusia dan tidak mungkin binatang melata.
Di samping itu dikatakan pula bahwa baik yang di Samawat maupun yang di Bumi ini banyak yang patuh kepada Allah ditandai adanya “sujud kepada Allah” maka sudah bisa dipastikan bahwa yang sujud kepada Allah di Samawat itu pastilah manusia seperti halnya kita ini.
Maka tidak diragukan lagi bahwa memang benar pada setiap Samawat (planet-planet) itu telah berkembang masyarakat manusia dan juga berbagai binatang dari berbagai jenis. Dengan keterangan demikian orang masih juga akan berusaha untuk mengelak dengan mengatakan bahwa katanya yang sujud itu bukannya manusia tapi para Malaikat, karena kata mereka ayat yang berbunyi “MAN” itu belum tentu berarti “MANUSIA”. Baiklah memang untuk menundukkan OTAK di kepala yang memang suka bersikap “ANGKUH” itu haruslah dengan menjernihkan “HATI NURANI”, maka perhatikan ayat berikut ini:
Surat As-Syuura (42) ayat 11
Yang menyusun Samawat dan Bumi, DIA jadikan bagimu atas dirimu pasangan (jodoh) begitupun pasangan dari binatang ternak, sehingga kamu menjadi ramai. Tidak satupun yang menyerupaiNYA. DIA Maha mendengar dan melihat.
Surat An-Nahl (16) ayat 49
Dan bagi Allah Sujud apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi dari dabbah dan Malaikat dan mereka tidak menyombongkan (diri).
Ayat-ayat tersebut dapatlah dipahami sebagai berikut: 1 Allah yang menyusun (menciptakan) Samawat dan Bumi, dan keadaan di Samawat itu juga terjadi perkembangbiakan baik binatang ternak maupun manusia, sehingga keadaan di sana menjadi ramai karena mestinya jumlah penduduknya semakin lama semakin banyak.2 Diantara masyarakat manusianya yang ada di sana juga melakukan sujud kepada Allah dalam arti Shalat dalam rangka melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang ada di Bumi ini. Dari Surat An-Nahl (16) ayat 49 itu dibedakan antara dabbah dan Malaikat, padahal pengertian dabbah itu termasuk di dalamnya adalah manusia.3 Maka tidak ada alasan bahwa yang sujud disana hanyalah Malaikat tetapi juga termasuk di dalamnya adalah manusia. Lagi pula apakah Malaikat itu harus berpasang-pasangan sebagaimana yang dimaksud pada Surat As-Syuura (42) ayat 11 tadi. Maka yang berpasangan (jodoh) dan kemudian menjadi banyak adalah manusia dan binatang-binatang.
Selanjutnya perhatikan analisa Ayat berikut ini:
Surat Ali-Imron (3) ayat 190
Sesungguhnya pada penciptaan Samawat dan Bumi serta pergantian siang dan malam merupakan pertanda bagi ulul albab (para peneliti/ahli pikir).
Surat Ruum (30) ayat 22
Dan dari ayat-ayatNYA penciptaan Samawat dan Bumi serta perbedaan lidahmu (bahasamu) dan warnamu, bahwa pada yang demikian adalah ayat bagi orang-orang yang ingin tahu.
Surat Al-Ma’aarij (70) ayat 40
Maka janganlah AKU bersumpah dengan Tuhan timur-timur dan barat-barat, bahwa Kami adalah menentukan.
Perhatikanlah bahwa di Samawat yang diciptakan Allah itu juga terjadi adanya pergantian siang dan malam seperti halnya di Bumi ini. Di sana juga manusianya terdiri dari bermacam-macam bahasa serta perbedaan warna kulitnya, sebagaimana yang kita saksikan di muka Bumi ini, ada yang berkulit putih, ada yang sawo matang, ada yang hitam dan lain-lain.
Istilah timur-timur dan barat-barat menandakan bahwa timur dan baratnya itu banyak (tidak hanya satu), maka disetiap Samawat itu juga ada timur dan baratnya, seperti juga yang ada di Bumi ini. dan semua timur dan barat yang ada di sana itu juga merupakan daerah kekuasaan Allah yang satu. Arah timur dan barat itu ada karena adanya kutub utara dan selatan, yang kemudian berbentuk globe seperti Bumi ini, maka kemudian timbulah suatu arah yang orang mengatakan timur dan barat itu.
Kalau sekiranya Samawat itu diartikan langit, maka orang akan kesulitan bahkan tidak mungkin bisa menentukan arah yang dinamakan dengan timur atau barat itu. Itulah makna Al Qur’an sebagai petunjuk bagi semua manusia yang suka memikirkan. Dalam keterangan ini juga merupakan pemahaman tentang istilah dalam Ayat yang harus dipahami berdasarkan pemikiran secara wajar sehingga bisa dimengerti oleh semua pihak dan sejalan dengan keadaan yang berlaku di jagad raya ini.
Kalau setiap keterangan tidak bisa dipahami menurut akal sehat, maka siapapun akan selalu bertanya-tanya, bahkan selalu dibayangi keraguan, akibatnya muncul sikap masa bodoh dan tidak ada kepastian. Hal demikian terjadi karena hampir sebagian besar orang-orang Islam kurang serius dalam menganalisa dan mendalami Al Qur’an, bahkan cenderung monotone secara tradisional secara turun temurun dengan doktrin yang mematikan kreatifitas. Orang lebih suka mengikuti apa yang sudah ada tanpa ada keberanian untuk melakukan pendalaman dan pengkajian secara teliti, walaupun pengertian yang di dapat selama ini banyak yang bertentangan dengan alam pikirannya sendiri. Ironisnya para Sarjana kita pun masih banyak yang mengikuti cara-cara seperti itu, walaupun tidak semuanya. Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut:
Surat Luqman (31) ayat 10 dan 20
10) DIA ciptakan Samawat (planet-planet) tanpa tiang seperti yang kamu lihat, dan DIA tempatkan di Bumi rawasia untuk memberi kekuatan padamu, dan DIA kembang biakkan padanya dari dabbah dan Kami turunkan air dari angkasa lalu Kami tumbuhkan padanya dari setiap pasangan yang mulia. 20) Tidakkah kamu perhatikan bahwa Allah mengedarkan untukmu apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi serta mencukupkan atasmu nikmat-NYA lahir batin? Dan dari manusia itu ada yang menyanggah Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa Kitab yang menerangkan.
Surat Saba’ (34) ayat 24
Katakanlah : Siapakah yang memberi rezki padamu di Samawat dan Bumi? Katakanlah: ALLAH, Kamikah atau kamukah atas petunjuk atau pada kesesatan nyata.
Surat Al-Jatsiyah (45) ayat 13
Dan DIA edarkan bagimu apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi semuanya dari-NYA. Bahwa yang demikian adalah Ayat bagi kaum yang berpikir.
Surat Ali-Imron (3) ayat 83
Apakah selain agama Allah yang mereka cari? Padahal bagiNYA telah Islam orang-orang yang di Samawat dan di Bumi dengan patuh dan terpaksa, dan kepadaNYA mereka akan dikembalikan.
Surat Yusuf (12) ayat 105
Banyak diantara Ayat-ayat di Samawat dan di Bumi mereka melewatinya dan berpaling padanya.
Surat Ad-Dukhaan (44) ayat 38
Tidaklah Kami ciptakan Samawat dan Bumi serta diantaranya dengan main-main. Tidaklah Kami ciptakan semua itu kecuali secara haq tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Surat Jaatsiyah (45) ayat 22
Dan Allah menciptakan Samawat dan Bumi secara haq agar dibalas setiap diri menurut usahanya dan mereka tidak didzalimi.
Kalau diperhatikan dengan cermat Ayat-ayat tersebut maka dapat dipahami sebagai berikut:
Bahwa Planet-planet maupun Bumi sebenarnya melayang di angkasa mengitari Surya, tanpa tiang dan tanpa ikatan yang bisa dilihat langsung oleh mata setiap orang. Coba perhatikan pada malam hari, maka anda akan melihat planet-planet itu memang benar-benar melayang tanpa ikatan, namun diterangkan bahwa pada setiap planet itu ditempatkan rawasia (proton) untuk memberikan kekuatan padanya. Kalau planet-planet itu tanpa rawasia maka dia akan melayang tanpa tujuan entah kemana. (lihat Surat Luqman (31) ayat 10).
Bahwa di planet-planet itu juga telah berkembang berbagai makhluk yang terdiri dari bermacam-macam makhluk bernyawa seperti binatang dan manusia yang diistilahkan “dabbah”.
Diantara manusia itu ada yang suka menyanggah dan membantah keterangan Allah, tanpa dasar ilmu dan tanpa petunjuk tetapi hanya atas dasar katanya si Anu dan lain-lain (Surat Luqman (31) ayat 20).
Di sana juga diturunkan hujan sehingga menimbulkan banyak berbagai tetumbuhan dari berbagai macam untuk kebutuhan hidup bagi manusia dan makhluk lainnya di planet itu.
Semua makhluk yang ada di sana juga diberikan rezki atas ketentuan Allah. Dan diantara manusia yang ada disana ada juga yang sadar akan hukum Allah tapi ada juga yang sesat seperti halnya yang ada di Bumi (Surat Saba’ (34) ayat 24).
Di antara manusia yang ada disana ada yang Islam secara taat, ada juga yang Islam terpaksa (tidak sungguh-sungguh) (Surat Ali-Imron (3) ayat 83).
Banyak disampaikan Ayat-ayat Allah sebagai peringatan bagi manusianya, tetapi nyatanya juga banyak yang lewat dan berpaling menolak. (Surat Yusuf (12) ayat 105).
Allah menciptakan itu bukanlah untuk main-main tetapi sengaja diciptakan memang untuk ditempati manusia dan juga merupakan ujian tentang baik dan buruk untuk nanti di balas di Akhirat (Surat Ad-Dukhaan (44) ayat 38 dan Surat Jaatsiyah (45) ayat 22).
Maka cukup jelas bahwa ternyata memang di setiap planet itu telah berkembang dari masyarakat manusia seperti yang ada di Bumi ini dengan naluri yang sama, sikap dan perilaku yang sama pula hanya saja berbeda bahasa dan warna kulit.
Kalau sekiranya manusia itu teliti dan memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an dalam penganalisaan, maka akan diperoleh keterangan dan petunjuk bahwa nantinya manusia itu akan mampu menjelajah antara planet asal saja mereka mampu menciptakan atau mewujudkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ruang angkasa yang dalam Al Qur’an disebut “SULTHON” atau “DAYA” yang mestinya berupa pesawat ruang angkasa berupa “PIRING TERBANG” yang anti gravitasi, perhatikan Ayat berikut:
Surat Ar-Rohmaan (55) ayat 33
Wahai masyarakat jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi daerah Samawat dan Bumi (ruang angkasa) maka lintasilah. Tidaklah kamu bisa melintasi kecuali dengan sulthon (daya – IPTEK). Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa nantinya jin maupun manusia akan mampu melintasi ruang angkasa dalam arti mampu menjelajah antar planet ketika dia sudah mampu menciptakan sulthon yaitu daya atau kekuatan yang berupa pesawat ruang angkasa (mestinya sejenis Piring Terbang, karena dengan bentuk seperti cakram akan bergerak ke segala arah dengan cepat. Bentuk itu mirip dengan bentuk galaksi).
Dengan penjelajahan antar planet demikian akan diketahui bahwa ternyata disana juga berpenduduk manusia sebagaimana yang ada di Bumi ini. Jika hal itu telah dibuktikan berarti orang mau tidak mau harus mengakui akan kebenaran Al Qur’an. Kalau sekarang ini orang baru mempercayai, tapi nantinya akan meyakini. Maka dengan begitu juga akan muncul teori-teori baru dan bahkan mungkin akan menggagalkan teori lama yang semula sudah dianggap benar, karena sudah tidak cocok lagi dengan kenyataan yang ada.
Sekarang ini manusia Bumi baru bisa mendarat di Bulan dan ada yang mendarat di Planet Mars tetapi tanpa awak. Tunggulah perkembangan berikutnya kalau memang anda tidak percaya dengan informasi dari Ayat Al Qur’an.
Drs. MINARDI MURSYIDKaranganyar, Muharam 1423 HYayasan Tauhid IndonesiaJl. Tentara Pelajar No.9Telp. 0271-610234Karanganyar – Surakarta, Jawa Tengah
Perbanyak Taddabur Al Quran
Terima kasih tulisan tentang manusia di luar bumi menurut Al Quran mendapat comment. Sebenarnya tulisan itu saya peroleh dari web www.tauhid.org yang oleh yayasan sementara ditutup. Selain itu saya pernah mengikuti pengajian Bapak Minardi Mursyid beberapa kali (juga direkam dalam vcd). Untuk memahami secara mendalam sebaiknya melihat vcd-nya. Kalau ada niatan berdiskusi dengan beliau, barangkali beliau bisa dihubungi di alamatnya. Setahu saya dari pengajian-pengajian Pak Min (begitu panggilannya) ingin mengajak umat Islam untuk kembali kepada Al Quran sebagai petunjuk dan penjelasan-penjelasan atas petunjuk (Al Baqarah). Pada dasarnya semua hal yang ada di jagad raya ini sudah ada petunjuknya di Al Quran dan manusia diwajibkan berpikir (ulil albab = peneliti). Karena orang yang berilmu dan beriman ditinggikan derajatnya dibanding kaum yang lain. Al Quran memberikan gambaran yang jelas sejak penciptaan alam semesta sampai hari kehancuran dan hari kebangkitan. Pembahasan makrokosmos dan mikrokosmos sangat jelas dalam Al Quran petunjuknya. Insya Allah petunjuk itu berguna bagi manusia. Bila manusia belum memahami, niscaya generasi berikutnya akan memahami. Alangkah bagusnya ada pemikir-pemikir Islam (seperti Doktor Febdian) yang sadar bahwa semua ilmu adalah sunatullah, tetapi segala milmu yang dikuasai manusia hanyalah sedikit belaka dibanding ilmu Allah. Semoga sedikit bahan diskusi ini bisa menjadi pencerahan bagi umat Islam menuju peradaban yang Islami.
Berdasar Petunjuk Al Quran
Pembahasan keberadaan manusia di luar bumi sangat jelas dalam Al Quran (Di bagian awal terjemahan DEPAG RI pun dibahas sekilas bahwa dabbah adalah makhluk hidup yang menurut ayat berjalan dengan perut (ular, cacing dsb), berkaki 2 (ayam, manusia, dsb) dan berkaki 4 (sapi, kuda dsb). Sangat jelas ayat tersebut dan kita pun mengimaninya (silahkan baca-baca lagi, bila belum paham ulangi lagi dan merujuk langsung ke Al Quran).
Manusia khalifah di bumi dengan nabi terakhir Muhammad SAW, Insya Allah di planet-planet sono ada nabi-nabi juga dan perintah untuk hanya menyembah Allah pun pasti sama.
Bisa didiskusikan selanjutnya: Jibril dan malaikat dalam ayat Al Quran disebut dalam satu ayat berbeda (kalau Jibril termasuk himpunan malaikat pasti tidak disebut lagi “Jibril dan malaikat”). Di ayat lain dikatakan Jibril adalah sangat cerdas. Nabi Muhammad pernah melihat dalam wujud sebenarnya dari ufuk langit dan semakin mendekat….. Jibril (Ruhul Kudus) termasuk malaikat atau UTUSAN YANG SANGAT CERDAS DAN MENGEMBAN WAHYU ALLAH ANTAR PLANET, GALAKSI???
Nb: Nabi dan Rasul adalah utusan untuk kaum masing-masing di bumi.
15 komentar:
Post a Comment