Thursday, 19 June 2014

WAKTU DAN CARA SHALAT MENURUT AL QUR'AN

WAKTU DAN CARA SHALAT MENURUT AL QUR'AN

I. PENDAHULUAN
Waktu dan cara shalat menurut Al Qur’an sudah dibahas dalam banyak makalah. Kesimpulannya bervariasi karena perbedaan Al Qur’an terjemahan yang dipakai. Ada Al Qur’an terjemahan yang bersifat literal (apa adanya) dan ada pula yang dipengaruhi penerjemah. Dalam sesama Al Qur’an terjemahan yang oleh penerjemahnya dikatakan sebagai terjemahan secara literalpun terdapat variasi. Selain itu, ada penyebab variasi interpretasi yang belum pernah dipertimbangkan, yaitu urutan waktu penurunan wahyu atau urutan kronologis penurunan wahyu. Seperti kita ketahui bersama bahwa susunan surat dalam Al Qur’an tidak disusun menurut urutan kronologis penurunan wahyu. Munurut urutan kronologis, surat pertama adalah Al Alaq bukan Al Fatihah. Penyebab variasi yang lain adalah interpretasi tentang definisi shalat dan definisi siang hari dan malam.

Makalah ini ditulis untuk membahas waktu dan cara shalat menurut Al Qur’an berdasarkan Al Qur’an terjemahan secara literal, urutan kronologis penurunan wahyu, definisi shalat menurut Al Qur’an, dan definisi siang hari dan malam menurut Al Qur’an. Al Qur’an terjemahan yang penulis pilih adalah karya Muhamed & Samira Ahmed yang di-download dari www.allah-semata.com sedangkan urutan kronologis penurunan wahyu yang digunakan adalah versi Dr. Rashad Khalifa. Meskipun demikian, Al Qur’an terjemahan versi lainnya juga digunakan untuk mempertajam penafsiran.

II. WAKTU SHALAT MENURUT AL QUR’AN
Definisi Shalat Menurut Al Qur’an
Definisi shalat menurut Al Qur’an dijumpai dalam 20:14 dan 4:103.

20:14 That I, I am God, no god except Me, so worship Me, and keep up/start the prayers for mentioning/remembering Me (E). (Bahwa Aku, Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan senantiasa shalat untuk menyebut/mengingat Aku.)

4:103 So if you (P) accomplished the prayers, so mention/remember God standing, and sitting, and on your sides, so if you became secured, so keep up the prayers, that the prayers was/is on the believers decreed (at) appointed times. (Maka jika kamu semua telah shalat, maka sebutlah/ingatlah Allah sambil berdiri, dan duduk, dan berbaring/bersandar, maka jika kamu menjadi merasa aman, maka senantiasa shalat, bahwa shalat adalah pada orang beriman yang diperintahkan pada waktu yang ditentukan.)

Dalam terjemahan 20:14 diterangkan bahwa shalat adalah aktivitas untuk menyebut atau mengingat Allah. Penulis memilih kata mengingat daripada menyebut karena penyebutan Allah pada dasarnya berakibat pada pengingatan Allah. Di lain pihak, orang yang mengingat Allah secara otomatis hatinya akan menyebut Allah. Dalam ayat 4:103 dijelaskan pula bahwa shalat dilakukan pada waktu yang ditentukan Allah. Jadi, menurut Al Qur’an, shalat adalah semua perintah Allah yang bertujuan untuk mengingat Allah pada waktu yang ditentukan Allah.

Definisi Siang Hari dan Malam Menurut Al Qur’an
Definisi siang hari dan malam dalam Al Qur’an dijumpai dalam 92:1 dan 92:2.

92:1 And/by the night when/if it covers/darkens. (Dan malam ketika ia menutupi/membuat gelap.)

92:2 And/by the daytime when/if it uncovered/shined. (Dan siang hari ketika ia tidak tertutupi/disinari.)

Dalam kedua ayat tersebut, ia (it) adalah bumi. Pengertiannya yaitu bahwa siang hari adalah waktu ketika bumi tidak tertutupi bumi dari sinar matahari atau waktu ketika bumi disinari matahari (92:2) sedangkan malam adalah waktu ketika bumi menutupi sinar matahari atau waktu ketika bumi membuat gelap (91:1). Dengan kalimat lebih sederhana, siang hari adalah waktu ketika permukaan bumi disinari matahari sedangkan malam adalah waktu ketika permukaan bumi tidak disinari matahari.

Yang dapat menimbulkan pertanyaan adalah tentang batas antara siang hari dan malam. Apakah batas itu berdasarkan keberadaan cahaya matahari atau berdasarkan kenampakan matahari? Jika dasarnya adalah keberadaan cahaya matahari, beberapa saat setelah matahari terbenam dan beberapa saat sebelum matahari terbit adalah termasuk siang hari karena cahaya matahari kelihatan. Jika dasarnya adalah kenampakan matahari, beberapa saat setelah matahari terbenam dan beberapa saat sebelum matahari terbit adalah termasuk malam karena matahari tidak kelihatan.

Kalau demikian kasusnya, apa yang dijadikan dasar untuk menentukan batas itu menurut Al Qur’an? Ada baiknya kita cermati ayat 22:61 berikut ini.

22:61 That (is) with that God makes the night to enter/penetrate in the daytime, and He makes the daytime to enter/penetrate in the night, and that God (is) hearing/listening, seeing/understanding. (Itu dengan bahwa Allah membuat malam masuk ke dalam siang hari dan Dia membuat siang hari masuk ke dalam malam, dan bahwa Allah Mengetahui Segala Sesuatu.)

Definisi siang hari dan malam dalam 22:61 dapat diartikan bahwa siang hari atau malam merupakan suatu daerah sehingga daerah siang hari dapat memasuki daerah malam dan daerah malam dapat memasuki daerah siang hari. Pada siang hari, malam tidak ada karena sudah masuk ke dalam siang hari. Dan sebaliknya, pada saat malam, siang hari tidak ada karena sudah masuk ke dalam malam. Di sini, siang hari dan malam merupakan dua daerah yang tegas perbedaannya. Suatu waktu yang disebut sebagai siang hari pasti bukan malam, dan sebaliknya.

Dalam membedakan siang hari dan malam, Al Qur’an menggunakan kenampakan matahari. Hal itu tercermin pada 52:49.

52:49 And from the night so praise/glorify Him, and (at) the star's/planet's passings/ends (settings). (Dan dari malam maka pujilah Dia, dan (pada) saat bintang berlalu.)

Ayat 52:49 menerangkan tentang dua waktu memuji Allah, yaitu malam dan saat bintang berlalu. Malam dan saat bintang berlalu adalah dua waktu yang berbeda. Jika yang satu malam, yang lainnya pasti siang hari. Dengan kata lain, waktu pada saat bintang berlalu adalah siang hari. Sebaliknya, waktu pada saat bintang kelihatan adalah malam. Bintang tidak kelihatan ketika matahari tampak. Pembaca dapat menyaksikannya sendiri. Jadi, perbedaan siang hari dan malam ditentukan oleh kenampakan matahari, bukan cahaya matahari.

Berdasarkan uraian di atas, siang hari adalah ketika matahari sudah tampak (berada di atas horison) dan malam adalah ketika matahari tidak tampak (berada di bawah horison). Namun perlu diingat bahwa perubahan dari malam ke siang hari dan dari siang hari ke malam berlangsung secara perlahan-lahan. Penulis berpendapat bahwa siang hari dimulai ketika matahari sudah mulai muncul di atas horison sedangkan malam dimulai ketika matahari sudah mulai turun ke bawah horison. Dalam kenyataan, selisih waktu sejak matahari mulai tampak sampai tampak sempurna dan selisih waktu sejak matahari mulai terbenam sampai terbenam sempurna adalah sangat sedikit.

Ayat-Ayat Tentang Shalat
Urutan Kronolgis 3 : The Hiding/Wrapped in Clothes (Bersembunyi Dalam Kain)

73:1 You, you the hiding/wrapped in clothes. (Kamu, kamu yang bersembunyi dalam kain.)

73:2 Stand the night except little. (Berdirilah pada waktu malam kecuali sedikit.)

73:3 Its half/middle or reduce/decrease from it little. (Pertengahan malam atau kurangilah waktu itu sedikit.)

73:4 Or increase on it, and read or recite slowly, distinctly and clearly the Koran, slow distinct and clear reading or recitation. (Atau tambahlah padanya, dan bacalah Al Qur’an dengan perlahan-lahan, tegas, dan jelas, pembacaan yang tegas dan jelas secara perlahan-lahan.)

73:6 That truly the night's first hours it is stronger pressure and more just (in) a saying/word/declaration. (Bahwa sesungguhnya jam-jam pertama malam hari terdapat tekanan yang lebih kuat dan selain itu hanya suatu pengucapan saja.)

73:7 That truly for you in the daytime (is) long tending to the livelihood/sleeping and resting. (Bahwa sesungguhnya bagimu selama siang hari cenderung lama untuk mata pencaharian dan istirahat.)

73:20 That truly your Lord knows that you, you stand/call (for) prayer nearer (than) from two-thirds (of) the night and its half/middle, and its third, and a group of people from those with you, and God predestines/evaluates the night and the daytime, He knew that you (will) not count/compute it so He forgave on you, so read what eased/became flexible (what you can) from the Koran, He knew that (E) sick/diseased will be from you, and others moving (traveling) in the land/Earth wishing/desiring from God's grace/favour/blessing, and others fighting in God's way/path, so read what eased/became flexible from it (what you can), and keep up the prayers, and give/bring the charity/purification, and lend/advance God a good/ beautifulloan/advance, and what you advance/produce for yourselves from goodness/ generosity you find it at God, it is better and greater (in) a reward, and ask God for forgiveness, that truly God (is) forgiving, merciful. (Bahwa sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu, kamu berdiri shalat lebih mendekati dua pertiga malam dan pertengahan malam, dan sepertiga malam, dan sekolompok orang dari yang bersamamu, dan Allah menentukan siang hari dan malam, Dia mengetahui bahwa kamu akan tidak bisa menghitung waktu tersebut sehingga Dia memaafkanmu, maka bacalah yang mudah dari Al Qur’an, Dia mengetahui bahwa di antaramu ada yang sakit, dan yang lain bepergian di muka bumi, dan yang lain berjuang di jalan Allah, maka bacalah yang mudah dari Al Qur’an, dan senantiasa shalat, dan tunaikanlah zakat, dan pinjamilah Allah suatu pinjaman yang baik, dan apapun yang kamu hasilkan untuk dirimu sendiri dari kedermawanan kamu mendapatkannya pada Allah, hasil itu adalah balasan yang lebih baik dan lebih besar, dan mintalah kepada Allah ampunan, bahwa sesungguhnya Allah adalah Pemaaf, Penyayang.)

Dalam ayat-ayat di atas ada perintah untuk melakukan pembacaan Al Qur’an pada pertengahan malam. Waktunya dimulai dari pertengahan malam (jam 24) kurang sedikit sampai pertengahan malam lebih sedikit. Kata prayer (shalat) dalam terjemahan di atas adalah hasil penafsiran penerjemah. Lalu, benarkah aktivitas tersebut merupakan shalat?

Dari segi waktu, aktivitas tersebut sudah memenuhi kriteria shalat karena waktu pelaksanaannya sudah jelas. Dari segi pengingatan pada Allah, pembacaan Al Qur’an merupakan cara untuk mengingat Allah. Dengan membaca Al Qur’an kita merasa yakin bahwa Allah benar-benar ada karena kita menyadari bahwa yang sedang dibaca adalah perkataan Allah. Dapat dikatakan bahwa Al Qur’an adalah bukti keberadaan-Nya dalam bentuk perkataan yang tertulis. Selain itu, ayat-ayat yang dibaca juga mengandung petunjuk yang senantiasa mengingatkan kita terhadap Allah. Dengan membaca Al Qur’an, kita akan ingat pada Allah. Jadi, pembacaan Al Qur’an pada tengah malam yang dimaksudkan dalam ayat-ayat di atas adalah shalat.

Dalam ayat-ayat di atas. Allah memerintahkan kepada kita untuk shalat pada pertengahan malam hari. Waktunya kurang lebih jam 12 malam plus minus lebih sedikit. Durasinya secara pasti tidak disebutkan karena pada waktu itu belum ada jam. Allah memberikan kelonggaran pada hamba-Nya untuk menginterpretasikannnya. Jika durasinya 1 jam, waktu itu adalah 11:30 sampai 12:30 malam. Waktu tersebut dipilih Allah karena pada siang hari manusia mencari nafkah dan beristirahat. Selain itu, shalat pada jam-jam pertama dari malam sulit dilakukan dengan baik karena gangguan tekanan yang lebih kuat akibat aktivitas siang hari yang berakibat pada penghayatan yang kurang terhadap yang diucapkan selama shalat.

Pada waktu itu, Nabi Muhammad dan pengikutnya belum bisa melakukannya tepat waktu karena teknologi waktu itu belum memungkinkan penghitungan waktu. Allah memakluminya dan memberi maaf kepada mereka. Bagi kita, masalah penghitungan waktu tidak ada lagi karena sekarang sudah ada jam. Oleh karena itu, shalat pada pertengahan malam pada jaman sekarang dapat dilakukan pada waktunya.

Dalam shalat kita diperintahkan untuk berdiri dan membaca Al Qur’an secara perlahan, dengan volume suara yang jelas terdengar dan pengucapan kata-kata yang tegas. Selain itu, kita tidak boleh membaca Al Qur’an sebatas pada pengucapannya saja tetapi harus memahami artinya juga. Al Qur’an yang dibaca adalah yang mudah menurut kita. Dalam keadaan kita sakit, bepergian, atau sedang berjuang di jalan Allah, kita juga diperintahkan shalat dengan membaca Al Qur’an yang mudah bagi kita.

Urutan Kronolgis 50 : The Travel/Departure By Night (Perjalanan pada Malam Hari)

17:78 Start/keep up the prayers to the sun's nearing setting to the night's darkness, and the dawn's Koran, that the dawn's Koran was/is being witnessed. (Senantiasa shalat pada saat matahari sedang mendekati terbenam sampai kegelapan malam, dan Al Qur’an fajar, bahwa Al Qur’an fajar disaksikan.)

17:79 And from the night so wake up and pray with it, done above the call of duty for you, maybe/perhaps that (E) your Lord sends/resurrects you a praised/thanked position/residence. (Dan dari malam maka bangunlah dan shalatlah, dilakukan di atas perintah kewajiban bagimu, mungkin bahwa Tuhanmu mengirim kamu ke suatu kediaman terpuji.)

Pertama, kita diperintahkan shalat pada waktu matahari sedang mendekati terbenam sampai kegelapan malam. Waktu matahari sedang mendekati terbenam adalah awal waktu shalat sedangkan kegelapan malam adalah akhir waktu shalat. Sebagai awal waktu shalat, penafsiran waktu matahari sedang mendekati terbenam harus bersifat unik atau tidak boleh lebih dari satu. Jika itu ditafsirkan sebagai matahari yang sedang berjalan mendekati horison untuk terbenam, penafsirannya bisa bermacam-macam. Matahari yang baru terbit, atau matahari pada siang hari, atau matahari pada sore hari bisa dikatakan sedang mendekati terbenam karena kenyataannya matahari tersebut seperti sedang berjalan mendekati horison untuk terbenam. Penafsiran semacam itu adalah keliru. Penafsiran yang bersifat unik adalah bahwa waktu matahari sedang mendekati terbenam adalah waktu ketika matahari sedang pada tahap awal proses keterbenaman matahari, yaitu ketika matahari mulai menyentuh horison. Jadi, kita diperintahkan shalat sejak matahari mulai terbenam sampai kegelapan malam (cahaya matahari tidak dapat terlihat). Dalam periode ini, ada satu aktivitas shalat.

Kedua, kita diperintahkan membaca Al Qur’an pada waktu fajar. Fajar adalah cahaya matahari yang tampak pada saat matahari belum terbit. Waktu fajar ialah sejak terbit fajar sampai fajar itu hilang yaitu ketika matahari sudah mulai muncul di atas horison. Pada saat matahari mulai kelihatan di atas horison, meskipun baru sedikit, matahari sudah dalam status terbit dan secara otomatis fajar tidak ada lagi. Pembacaan Al Qur’an pada waktu fajar merupakan shalat. Pembacaan Al Qur’an adalah aktivitas untuk mengingat Allah sedangkan fajar adalah waktu pelaksanaannya. Jadi, dalam 17:78 kita juga diperintahkan shalat sejak cahaya matahari mulai tampak sampai matahari mulai muncul dari horison. Lebih lagi, ayat ini juga menegaskan bahwa shalat dilakukan dengan membaca Al Qur’an. Pembacaan Al Qur’an dalam shalat tersebut dilakukan dengan cara seperti yang dijelaskan dalam 73:4.

Jika direnungkan, 2 waktu shalat ini terlihat berpasangan. Waktu shalat pertama dimulai ketika kegelapan malam mulai hilang sampai kegelapan malam hilang sama sekali sedangkan waktu shalat kedua dimulai ketika cahaya matahari mulai hilang sampai cahaya matahari hilang sama sekali.

Ketiga, perintah untuk bangun pada malam hari untuk melakukan shalat pada 17:79 sebenarnya sudah diberikan pada waktu sebelumnya, seperti tersebut dalam 73:2; 73:3; dan 73:4. Shalat yang dimaksud adalah shalat pada pertengahan malam. Dapat dimengerti bahwa dalam 17:79 perintah tersebut tidak begitu terperinci karena perintah shalat tersebut bukan perintah baru. Petunjuk tentang waktu dan caranya sudah dijelaskan dalam 73:2; 73:3; dan 73:4. Hal baru yang muncul dalam 17:79 adalah bahwa perintah shalat pertengahan malam hari mempunyai kedudukan atau tingkat lebih tinggi di atas perintah kewajiban shalat yang lain. Artinya, shalat pertengahan malam hari supaya diutamakan.

Dapat disimpulkan bahwa dalam 17:78 dan 17:79 kita diperintahkan shalat 3 kali. Yang pertama adalah shalat pada saat matahari mulai terbenam sampai kegelapan malam. Yang kedua adalah shalat sejak fajar menyingsing sampai matahari mulai terbit. Dan yang ketiga adalah shalat malam hari setelah bangun tidur, pada waktu kurang lebih jam 12 malam.

Urutan Kronolgis 52 : Hood/Prophet of the Nation of Aad (Hud/Nabi Bangsa Aad)

11:114 And keep up the prayers to (the) ends/edges (of) the daytime (to) parts from the night from the night; that the goodnesses wipe off/eliminate the sins/crimes, that (is) a remembrance/reminder to the praising/glorifying. (Dan senantiasa shalat pada tepi-tepi siang hari bagian-bagian dari malam dari malam; bahwa kebaikan menghapus dosa, itu adalah suatu peringatan bagi orang yang memuji.)

Ada yang kurang jelas dalam terjemahan di atas, yaitu pada frase bagian-bagian dari malam dari malam. Frase tersebut tidak menerangkan waktu shalat yang jelas. Oleh karena itu, penulis memilih Al Qur’an terjemahan perkata versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri yang di-download dari www.emuslim.com sebagau penggantinya. Terjemahan tersebut adalah sbb.

11:114 And establish the prayer at the two ends of the day and at the approach of the night. Indeed, the good deeds remove the evil deeds. That is a reminder for those who remember. (Dan lakukanlah shalat pada dua tepi siang hari dan pada pendekatan dari malam hari. Sungguh, perbuatan baik menghilangkan perbuatan jahat. Itu adalah suatu peringatan bagi orang yang ingat.) (versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri)

Penulis berpendapat bahwa dalam menjelaskan 3 waktu shalat dalam 11:114, Allah menggunakan tanda alami. Dua (2) waktu shalat ditandai dengan tanda alami yang dapat ditentukan dengan jelas oleh penglihatan manusia, yaitu 2 tepi siang. Tepi siang yang berbatasan dengan malam pada waktu matahari terbit menerangkan waktu shalat fajar sedangkan tepi siang yang berbatasan dengan malam pada waktu matahari terbenam menerangkan shalat petang. Kedua waktu shalat ini merupakan penegasan waktu shalat yang dijelaskan dalam 17:78. Selain itu, ayat 11:114 juga menunjukkan bahwa penafsiran waktu shalat dalam 17:78 adalah benar.

Waktu shalat yang ke 3 dinyatakan dengan pada pendekatan dari malam hari. Shalat yang waktunya ditentukan dengan pendekatan adalah shalat pada pertengahan malam. Waktu shalat tersebut ditandai dengan tanda alami berupa malam tetapi batas waktunya tidak dapat diamati dengan penglihatan mata. Waktu shalat pada pertengahan malam tidak bisa ditentukan dengan tanda alami berupa bintang atau bulan atau cahaya matahari tetapi dengan pendekatan. Demikian juga, durasi waktu shalat pada pertengahan malam adalah berdasarkan pendekatan berupa penambahan dan pengurangan dari pertengahan malam yang ditentukan melalui perkiraan saja. Jadi, waktu shalat ke 3 dalam 11:114 adalah pertengahan malam yang merupakan penegasan waktu shalat yang dijelaskan dalam 73:2; 73:3; 73:4, dan 17:79.

Urutan Kronolgis 87 : The Cow (Sapi)

2:238 Observe/guard on the prayers, and the prayers the middle, and stand/call to God obeying/worshipping humbly. (Jagalah shalat-shalat, dan shalat pertengahan, dan berdirilah untuk mematuhi Allah dengan rendah hati.)

Dalam ayat ini kita diperintahkan tetap melakukan shalat-shalat dan shalat pertengahan (wusthaa). Sebenarnya, perintah shalat dalam ayat ini bukan merupakan perintah shalat yang baru karena tidak disebutkan waktu pelaksanaannya. Shalat-shalat yang dimaksud adalah yang diperintahkan dalam 17:78 dan 11:114 sedangkan shalat pertengahan yang dimaksud adalah shalat yang disebutkan dalam 73:2; 73:3; dan 73:4 dan 17:79. Pertengahan yang dimaksud adalah pertengahan malam yang disebut dalam 73:2. Meskipun dalam 17:79 tidak disebutkan nama shalat pertengahan, isi dalam ayat tersebut pada hakekatnya adalah pengulangan perintah shalat yang terdapat dalam 73:2; 73:3; dan 73:4. Sekali lagi, Allah menegaskan kembali bahwa kita wajib menjalankan shalat pada waktu fajar, shalat pada waktu petang, dan shalat pertengahan.

Urutan kronologis 102 : The Light (Cahaya)

24:58 You, you those who believed, those who your rights (hands) owned/possessed (i.e. care-givers under contract), and those who did not reach the puberty/sexual maturity from you should ask for your permission three times, from before the dawn's prayers, and when you put your clothes/garments (on) from the noon/midday, and from after the evening/first darkness prayers, three shameful genital parts (protective times are) for you, an offense/sin is not on you, and nor on them after them (the three times) circling/walking around on you, some of you to some, as/like that God clarifies/shows/explains for you the verses/evidences, and God (is) knowledgeable, wise/judicious. (Kamu, kamu yang beriman, yaitu yang hak-hakmu dimiliki, dan yang belum mencapai kematangan seksual darimu kamu seyogyanya meminta ijin tiga kali, dari sebelum shalat fajar, dan ketika kamu meletakkan pakaianmu dari tengah siang hari, dan dari setelah shalat petang, tiga bagian aurat yang memalukan bagimu, suatu dosa tidak padamu, dan tidak juga pada mereka setelah waktu-waktu tersebut berjalan-jalan di antaramu, beberapa di antaramu ke beberapa yang lain, karena bahwa Allah menerangkan untukmu ayat-ayat tersebut, dan Allah adalah Mengetahui Segala Sesuatu, Bijaksana.)

Dalam 24:58 disebutkan 3 waktu untuk ijin yaitu sebelum shalat fajar, tengah siang hari, dan setelah shalat petang. Maksud pengutipan ayat tersebut adalah untuk menunjukkan bahwa pada waktu tengah siang hari tidak ada waktu shalat sedangkan pada waktu fajar dan petang ada waktu shalat. Ini menggarisbawahi bahwa penafsiran tentang waktu shalat pada ayat-ayat sebelumnya adalah benar. Selain itu, dalam ayat ini disebutkan dua nama shalat, yaitu shalat fajar (shalaati alfajri) dan shalat petang (shalaati al’isyaa’i). Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa dua nama shalat pada kedua tepi siang hari adalah shalat fajar dan shalat petang atau isyak.

Urutan Kronologis 110 : The Friday/Gathering (Jumat/Berkumpul)

62:9 You, you those who believed, if (it) was called to the prayers from the Friday's/gathering's day/time, so hasten/move quickly to God's reminder/mention, and leave the selling/trading, that (is) best for you, if you were knowing. (Kamu, kamu yang beriman, jika dipanggil untuk shalat dari waktu Jumat/berkumpul, maka pergilah dengan terburu-buru untuk mengingat Allah, dan tinggalkanlah perdagangan, bahwa itu adalah yang terbaik bagimu, jika saja kamu memahami.)

Ayat ini dijadikan sandaran pelaksanaan shalat jumat. Sandaran tersebut berdasarkan pada frase Friday’s day yang artinya hari jumat. Dalam terjemahan bahasa Inggris yang lain, pengertiannya dapat berbeda jika digunakan gathering’s day/time yaitu hari atau waktu berkumpul.

Perbedaan interpretasi ini dapat dihilangkan jika memperhatikan bagian lain dari ayat tersebut. Dalam ayat tersebut ada frase kata jika dipanggil untuk shalat. Frase tersebut menunjukkan bahwa ayat ini tidak berisi perintah shalat yang baru. Ayat tersebut hanya menerangkan sikap yang seharusnya dilakukan umat islam pada saat itu jika dipanggil untuk shalat. Shalat yang dimaksud pastilah sudah diperintahkan oleh Allah sebelumnya. Menurut urutan kronologis penurunan wahyu, dalam ayat-ayat sebelum ayat 62:9 diturunkan, tidak ada perintah shalat jumat. Yang ada ialah shalat fajar, shalat petang, dan shalat pertengahan. Dengan demikian, frase kata yang tepat dalam terjemahan bahasa Inggris ayat 62:9 ialah gathering’s day/time yang artinya hari/waktu berkumpul. Ayat tersebut berisi teguran pada orang beriman yang pada suatu hari, yaitu hari berkumpul, melupakan waktu shalat.

Dalam memberikan perintah shalat, Allah selalu menunjukkan waktunya dengan jelas. Ini dapat disimak dalam ayat-ayat yang berisi perintah shalat dalam makalah ini. Allah sendiri dengan tegas berfirman bahwa shalat adalah kewajiban bagi orang beriman yang waktunya ditentukan (4:103). Jika ditafsirkan sebagai perintah shalat pada hari jumat, apakah ayat tersebut menjelaskan waktunya? Jawabannya adalah tidak. Perdagangan atau jual beli bukanlah penunjuk waktu.

Tambahan, yang disebut dalam 62:9 adalah orang beriman. Dan kita semua mengetahui bahwa orang beriman mencakup laki-laki dan wanita. Jika yang dimaksudkan dalam 62:9 adalah shalat jum’at, tentu yang mengikuti shalat jum’at tidak hanya orang laki-laki saja.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ayat 62:9 berisi teguran terhadap orang beriman dalam melaksanakan shalat pada hari berkumpul. Hari berkumpul mungkin merupakan waktu pada saat terjadi pertemuan sejumlah orang yang terlibat dalam proses jual beli dalam suatu perdagangan. Dalam perdagangan tersebut mungkin sampai menginjak waktu shalat, yaitu ketika matahari sudah mulai terbenam sehingga muncullah teguran tersebut.

Pemujian Allah
Ada cara lain untuk mengingat Allah, yaitu menyebut nama atau memuji Allah. Penyebutan nama Allah dan pemujian Allah pada dasarnya sama saja. Allah mempunyai nama yang baik sehingga penyebutan nama Allah sama dengan pemujian Allah (17:110).

17:110 Say: "Call God, or call the merciful, whichever you call, so for Him (are) the names the best/most beautiful (the good names), and do not publicize/declare/raise (voice) with your prayers, and do not silence/lower and hide with it, and wish/desire between that a way/method." (Katakanlah :”Sebutlah Allah, atau sebutlah Penyayang, yang manapun yang kamu sebut, maka bagi Nya adalah nama-nama yang paling indah, dan janganlah memamerkan diri dengan shalatmu, dan janganlah diam dan bersembunyi dengan shalatmu, dan berusahalah di antara kedua cara itu.)

Orang yang sedang memuji Allah adalah orang yang sedang mengingat Allah. Oleh karena itu, pemujian Allah pada waktu yang ditentukan Allah adalah termasuk shalat. Meskipun termasuk shalat, Al Qur’an tidak menyebutnya secara eksplisit sebagai shalat. Untuk menghindari kerancuan dengan shalat fajar, shalat pertengahan, dan shalat petang, shalat yang dilakukan dengan pemujian Allah tidak diistilahkan dengan shalat melainkan pemujian Allah. Dapat dikatakan bahwa pemujian Allah pada waktu yang ditentukan Allah adalah shalat yang sederhana. Untuk mengetahui shalat dalam bentuk pemujian Allah, kita pelajari ayat Al Qur’an yang menyebutkan pemujian Allah yang disertai waktu pelaksanaannya.

20:130 So you be patient on what they say, and praise/glorify with your Lord's praise/gratitude/thanks, before the sun's ascent/rising, and before its decline/setting, and from the night's hours so praise/glorify, and the daytime's ends/edges, maybe/perhaps you accept/approve. (Maka kamu bersabarlah terhadap yang mereka katakan, dan memujilah dengan pujian untuk-Nya, sebelum matahari terbit, dan sebelum keterbenamannya, dan dari jam-jam malam maka memujilah, dan tepi-tepi siang hari, semoga kamu menerima.)

33:42 And praise/glorify Him, (at) daybreaks/early mornings and evening to sunset. (Dan pujilah Dia, (pada) awal pagi dan menjelang matahari terbenam.)

40:55 So be patient that truly God's promise (is) true, and ask for forgiveness for your crime, and praise/glorify with your Lord's praise/gratitude at the evening/first darkness and the day breaks/early morning. (Maka bersabarlah bahwa janji Allah benar, dan minta ampunlah atas kejahatanmu, dan memujilah dengan pujian Allah pada waktu petang dan awal pagi.)

Ayat-ayat lain dalam Al Qur’an yang menyebutkan pemujian Allah dan waktunya secara spesifik yaitu 50:39; 52:49; 76:25; 24:36; dan 48:9. Meskipun demikian, ketiga ayat tersebut di atas sudah menggambarkan variasi informasi waktu pemujian Allah.

Dalam 20:130, 33:42, dan 40:55 disebutkan bahwa waktu pemujian Allah adalah sebelum matahari terbit, awal pagi, sebelum terbenam, petang, jam-jam malam, dan tepi-tepi siang hari. Penafsiran lebih lanjut tentang jam-jam malam perlu kehati-hatian karena pengertiannya tidak spesifik. Demikian halnya dengan tepi-tepi siang hari, pengertiannya perlu pembahasan lebih lanjut.

Menurut penulis, antara jam-jam malam dan tepi-tepi siang hari berhubungan. Tepi-tepi siang hari di sini bersifat memperinci jam-jam malam. Artinya, jam-jam malam yang dimaksud berada pada tepi-tepi siang hari. Ini kurang lebih sama dengan perintah shalat dalam 11:114. Permasalahannya adalah bahwa menurut artikel dalam www.allah-semata.com jumlah tepi siang hari dalam 20:130 adalah lebih dari 2 (dari atharafan). Jika demikian, berapakah jumlahnya? Dalam pembahasan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa siang hari hanya berbatasan dengan malam dan jumlah batasnya ada dua. Kalau tepi siang hari diartikan lebih dari dua, tepi siang hari yang lainnya adalah yang disebabkan karena perubahan posisi matahari terhadap bumi ketika matahari seolah bergerak dari tropic of capricorn (23,5 derajad LS pada 22 Desember) menuju tropic of cancer (23,5 derajad LU pada 21 Juni) dan kembali lagi menuju ke tropic of capricorn, dan seterusnya. Dengan peredaran matahari seperti itu waktu perbatasan antara siang hari dan malam menjadi bervariasi. Pada saat matahari berada di posisi paling utara (23,5 derajad LU), orang yang berada jauh di sebelah selatan katulistiwa atau selatan ekuator akan merasakan siang hari yang lebih pendek, dan sebaliknya orang yang berada jauh di sebelah utara katulistiwa atau utara ekuator akan merasakan siang hari yang lebih panjang. Jadi, makna tepi siang hari lebih dari dua adalah bahwa tepi siang hari bervariasi secara temporal (bervariasi dari waktu ke waktu) dan jumlah waktu perbatasan antara siang hari dan malam tetap dua. Jam-jam malam dan tepi-tepi siang hari dalam 20:130 adalah waktu fajar dan petang.

Apabila kita ringkas, kita diperintahkan memuji Allah pada waktu sebelum matahari terbit, awal pagi, menjelang matahari terbenam, petang, dan fajar. Kita dapat meringkas waktu pemujian Allah lebih lanjut menjadi fajar, awal pagi, menjelang matahari terbenam, dan petang.

Dalam pelaksanaannya kita ingin agar perintah-Nya dapat dijalankan dengan mudah dan benar. Untuk itu kita dapat melaksakan pemujian Allah pada waktu sebelum matahari terbit bersamaan dengan shalat fajar dan melaksanakan pemujian Allah pada waktu petang bersamaan dengan shalat petang. Oleh karena shalat pertengahan pada dasarnya sama dengan kedua shalat tersebut, pemujian Allah bersamaan dengan waktu shalat pertengahan juga dapat dilakukan. Selain itu, Allah juga memerintahkan kita untuk memuji-Nya pada waktu malam (52:49, 76:26). Yang perlu dilakukan secara tersendiri adalah pemujian Allah pada awal pagi dan pemujian Allah pada waktu menjelang matahari terbenam.

Ringkasan Waktu Shalat
1. Shalat dengan pembacaan Al Qur’an
a. Shalat fajar
Waktu untuk shalat fajar adalah sejak cahaya matahari mulai tampak (matahari belum tampak) sampai matahari mulai tampak.
b. Shalat petang
Waktu untuk shalat petang adalah sejak matahari mulai terbenam (menyentuh horison) sampai kegelapan malam (cahaya matahari tidak tampak).
c. Shalat pertengahan
Waktu untuk shalat pertengahan adalah pada pertengahan malam (jam 24) dikurangi sedikit atau ditambah sedikit.

2. Pemujian Allah (shalat sederhana)
a. Pemujian Allah pada awal pagi
Waktu pemujian Allah pada awal pagi adalah pada waktu pagi setelah matahari terbit.
b. Pemujian Allah pada waktu menjelang matahari terbenam
Waktu pemujian Allah pada waktu menjelang matahari terbenam adalah pada waktu menjelang matahari terbenam.
c. Pemujian Allah pada waktu fajar
Waktu pemujian Allah pada waktu fajar adalah sejak cahaya matahari mulai tampak (matahari belum tampak) sampai matahari mulai tampak.
d. Pemujian Allah pada waktu pertengahan malam
Waktu pemujian Allah pada waktu pertengahan malam adalah pada pertengahan malam (jam 24) dikurangi sedikit atau ditambah sedikit.
e. Pemujian Allah pada waktu petang
Waktu pemujian Allah pada waktu petang adalah sejak matahari mulai terbenam (menyentuh horison) sampai kegelapan malam (cahaya matahari tidak tampak).

III. CARA SHALAT MENURUT AL QUR’AN
Cara shalat yang diuraikan di sini tidak seperti petunjuk cara shalat yang dijual di toko-toko buku yang mencakup urutan kegiatan dan bacaan dari awal sampai akhir. Yang disampaikan di sini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan cara shalat yang dijumpai dalam Al Qur’an terjemahan yang penulis ketahui sampai pada saat pempublikasian. Bab ini merupakan satu kesatuan dengan bab II tentang waktu shalat sehingga sebagian penjelasan cara shalat sudah disinggung dalam Bab II. Selain itu, pembahasannya tidak mengikuti urutan kronologis penurunan wahyu.

Cara Shalat Petang, Shalat Pertengahan, Dan Shalat Fajar
Tempat Shalat
Perintah shalat dalam Al Qur’an tidak disertai dengan penyebutan tempat shalat. Meskipun demikian, Allah mengijinkan kita menghormati dan menyebut nama-Nya serta memuji-Nya di dalam rumah kita (24:36). Dalam bacaan shalat yang berupa ayat-ayat Al Qur’an juga terkandung unsur penghormatan kepada-Nya, penyebutan nama-Nya, dan puji-pujian untuk-Nya. Oleh karena itu, ayat 24:36 dapat diartikan bahwa Allah memperbolehkan kita melakukan shalat di dalam rumah. Shalat dalam rumah juga dilakukan oleh Nabi Musa dan umatnya. Hal ini tersirat dalam ayat 10:87.

24:36 In houses/homes God permitted/allowed that (it) be raised/honoured and be mentioned/remembered in it his name; praises/glorifies to Him in it at the early morning and the evenings to sunsets. (Dalam rumah-rumah Allah mengijinkan bahwa dihormati dan disebut di dalamnya nama-Nya; puji-pujian bagi-Nya di dalamnya pada awal pagi dan sore sampai terbenam matahari.)

10:87 And We inspired/transmitted to Moses and his brother that you (B) reside/establish houses/homes to your (B)'s nation by a city/border/region/Egypt, and make your houses/homes direction, and keep up the prayers, and announce good news (to) the believers. (Dan kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya bahwa agar kamu menempati/membuat rumah-rumah di negerimu dekat Mesir, dan membuat rumah-rumahmu arah (kiblat), dan senantiasa shalat, dan memberi kabar gembira kepada orang beriman.)

Bagaimana dengan masjid? Apakah kita harus shalat di masjid? Untuk menjawabnya kita perlu mempelajari pengertian masjid lebih dahulu. Menurut artikel di www.islamic-awareness.org/Quran/Contrad/External/aqsa.html, dari segi bahasa, masjid adalah tempat untuk sujud. Dari segi legalitas, masjid mencakup setiap tempat di bumi yang cocok untuk bersujud tanpa memandang keberadaan bangunan. Berdasarkan hal tersebut, tempat kita bersujud adalah masjid. Tempat kita melakukan shalat adalah masjid karena ketika shalat kita bersujud. Tanah terbuka, gedung, atau kamar kita dapat menjadi sebuah masjid jika digunakan untuk shalat. Dengan berpegangan bahwa definisi masjid adalah tempat sujud, kita selalu shalat di masjid.

Bagaimana dengan mushala? Mushala berasal dari bahasa Arab mushallaa berarti tempat shalat. Dalam 2:125 disebutkan bahwa tempat Nabi Ibrahim dijadikan tempat shalat (mushallan).

2:125 And when We put The House (as) a reward/replacement/compensation to the people, and (a) safety/security, and they took from Abraham's place a prayer place, and We entrusted/recommended to Abraham and Ishmael: "That purify/clean/wash (B) My House for the circlers/walkers around, and the devoting/dedicating, and the bowing, the prostrating." (Dan ketika Kami memberikan Kabah sebagai ganjaran untuk orang-orang, dan keamanan, dan mereka mengambil tempat Ibrahim sebagai tempat shalat (mushallan), dan Kami mempercayakan ke Ibrahim dan Ismail : “Bahwa sucikanlah Rumah-Ku untuk yang mengelilinginya, dan yang i’tikaf, dan yang ruku’, dan yang sujud.”)

Jadi, masjid dan mushala didefinisikan berdasarkan fungsinya. Oleh karena itu, dalam shalat kita tidak perlu mempersoalkan nama tempat shalat. Barangkali, oleh karena itulah setiap perintah shalat dalam Al Qur’an tidak diikuti dengan penjelasan tentang tempat shalat.

Suci Lahir Batin
Ketika shalat, kita harus dalam keadaan suci lahir dan batin sehingga kita diperintahkan untuk melakukan penyucian lahir dan batin seperti yang dijelaskan dalam 5:6.

5:6 You, you those who believed, if you started/got up to the prayers, so wash with water your faces, and your hands to the elbows, and rub/wipe with your heads and your feet to the two joints/ankle bones, and if you wereimpure/unclean, so be purified/cleaned, and if you were sick/diseased or on (a) journey/trip/voyage or one of you came from the safe hidden depression in the ground (toilet), or you touched and felt repeatedly the women, so you did not find water, so wipe your hands and face with dust good/pure dust, so rub/wipe with your faces and your hands from it, God does not want to make/put on you strain/hardship, and but He wants to purify you mentally and physically and to complete (E) His blessing on you, maybe/perhaps you thank/be grateful. (Kamu, kamu yang beriman, jika kamu memulai untuk shalat, maka basuhlah dengan air mukamu, dan tanganmu sampai sikumu, dan usaplah kepalamu dan kakimu sampai mata kakimu, dan jika kamu tidak bersih, maka bersihkanlah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau seorang di antaramu datang dari depresi tersembunyi yang aman dalam tanah, atau kamu menyentuh dan merasakan wanita berulang-ulang, lalu kamu tidak menemukan air, maka usaplah tanganmu dan wajahmu dengan debu yang baik, maka usaplah wajahmu dan tanganmu darinya, Allah tidak ingin memberi beban padamu, dan bahwa Dia ingin kamu membersihkan diri secara lahir dan batin dan untuk menyempurnakan berkah-Nya padamu, semoga kamu bersyukur.)

Sebelum dilakukan pembahasan lebih lanjut, perlu dibahas terlebih dahulu tentang yang dimaksudkan dengan debu dalam terjemahan 5:56. Dalam bahasa sehari-hari, debu dapat berupa partikel kecil yang dapat terbang jika ditiup angin dan kemudian menempel pada permukaan benda-benda tertentu. Dengan demikian, debu dapat berupa polutan atau kotoran. Kata debu dalam terjemahan 5:56 adalah hasil penafsiran penerjemah.

Dalam 5:56, ada kata yang transliterasinya adalah sha’iidan, yang oleh Muhamed dan Samira Ahmed diterjemahkan menjadi debu. Menurut kamus Arab Al-Huda karya Abu Khalid terbitan Penerbit Fajar Mulya, Surabaya, sha’iidun berarti tanah atau bumi. Dalam Al Qur’an terjemahan perkata versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri yang di-download dari www.emuslim.com, sha’iidan diartikan sebagai bumi. Jadi, yang dimaksudkan penerjemah dengan debu adalah debu penyusun tanah.

Meskipun yang dimaksudkan adalah debu penyusun tanah, penerjemahan sha’iidan menjadi debu dapat menimbulkan pertanyaan. Apakah kita harus melakukan pemisahan debu dari kompenen tanah lainnya yaitu lempung dan pasir? Bagaimana jika debu dalam tanah sedikit atau sulit untuk dipisahkan dari tanah? Bagaimana jika yang dominan dalam tanah adalah lempung atau pasir? Oleh karena itu, dalam makalah ini, sha’iidan dalam ayat tersebut diterjemahkan dengan tanah. Cara pelaksanaan pengusapan muka dan tangan dengan tanah adalah dengan menyentuhkan telapak tangan ke tanah yang baik kemudian mengusapkan telapak tangan ke muka dan tangan.

Ayat 5:6 menjelaskan tentang perintah untuk membersihkan diri secara lahir dan batin sebelum shalat agar mendapat berkah Allah yang lebih sempurna. Pertama, sebelum shalat kita diperintahkan untuk membasuh muka, membasuh tangan sampai siku, mengusap kepala, membasuh kaki sampai mata kaki dengan air. Pekerjaan itu dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan nama wudlu. Karena ayat ini turun sesudah perintah shalat datang, dapat dimengerti bahwa sebelumnya umat islam tidak berwudlu sebelum shalat. Kedua, sebelum shalat kita diperintahkan untuk membersihkan diri jika kita tidak bersih. Yang menyebabkan kita tidak bersih yaitu yaitu sehabis buang air atau berhubungan sex. Sudah barang tentu, ketidakbersihan yang harus dibersihkan tidak hanya yang disebabkan oleh dua hal tersebut. Jadi, sebelum shalat kita diperintahkan untuk berwudlu dan membersihkan diri jika kita tidak bersih.

Kadang-kadang, kita tidak dapat membersihkan diri dengan air karena sakit, dalam perjalanan, atau tidak ada air. Dalam keadaan seperti itu, Allah memberi kemudahan dengan perintah untuk mengusap tangan dan muka atau mengusap muka dan tangan dengan tanah yang baik. Pekerjaan tersebut dikenal dengan nama tayamum. Dengan demikian, dalam keadaan seperti itu, tayamum menjadi pengganti wudlu dan tindakan pembersihan diri jika kita tidak bersih.

Berdasarkan 5:6, ketika shalat kita diperintahkan untuk dalam keadaan suci secara lahiriah dan batiniah atau suci lahir dan batin. Suci secara lahiriah berarti bahwa tubuh kita bersih dari berbagai macam kotoran. Suci secara batiniah tidak berarti kita harus terbebas dari dosa. Akan tetapi, suci secara batiniah berarti bahwa kita dalam keadaan tidak mabuk dan terbebas dari segala kotoran batin seperti masalah pekerjaan sehari-hari, perasaan dendam, perasaan marah, dan kotoran batin lainnya. Dengan batin yang suci, kita akan dapat mengingat Allah secara lebih baik. Penyucian batin secara lahiriah dilakukan secara simbolis yaitu dengan berwudlu atau bertayamum. Berwudlu tetap harus dilakukan meskipun bagian tubuh yang harus dibasuh dengan air sudah bersih. Secara psikologis, dengan bertayamum atau berwudlu kita menjadi sadar bahwa kita siap untuk mengingat Allah.

Penyucian secara lahiriah dilakukan dengan pembersihan pada bagian tubuh yang kotor. Pembersihan dapat dilakukan dengan bantuan sabun, minyak, dan bahan pencuci lain tetapi pada akhir dari pembersihan itu harus ada pembersihan dengan air. Jika air tidak tersedia, atau dalam keadaan sakit sehingga tidak boleh terkena air, atau dalam suatu perjalanan kemudian tidak menjumpai air, penyucian dapat dilakukan dengan bertayamum.

Apakah kentut dapat membatalkan wudlu? Ini adalah pertanyaan yang sering muncul sejak jaman dahulu sampai sekarang. Jawaban yang sering terdengar adalah bahwa kentut membatalkan wudlu. Persoalan bagi para penanya, ”Mengapa bagian dubur dan sekitarnya tempat gas keluar tidak dibersihkan?” Demikianlah kurang lebih pertanyaan yang sering muncul dibenak penanya. Tidak ada ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang hal-hal yang membatalkan wudlu. Oleh karena itu, penafsiran perlu dilakukan.

Penulis akan menjawab pertanyaan klasik tersebut. Tujuan berwudlu atau bertayamum adalah untuk menyucikan batin kita secara simbolis ketika akan shalat. Yang menyebabkan kita harus mengulang wudlu adalah jika ketika sedang shalat kita tidak dalam keadaan suci secara batiniah. Misalnya, pada saat shalat, pikiran kita selalu tertuju pada masalah pekerjaan atau masalah kehidupan lainnya. Andaikata dalam keadaan seperti itu shalat terus dilakukan, shalatnya menjadi sia-sia karena tujuan shalat yaitu untuk mengingat Allah tidak tercapai. Oleh karena itu, penyucian lahiriah perlu dilakukan kembali yaitu dengan berwudlu atau bertayamum kembali dan shalat diulangi lagi.

Kita wajib mengulangi shalat jika ketika sedang shalat tubuh kita menjdi kotor oleh karena suatu penyebab, misalnya mencret secara tiba-tiba, kejatuhan kotoran bintang, dan lain-lain karena ketika sedang shalat, tubuh kita harus dalam keadaan bersih. Sebelum shalat lagi, bagian yang kotor harus dibersihkan.

Bagaimana dengan kentut? Kentut adalah proses pembuangan gas dari dalam tubuh sebagai hasil metabolisme tubuh. Sebagai gas, ia tidak banyak meninggalkan bekas karena materi yang terbawa bersamanya relatif sedikit menurut pandangan mata manusia. Dari segi tingkat kekotoran, kotoran yang disebabkan oleh kentut mungkin dapat diabaikan karena kuantitasnya relatif sedikit. Selain itu, kita harus menyadari bahwa kita tidak mungkin membuat standar kebersihan yang sama untuk semua bagian tubuh. Standar kebersihan dubur tentu akan berbeda dengan standar kebersihan bagian tubuh lainnya, seperti pipi, misalnya. Meskipun kita tidak kentut atau buang air besar, bagian dubur tetap berbau dan tidak dapat sebersih pipi. Jadi, dari segi kotoran, kentut yang hanya berupa gas dapat dianggap tidak mengotori tubuh.

Berkentut ketika shalat dapat membatalkan shalat karena ia mengakibatkan kita menjadi tidak suci secara batiniah. Dengan berkentut ketika sedang shalat, kita menjadi merasa kotor dan merasa tidak pantas untuk melanjutkan shalat. Setiap orang yang benar-benar ingin mengingat Allah akan merasa tidak pantas atau merasa tidak sopan ketika sedang mengingat Allah membuang kotoran yang berbau tidak sedap. Perasaan semacam ini adalah merupakan kotoran batiniah yang perlu dibersihkan. Dalam keadaan seperti itu, kita harus menghentikan shalat, berwudlu atau bertayamum lagi dan kemudian shalat lagi. Dalam keadaan seperti ini, kita tidak perlu membersihkan dubur karena ia dianggap tidak kotor. Seandainya kita merasa bahwa kentut kita membawa kotoran di dubur, tentu saja kita harus membersihkannya.

Jika sudah berwudlu kemudian buang air dan sesudah itu membersihkan diri, apakah perlu berwudlu lagi?” Menurut penulis, kita perlu berwudlu lagi karena sehabis buang air, batin kita tidak suci lagi. Bukankah pada saat buang air, pikiran kita tertuju pada kotoran manusia?

Sangat penting untuk diingat bahwa tujuan utama berwudlu adalah penyucian batin. Memang benar, berwudlu juga membersihkan tubuh. Walaupun demikian, kita tetap berwudlu ketika akan shalat meskipun tubuh kita sudah sangat bersih. Oleh karena itu, kita harus meningkatkan kesadaran kita ketika berwudlu bahwa pada saat itu kita sedang membersihkan batin kita.

Pakaian Shalat
Dalam kaitannya dengan pakaian, dalam Al Qur’an tidak disebutkan pakaian khusus untuk shalat. Walaupun demikian, pakaian shalat kita tentu saja harus bersih karena itu bagian dari kebersihan secara lahiriah. Selain itu, kita harus berpakaian takwa (7:26).

7:26 You Adam's sons and daughters, We had descended on you a cover/dress (that) hides/conceals your shameful genital private parts, and feathers/riches/possessions, and the fear and obedience (of God's) cover/dress, that (is) better, and that (is) from God's signs/verses/evidences, maybe/perhaps they remember/glorify. (Kamu anak lelaki dan anak wanita Adam, kami telah menurunkan kepadamu pakaian yang menyembunyikan bagian pribadi yaitu bagian seksual yang memalukan, dan yang dimilikinya, dan pakaian takwa, itu yang lebih baik, dan bahwa dari tanda-tanda Allah, semoga mereka mengingat.)

Pakaian taqwa adalah pakaian yang mencerminkan ketakwaan orang yang memakainya. Dalam penjabarannya, bagian tubuh yang wajib ditutupi adalah alat kelamin dan bagian tubuh lainnya yang dapat membangkitkan nafsu birahi lawan jenis yang memandangnya.

Sejumlah orang berpendapat bahwa dalam melakukan shalat, kita diperintahkan menggunakan pakaian yang indah. Dasar pendapat itu adalah Al Qur’an ayat 7:31 terjemahan versi Dep. Agama RI.

7:31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (versi Dep. Agama RI)

Akan tetapi, terjemahan ayat 7:31 tersebut berbeda dengan terjemahan versi Muhamed dan Samira Ahmed berikut ini.

7:31 You Adam's sons and daughters, take/receive your decoration/beauty at every/each mosque/place of worshipping God, and eat and drink and do not waste/spoil/ignore, that God does not love/like the wasters. (Kamu anak Adam yang pria dan wanita, ambillah/terimalah dekorasi/keindahanmu di setiap masjid/tempat menyembah Allah, dan makan dan minumlah dan jangan berlaku boros, bahwa Allah tidak menyukai pemboros.)

Dalam terjemahan versi Muhamed dan Samira Ahmed di atas disebutkan bahwa perintah yang dimaksud adalah perintah mengambil/menerima dekorasi atau keindahan. Dengan kata lain, di dalam masjid atau tempat menyembah Allah terdapat dekorasi/keindahan yang kita diperintahkan untuk mengambilnya. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa perintah berpakaian bagus di masjid adalah tidak ada.

Penafsiran dekorasi/keindahan tersebut sesungguhnya berkaitan dengan ayat berikutnya yaitu 7:32.

7:32 Say: "Who forbid God's decoration/beauty/ornament which He brought out to (for) His worshippers/slaves, and the enjoyable/goodnesses from the provision/things of benefit or value?"Say: "It is to those who believed in the life the present/worldly life clearly/purely (in) the Resurrection Day, as/like that We detail/explain/clarify the verses/evidences to a nation knowing." (Katakanlah :”Siapa melarang dekorasi/keindahan/hiasan Allah yang Dia keluarkan untuk penyembahNya/hamba-Nya, dan kenikmatan dari bahan makanan/barang-barang yang mempunyai manfaat atau nilai?” Katakanlah : ” Adalah untuk yang percaya pada kehidupan sekarang/dunia (dan) kehidupan Hari Kebangkitan dengan tulus, seperti bahwa kami menjelaskan ayat-ayat/bukti-bukti kepada suatu bangsa (tentang) pengetahuan.”)

Tampak bahwa dekorasi/keindahan dalam 7:32 tidak berkaitan dengan pakaian melainkan merupakan ungkapan yang menggambarkan rejeki yang diberikan Allah untuk hamba-Nya. Dalam kaitannya dengan 7:31, sebagian rejeki tersebut berasal dari bumi. Rejeki itu dapat berupa emas, perak, intan, buah-buahan, sayuran, air, dan lain-lain. Padahal, bumi adalah tempat orang bersujud atau masjid. Dapat dimengerti bahwa kita dapat mengambil rejeki di tempat sujud atau masjid seperti disebutkan dalam 7:31.

Kiblat Shalat (Arah Hadap Shalat)
Berikut ini adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan kiblat shalat.

2:144 We have seen/understood your face turning around in the sky, so We will turn/enable/appoint you a (prayer) direction you accept/approve it, so turn your face towards the Mosque the Forbidden/Respected/Sacred and wherever you were so turn your faces towards it, and that those who were given The Book they know (E) that it is the truth from their Lord, and that God is not with neglecting/disregarding about what they make/do. (Kami telah mengetahui wajahmu menghadap ke langit, maka Kami akan memutar kamu suatu arah yang kamu setujui, maka arahkan wajahmu ke Masjidil Haram dan dimanapun kamu berada maka arahkan wajahmu ke sana, dan bahwa mereka yang diberi Kitab mereka mengetahui bahwa itu adalah benar dari Tuhan mereka, dan bahwa Allah tidak dengan mengabaikan tentang yang mereka lakukan.)

2:143 And like that We made you a moderate/reasonable nation to be witnesses on the people, and the messenger be (a) witness on you, and We did not make the (prayer) direction that you were on it, except to know who follows the messenger from who returns on his two heels, and that truly (was) big/great (E) except on those who God guided, and God was not to waste your faith/belief, that God (is) with the people merciful/compassionate (E), most merciful. (Dan seperti bahwa Kami membuatkan kamu suatu umat yang moderat menjadi saksi pada orang-orang, dan Rasul menjadi saksi atas kamu, dan Kami tidak membuat arah yang kamu ikuti sebelumnya, melainkan untuk mengetahui yang mengikuti Rasul dari orang-orang yang kembali pada dua tumit-tumitnya, dan bahwa sesungguhnya besar kecuali pada mereka yang Allah membimbingnya. Dan Allah tidak menyia-nyiakan keimananmu, bahwa Allah dengan orang-orang itu Pengasih, sangat Pengasih.)

Kita diperintahkan untuk berkiblat ke Masjidil Haram (2:144). Maksud penetapan tersebut adalah untuk mengetahui orang yang mengikuti Rasul dan yang tidak mengikuti Rasul (2:143). Meskipun dalam 2:144 tidak disinggung tentang arah shalat, dari sikap Nabi yang menghadap ke langit dapat diketahui bahwa sikap itu adalah sikap orang sedang mengingat Allah. Jadi, arah kiblat yang dimaksud adalah arah shalat.

Berdiri, Ruku’, dan Sujud
Dalam Al Qur’an tidak ada ayat yang berisi instruksi tentang gerakan-gerakan shalat yang harus dikerjakan orang beriman secara eksplisit. Yang ada yaitu gerakan yang disebutkan dalam shalat dalam keadaan perang (4:101; 4:102; 4:103).

4:101 And if you (P) moved in the Earth/land, so offense/guilt is not on you, that you shorten/reduce from the prayers if you feared that those who disbelieved betray/torture you, that the disbelievers are/were to you an evident, an enemy. (Dan jika kamu bepergian di muka bumi, maka tidak ada dosa bagimu, bahwa kamu memendekkan shalat jika kamu takut bahwa mereka yang tidak beriman mngkhianatimu/menyiksamu, bahwa orang tidak beriman bagimu adalah suatu bukti, suatu musuh.)

4:102 And if you were in them, so you started for them the prayer, so a group from them should stand with you, and they should take their weapons/arms, so if they prostrated, so they be from behind you, and another group should come (that) they did not pray, so they pray (E) with you, and they should take their caution, and their weapons/arms; those who disbelieved, wished if you ignore/neglect your weapons/arms, and your belongings/effects/goods, so they lean on you one bend, and no offense/guilt (is) on you if mild harm was with you from rain or you were sick/diseased, that you lay your weapons/arms, and take your caution, that God prepared to the disbelievers a degrading/humiliating torture. (Dan jika kamu bersama mereka, maka kamu memulai untuk mereka shalat, maka sekelompok dari mereka hendaklah berdiri bersamamu, dan mereka hendaklah membawa senjata mereka, maka jika mereka sujud, maka mereka dari belakangmu, dan kelompok lain hendaklah datang yaitu mereka yang belum shalat, maka mereka shalat bersamamu, dan mereka hendaklah waspada dan membawa senjata mereka; dan mereka yang tidak beriman, berharap jika kamu melupakan senjatamu, dan barang-barangmu, maka mereka bersandar padamu satu kelengahan, dan tidak ada dosa padamu jika musibah ringan menimpamu karena hujan atau kamu sakit, dan bahwa kamu meletakkan senjata, dan tetap waspada, bahwa Allah mempersiapkan untuk orang tidak beriman suatu siksaan.)

4:103 So if you (P) accomplished the prayers, so mention/remember God standing, and sitting, and on your sides, so if you became secured, so keep up the prayers, that the prayers was/is on the believers decreed (at) appointed times. (Maka jika kamu telah shalat, maka ingatlah Allah sambil berdiri, dan duduk, dan pada samping-sampingmu (berbaring/bersandar), maka jika kamu menjadi aman, lakukanlah shalat, bahwa shalat adalah pada orang beriman yang diperintahkan pada waktu yang ditentukan.)

Pada saat bepergian dalam keadaan perang, Nabi dan pengikutnya boleh memendekkan shalat untuk menghindari gangguan orang tidak beriman. Caranya, pengikutnya berdiri bersama Nabi sambil membawa senjata. Menurut penulis, pengikut Nabi berada di kanan-kiri Nabi. Ketika bersujud, pengikutnya bersujud di belakang Nabi. Pada saat yang sama, pengikutnya yang belum shalat datang bergabung untuk shalat di kanan-kiri Nabi sambil membawa senjata dalam posisi berdiri dan dengan sikap waspada. Dengan demikian, pada saat bersujud, ada pengikutnya yang bersenjata yang berdiri menjaga mereka. Cara shalat tersebut berlaku pada jaman Nabi ketika berperang. Setelah selesai shalat itu, mereka diperintahkan untuk mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring/bersandar. Dalam keadaan aman, mereka diperintahkan melakukan shalat seperti shalat dalam keadaan normal.

Berdasarkan ayat tadi, ada gerakan berdiri dan sujud dalam shalat. Kedua gerakan tadi juga disebutkan dalam 22:26.

22:26 And when We established/assigned to Abraham the House/Home's place/position, that do not share/make partners with Me (in) a thing, and purify/clean My House/Home to the circlers/walkers around, and the standing/keeping up, and the bowing, and the prostrating. (Dan ketika Kami menetapkan bagi Ibrahim posisi Rumah, bahwa jangan membuat sekutu dengan Ku suatu, dan bersihkanlah Rumah Ku untuk yang mengelilinginya, dan berdiri, dan ruku’, dan sujud.)

Dalam ayat 22:26 disebutkan 3 gerakan, yaitu berdiri, ruku’ (membungkuk), dan sujud. Dengan mempertimbangkan bahwa berdiri dan sujud adalah unsur gerakan dalam shalat (4:102), ruku’ juga termasuk dalam rangkaian gerakan shalat. Di samping itu, melakukan ruku’ adalah sebuah kewajiban (2:43).

2:43 And keep up/take care of the prayers and give/bring the charity/purification and bow with the bowing. (Dan senantiasa shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.)

Dari segi urutan gerakan tubuh, sehabis berdiri akan lebih nyaman jika kita membungkuk dahulu sebelum sujud. Jadi, dalam shalat ada gerakan, yaitu berdiri, ruku’ (membungkuk), dan sujud. Tambahan, dalam Al Qur’an tidak dijumpai istilah raka’at. Oleh karena itu, jumlah posisi berdiri, ruku’, dan sujud ditentukan oleh kita sendiri.

Pembacaan Al Qur’an Yang Mudah
Sudah diuraikan dalam bab II bahwa ketika berdiri, kita diperintahkan membaca Al Qur’an yang mudah secara perlahan, dengan volume suara yang jelas terdengar, dan pengucapan kata-kata yang tegas. Kita juga harus bisa memahami Al Qur’an yang dibaca (4:43).

4:43 You, you those who believed, do not approach the prayers and you are intoxicated, until you know what you are saying, and nor distant from God/impure, except crossing a road/way, until you wash yourselves with water, and if you were sick/diseased or on a long distance travel, or any of you came from the safe and hidden depression in ground used for human discharge (toilet) or you touched repeatedly/touched and felt repeatedly (could mean: had intercourse with) the women, so you did not find water, so wipe your hands and face with dust, pure/good dust, so wipe with your faces and your hands, that God was/is often forgiving/pardoning, forgiving. (Kamu, kamu yang beriman, jangan mendekati shalat dan kamu mabuk, sampai kamu memahami yang sedang dikatakan, dan jangan pula jauh dari Allah/tidak suci, kecuali sedang menyeberang jalan, sampai kamu membersihkan dirimu dengan air, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan jauh, atau ada di antaramu yang datang dari depresi tersembunyi dan aman dalam tanah yang digunakan untuk pembuangan manusia atau kamu menyentuh berulang-ulang dan merasakan berulang-ulang wanita, lalu kamu benar-benar tidak menemukan air, maka usaplah tangan dan mukamu dengan debu, debu yang baik, maka usaplah wajah dan tanganmu, bahwa Allah adalah Pemaaf.)

Ayat 4:43 ini menjelaskan bahwa kita tidak boleh shalat dalam keadaan mabuk karena kita tidak akan bisa mengetahui makna bacaan shalat. Dapat pula diartikan bahwa Allah menginginkan agar kita memahami yang dibaca dalam shalat. Ini merupakan peringatan penting bagi orang yang dapat mengucapkan bacaan shalat dalam bahasa Arab tetapi tidak memahami artinya. Jangan sampai kita melakukan shalat seperti shalat orang sedang mabuk!

Perlu diingat bahwa yang dibaca adalah Al Qur’an asli yang berbahasa Arab bukan Al Qur’an terjemahan. Allah mendefinisikan Al Qur’an sebagai kitab berbahasa Arab (41:3) sehingga dalam shalat kita membaca Al Qur’an yang berbahasa Arab.

41:3 A Book its verses were detailed/explained/clarified, an Arabic Koran to a nation reasoning/comprehending/knowing. (Sebuah Kitab yang ayat-ayatnya dirinci, sebuah Al Qur’an berbahasa Arab untuk umat yang mengetahui.)

Berhubung dalam shalat kita membaca Al Qur’an, kita perlu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk (16:98) ketika memulai shalat.

16:98 So if you read the Koran so seek protection by God from (against) the devil, the cursed/expelled. (Maka jika kamu membaca Al Quran maka carilah perlindungan Allah dari syaitan yang terkutuk.)

Tidak Memamerkan Shalat
Kita tidak boleh memamerkan shalat. Ayat yang menyebutkan hal tersebut adalah 17:110.

17:110 Say: "Call God, or call the merciful, whichever you call, so for Him (are) the names the best/most beautiful (the good names), and do not publicize/declare/raise (voice) with your prayers, and do not silence/lower and hide with it, and wish/desire between that a way/method." (Katakanlah :”Sebutlah Allah, atau sebutlah Penyayang, apapun yang kamu sebut, maka bagi-Nya adalah nama-nama yang paling indah, dan janganlah memamerkan diri dengan shalatmu, dan janganlah diam dan bersembunyi dengan shalatmu, dan berharaplah di antara kedua cara itu.)

Dalam kamus, to publicize artinya mengumumkan, yaitu suatu usaha agar orang lain menjadi tahu. Penulis memilih kata memamerkan diri sebagai terjemahan dari kata tersebut karena pengertiannya sama. Ayat ini menerangkan bahwa selain tidak boleh memamerkan shalat, kita juga tidak boleh menyembunyikan shalat. Cara shalat yang bersifat memamerkan diri adalah dilarang Allah. Contoh perbuatan memamerkan diri dalam shalat yaitu pembacaan Al Qur’an yang dilakukan dengan keras. Pembacaan Al Qur’an dengan keras tidak mungkin dimaksudkan agar Allah mendengar karena Allah Maha Mendengar. Kalau bacaan shalat benar-benar ditujukan untuk Allah, volume suaranya diatur sehingga cukup bisa didengar sendiri yang memungkinkan penghayatan makna bacaan shalat dengan baik. Contoh perbuatan memamerkan diri yang lain yaitu shalat yang dilakukan di suatu tempat agar dilihat orang. Dengan kata lain, shalat dilakukan jika ada orang yang melihat. Di lain pihak, shalat dengan bersembunyi dan tidak bersuara secara sengaja juga merupakan cara shalat yang dilarang. Dalam cara ini, shalat dilakukan jika tidak ada orang yang melihat. Atau, shalat dilakukan tanpa suara karena tidak ingin shalatnya diketahui orang lain. Ayat ini menerangkan bahwa kita diminta untuk shalat secara wajar saja, yaitu kita tidak boleh memamerkan shalat tetapi juga tidak boleh menyembunyikan shalat. Kita diperintahkan shalat di antara kedua cara shalat yang ekstrim tersebut.

Bagaimana dengan orang bisu? Allah mendengar segala perkataan yang tersembunyi maupun yang terang-terangan (21:110). Oleh karena itu, orang bisu tidak mempunyai masalah dalam melakukan shalat.

21:110 That He truly knows the publicized/declared from the saying/opinion and belief, and He knows what you hide/conceal. (Bahwa Dia sesungguhnya mengetahui yang disampaikan dari perkataan/pendapat dan kepercayaan, dan Dia mengetahui apa yang kamu sembunyikan.)

Shalat dalam Keadaan Darurat
Dalam keadaan sedang sakit, atau sedang bepergian, atau sedang berjuang di jalan Allah, orang melakukan shalat dalam keadaan darurat. Dalam keadaan sakit, seseorang mungkin tubuhnya lemah atau tidak berdaya sehingga ketika waktu shalat tiba tidak dapat menjalankan shalat dengan normal. Orang yang sedang bepergian dan dalam proses perjalanan ketika waktu shalat tiba juga tidak dapat menjalankan shalat dengan normal. Demikian juga, orang yang sedang dalam proses berperang di jalan Allah ketika waktu shalat tiba juga tidak dapat melakukan shalat dengan normal. Dalam keadaan seperti itu, kita shalat dalam keadan darurat.

Dalam keadaan darurat seperti itu, persyaratan tentang kiblat, wudlu atau tayamum, dan gerakan shalat mungkin tidak dapat dipenuhi dengan sempurna. Dalam keadaan seperti itu, shalat dapat dikerjakan sambil berdiri, duduk, atau berbaring/bersandar (4:103) dan membaca Al Qur’an yang mudah (73:20). Jadi, pembacaan Al Qur’an yang mudah adalah kewajiban dalam shalat yang harus dikerjakan dalam keadaan normal maupun darurat.

Bertayamum dalam perjalanan dengan menggunakan debu di permukaan benda di kendaran adalah tidak tepat karena tayamum harus dilakukan dengan menggunakan tanah yang baik. Debu di permukaan mobil atau pesawat terbang atau kendaraan jenis lain terdiri dari polutan dan partikel lain yang bukan berasal dari tanah yang baik.

Dalam keadaan takut, kita diperintahkan untuk terus berjalan atau terus berkendaraan. Setelah aman, shalat dilakukan seperti biasa. Hal ini tertuang dalam 2:239. Jadi, dalam keadaan takut, kita tidak diperintahkan untuk shalat.

2:239 So if you feared, so walking or riding, so if you became safe/secure, so mention/remember God, as He taught you what you were not knowing. (Jika kamu dalam keadaan takut, maka teruslah berjalan atau berkendaraan, maka jika kamu merasa aman, maka ingatlah Allah, seperti Dia mengajarimu yang sebelumnya kamu tidak mengetahuinya.)

Memendekkan Shalat
Pemendekan shalat berarti mempersingkat durasi shalat. Dalam 4:101 disebutkan bahwa jika dalam perjalanan dikhawatirkan ada serangan orang tidak beriman, shalat boleh dipendekkan. Dapat diartikan bahwa pemendekan shalat hanya berlaku untuk orang yang melakukan perjalanan dalam suatu peperangan atau dalam keadaan tidak aman dari musuh. Dan, caranya adalah seperti yang disebutkan dalam 4:102 dan 4:103. Jika perjalanan dilakukan dalan keadaan tidak perang, pemendekan shalat tidak perlu dilakukan.

Berjama’ah?
Shalat dapat dilakukan secara bersama-sama dengan orang lain, misalnya ketika dalam peperangan (4:102). Namun, dalam Al Qur’an tidak ada ayat yang menerangkan tentang keharusan atau keutamaan shalat berjama’ah. Jika shalat dilakukan secara berjama’ah, setiap peserta shalat berjama’ah harus membaca sendiri Al Qur’an yang mudah (7:30) yang dipahami artinya (4:43). Artinya, peserta shalat berjama’ah tidak cukup hanya mendengarkan bacaan orang lain. Akibatnya, gerakan shalat akan tidak seragam karena variasi surat Al Qur’an yang dibaca dan variasi kecepatan membacanya. Oleh karena itu, shalat berjama’ah yang dilakukan akan sama dengan shalat sendiri-sendiri yang dilakukan pada tempat dan waktu yang sama.

Cara Pemujian Allah
Pemujian Allah termasuk shalat sederhana karena dilakukan dengan cara melakukan pemujian Allah saja. Dalam shalat kategori ini, kita tidak perlu berwudlu atau bertayamum lebih dahulu. Pemujian Allah pada awal pagi dan pada waktu menjelang matahari terbenam dilakukan secara tersendiri sedangkan pemujian Allah pada waktu yang lain dilakukan dalam waktu shalat fajar, waktu shalat pertengahan, dan waktu shalat petang. Caranya, kita memuji Allah adalah dengan sikap yang sederhana, merendahkan diri, tersembunyi atau rahasia, dan dengan tidak memamerkannya kepada orang lain (7:205).

7:205 And remember/mention your Lord in your self humbly and humiliated, and hiddenly/secretly and other than the publicized/declared from the saying/opinion and belief at the early morning, and the evenings to sunsets, and do not be from the ignoring/disregarding. (Dan ingatlah/sebutlah Tuhanmu dalam dirimu sendiri dengan sikap rendah hati dan rendah diri, dan secara bersembunyi/rahasia dan selain dari yang dipamerkan dari ucapan/pendapat dan kepercayaan pada awal pagi, dan senja hari hingga terbenam matahari.)

Sudah dibahas di muka bahwa pemujian Allah adalah termasuk aktivitas untuk mengingat Allah. Aktivitas mengingat Allah pada awal pagi dan senja hari hingga terbenam matahari dalam 7:205 adalah berupa pemberian pujian kepada Allah pada awal pagi dan menjelang terbenam matahari seperti yang dsebutkan dalam (33:42). Perlu ditegaskan lagi bahwa pemujian Allah merupakan aktivitas untuk mengingat Allah.

Sikap kita selama melakukan pemujian Allah dapat berdiri, duduk, atau berbaring/bersandar (3:191). Dalam 3:191 disebutkan bahwa pemujian Allah dapat pula dikerjakan dengan cara memikirkan kehebatan Allah dalam menciptakan langit dan bumi. Selain itu, pemujian Allah dapat dilakukan dengan penyebutan nama Allah (17:110).

3:191 Those who mention/remember God standing, and sitting, and on their sides, and they think in the skies'/space's and the earth's/Planet Earth's creation, "Our Lord, you have not created that wastefully,your praise/glory, so protect us (from)/make us avoid the fire's torture." (Mereka yang menyebut/mengingat Allah sambil berdiri, dan duduk, dan pada sisi-sisinya (berbaring/bersandar), dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi, ” Tuhanku, Engkau tidak pernah menciptakan yang sia-sia, pujian untuk-Mu, maka lindungilah kami sehingga terhindar dari siksaan neraka.”)

Allah memberi petunjuk cara memuji Allah yaitu dengan menyebut nama-Nya yaitu Yang Besar (69:52).

69:52 So praise/glorify with your Lord's name the great. (Maka pujilah dengan nama Tuhanmu Yang Besar.)

Apakah Yang Besar merupakan terjemahan dari akbar? Berikut ini transliterasinya.

069.052 Fasabbi[h] bi(i)smi rabbika alAAa{th}eem(i) (Text Copied from DivineIslam's Qur'an Viewer software v2.913)

Ternyata, Yang Besar adalah terjemahan dari alAAa{th}eem(i) atau al ’athiimi. Dalam penerjemahan nama Tuhan ke bahasa Indonesia, kata Maha lazim digunakan. Oleh karena itu, terjemahan ayat tadi menjadi Maka pujilah dengan nama Tuhanmu Yang Maha Besar. Dalam pemilihan kata, orang biasanya mempertimbangkan segi rasa di hati.

0 komentar:

 
Copyright © . pepaya boyolali - Posts · Comments
Theme Template by pepaya-boyolali · Powered by Blogger