APAKAH BUNGA BANK HARAM?
PENDAHULUAN
Apakah
bunga bank termasuk riba yang diharamkan? Apakah bunga bank haram?
Itulah pertanyaan yang masih menjadi perdebatan sampai sekarang. Penulis
ingin menyampaikan pendapat tentang hal ini di sini. Terjemahan Al
Quran yang digunakan dalam makalah ini adalah terjemahan Departemen
Agama RI dalam freeware Al Quran digital versi 2.1.
RIBA YANG DIHALALKAN
Riba
berarti tambahan. Tambahan yang terjadi dalam jual-beli disebut laba
atau keuntungan. Misalnya, kita membuat barang dengan biaya pembuatan
sebesar Rp 1000,00 kemudian menjualnya dengan harga Rp 1.200,00.
Tambahan sebesar Rp 200,00 adalah laba. Jadi, laba adalah tambahan atau
riba dalam suatu jual-beli.
Laba
adalah halal karena Allah menghalalkan jual-beli. Dengan kata lain,
riba (tambahan) dalam suatu jual-beli adalah halal. Ayat yang
menyebutkan bahwa jual-beli adalah halal adalah 2:275.
2:275.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Dalam suatu jual-beli, ada pembeli, penjual, yang diperjualbelikan (komoditas), dan harga. Harga
dan proses jual-beli ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penjual
dan pembeli. Jual-beli harus diselenggarakan atas dasar suka sama-suka
(4:29). Dengan kata lain, tambahan (riba) yang halal adalah yang
diperoleh dari jual-beli yang prosesnya disepakati oleh pembeli dan
penjual.
4:29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
Komoditas
dalam jual-beli mecakup benda atau jasa. Jual-beli benda mudah diterima
oleh semua orang tetapi jual-beli jasa mungkin terasa aneh untuk
didengarkan. Sebenarnya, jual-beli jasa sudah dilakukan orang tetapi
dengan istilah berbeda. Misalnya, penjualan jasa penyediaan tempat
parkir mobil diistilahkan dengan sewa parkir. Pemarkir mobil membayar
jasa tersebut dan berhak mendapat tempat parkir dengan hak dan kewajiban
seperti yang telah disepakati kedua belah pihak. Bentuk jasa lain yang
bisa dijual antara lain pemberian hiburan, penciptaan kemudahan,
penciptaan kelancaran proses, penciptaan kenyamanan, penciptaan prestise
(gengsi), pemberian pelatihan, dll.
RIBA YANG DIHARAMKAN
Riba yang diharamkan adalah tambahan yang diperoleh dari selain jual-beli. Sudah disebutkan dalam 2:275 bahwa Allah
telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Artinya, riba
(tambahan) yang dimaksudkan dalam 2:275 adalah yang diperoleh dari
selain jual-beli.
Tambahan
yang diperoleh dari selain jual-beli terjadi dalam pinjam-meminjam.
Misalnya, A meminjam uang Rp 100.000,00 kepada B pada tahun 2000. Pada
tahun 2001, si A mengembalikannya kepada si B sebesar Rp 110.000,00.
Uang Rp 10.000,00 adalah riba atau tambahan. Untuk mengatakan riba
tersebut halal atau haram, harus diketahui alasan pemberian tambahan
tersebut.
Jika
si A meminjam karena tidak mempunyai uang, tambahan Rp 10,000,00 tadi
adalah bukan dari jual-beli. Alasannya, si B tidak menjual jasa sama
sekali. Sekilas, si B tampak seperti
telah menjual jasa berupa pemecahan kesulitan si A. Namun, sesungguhnya
si A tidak terbebas dari kesulitannya. Si A hanya mengganti masalahnya
dengan beban pengembalian hutang kepada si B. Jadi, si B tidak menjual
jasa pemecahan kesulitan kepada si A. Tambahan dalam pinjam-meminjam
yang tidak diperoleh karena penjualan jasa termasuk tambahan yang
diperoleh dari selain jual-beli. Oleh karena itu, riba semacam ini
termasuk yang diharamkan.
Jika
si A meminjam karena untuk modal berbisnis, ceritanya menjadi lain.
Misalnya, setelah diberi pinjaman oleh B sebesar Rp 100.000,00, si A
mendapat untung dari bisnisnya sebesar Rp 50.000,00. Atas kesepakatan
berdua, si B mendapat bagian dari keuntungannya, misalnya, sebesar 50%
sehingga ia menerima 50% x Rp 50.000,00 atau sama dengan Rp 25.000,00.
Si A masih harus membayar hutang sebesar Rp 100.000,00 dan membayar
tambahan sebesar Rp 25.000,00. Tambahan sebesar Rp 25.000,00 tersebut
adalah riba yang halal karena tambahan itu adalah sebagai pembayaran
atas jasa pemberian modal usaha. Jika uang Rp 100.000,00 ingin
dikembalikan, si A tidak akan mempunyai masalah karena uangnya masih
tersedia. Tentang besar dan cara pembayaran jika untung atau rugi, semuanya tergantung pada kesepakatan berdua.
Jadi,
riba dalam pinjam-meminjam adalah haram jika alasan peminjaman adalah
karena tidak mempunyai yang dipinjamnya itu. Riba dalam pinjam-meminjam
adalah halal jika si pemberi pinjaman menjual jasa penambahan modal
berdagang atau jasa-jasa lainnya.
RIBA DAN ZAKAT
Allah
dengan tegas dan jelas melarang pengambilan riba pada pemberian
pinjaman kepada orang tidak punya. Orang tidak punya seharusnya ditolong
dengan zakat. Kalau orang tidak punya tadi diberi zakat sebagai ganti
pemberian pinjaman, Allah akan membalas-Nya dengan pahala yang
berlipat-lipat (30:39).
30:39.
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya).
Allah
mengumpamakan pemberian zakat sebagai pemberian pinjaman kepada Allah
(57:11). Daripada memberi pinjaman kepada orang tidak punya, lebih baik
memberi pinjaman kepada Allah yaitu dengan cara memberikan uang yang
hendak dipinjamkan tadi secara ikhlas karena Allah.
57:11.
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka
Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia
akan memperoleh pahala yang banyak.
BUNGA BANK
Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak (Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan). Bank merupakan lembaga yang
mencari keuntungan sehingga termasuk penyelenggara jual-beli.
Bank
bukanlah kumpulan orang miskin. Penabung di bank tidak sedang menolong
orang yang kekurangan tetapi sedang terlibat dalam jual-beli jasa.
Penabung menjual jasa berupa pemberian modal kepada bank sebagai badan
usaha dan pemberian bantuan dalam pembangunan ekonomi negara. Untuk itu,
bank membayar jasa tadi dalam bentuk bunga bank dan pemberian jasa
keamanan penyimpanan uang. Bunga bank bukan termasuk riba yang
diharamkan karena tambahan berupa bunga merupakan konsekuensi dari
jual-beli jasa antara penabung dan bank. Pembayaran atas penjualan jasa
tersebut dengan bunga hanyalah merupakan suatu cara.
Bank
adalah penjual jasa. Jasa yang dijual oleh bank adalah nyata dan bisa
dirasakan. Contoh jasa itu antara lain, pemberian kemudahan pembelian
rumah, pemberian kemudahan dalam pembayaran suatu transaksi, pemberian
bantuan modal usaha, dll. Jadi tambahan yang dipungut bank dalam
melakukan penjualan jasa bukanlah tambahan palsu.
Penabung
di bank tidak sama dengan rentenir atau lintah darat. Yang menginginkan
cara pengembalian hutang dengan bunga adalah pihak bank (pihak yang
meminjam uang). Yang meminta agar bunganya ditambahkan pada uang yang
dipinjam bank adalah bank itu sendiri. Apabila bunganya ditambahkan pada
uang yang dipinjam bank, pihak bank akan sangat senang dan akan dengan
senang hati mengembalikannya kelak. Semakin besar penabung meminjamkan
uangnya kepada bank, semakin senang pihak bank. Kenyataan tersebut
bertentangan dengan yang terjadi pada lintah darat atau rentenir yang
bertindak sebagai pemberi pinjaman. Rentenir (analog dengan penabung)
menentukan bunganya dan memerintahkan kepada peminjam (analog dengan
bank) untuk menambahkan bunganya pada uang yang dipinjamnya. Peminjam
(analog dengan bank) akan menderita karena harus mengembalikan uang
pinjaman yang lebih banyak dari yang dipinjamnya sebelumnya. Peminjam
(analog dengan bank) menginginkan agar uang yang dipinjamnya tidak
semakin bertambah banyak. Jadi, rentenir atau lintah darat tidak sama
dengan penabung uang di bank.
KESIMPULAN
Bunga bank tidak haram.
0 komentar:
Post a Comment