WAKTU DAN CARA SHALAT MENURUT AL QUR'AN
I. PENDAHULUAN
Waktu
dan cara shalat menurut Al Qur’an sudah dibahas dalam banyak makalah.
Kesimpulannya bervariasi karena perbedaan Al Qur’an terjemahan yang
dipakai. Ada Al Qur’an terjemahan yang bersifat literal (apa adanya) dan
ada pula yang dipengaruhi penerjemah. Dalam sesama Al Qur’an terjemahan
yang oleh penerjemahnya dikatakan sebagai terjemahan secara literalpun
terdapat variasi. Selain itu, ada penyebab variasi interpretasi yang
belum pernah dipertimbangkan, yaitu urutan waktu penurunan wahyu atau
urutan kronologis penurunan wahyu. Seperti kita ketahui bersama bahwa
susunan surat dalam Al Qur’an tidak disusun menurut urutan kronologis
penurunan wahyu. Munurut urutan kronologis, surat pertama adalah Al Alaq
bukan Al Fatihah. Penyebab variasi yang lain adalah interpretasi
tentang definisi shalat dan definisi siang hari dan malam.
Makalah
ini ditulis untuk membahas waktu dan cara shalat menurut Al Qur’an
berdasarkan Al Qur’an terjemahan secara literal, urutan kronologis
penurunan wahyu, definisi shalat menurut Al Qur’an, dan definisi siang
hari dan malam menurut Al Qur’an. Al Qur’an terjemahan yang penulis
pilih adalah karya Muhamed & Samira Ahmed yang di-download
dari www.allah-semata.com sedangkan urutan kronologis penurunan wahyu
yang digunakan adalah versi Dr. Rashad Khalifa. Meskipun demikian, Al
Qur’an terjemahan versi lainnya juga digunakan untuk mempertajam
penafsiran.
II. WAKTU SHALAT MENURUT AL QUR’AN
Definisi Shalat Menurut Al Qur’an
Definisi shalat menurut Al Qur’an dijumpai dalam 20:14 dan 4:103.
20:14 That I, I am God, no god except Me, so worship Me, and keep up/start the prayers for mentioning/remembering Me (E). (Bahwa Aku, Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan senantiasa shalat untuk menyebut/mengingat Aku.)
4:103 So
if you (P) accomplished the prayers, so mention/remember God standing,
and sitting, and on your sides, so if you became secured, so keep up the
prayers, that the prayers was/is on the believers decreed (at)
appointed times. (Maka jika kamu semua telah shalat, maka
sebutlah/ingatlah Allah sambil berdiri, dan duduk, dan
berbaring/bersandar, maka jika kamu menjadi merasa aman, maka senantiasa
shalat, bahwa shalat adalah pada orang beriman yang diperintahkan pada waktu yang ditentukan.)
Dalam terjemahan 20:14 diterangkan bahwa shalat adalah aktivitas untuk menyebut atau mengingat Allah. Penulis memilih kata mengingat daripada menyebut
karena penyebutan Allah pada dasarnya berakibat pada pengingatan Allah.
Di lain pihak, orang yang mengingat Allah secara otomatis hatinya akan
menyebut Allah. Dalam ayat 4:103 dijelaskan pula bahwa shalat dilakukan
pada waktu yang ditentukan Allah. Jadi, menurut Al Qur’an, shalat adalah
semua perintah Allah yang bertujuan untuk mengingat Allah pada waktu
yang ditentukan Allah.
Definisi Siang Hari dan Malam Menurut Al Qur’an
Definisi siang hari dan malam dalam Al Qur’an dijumpai dalam 92:1 dan 92:2.
92:1 And/by the night when/if it covers/darkens. (Dan malam ketika ia menutupi/membuat gelap.)
92:2 And/by the daytime when/if it uncovered/shined. (Dan siang hari ketika ia tidak tertutupi/disinari.)
Dalam kedua ayat tersebut, ia (it)
adalah bumi. Pengertiannya yaitu bahwa siang hari adalah waktu ketika
bumi tidak tertutupi bumi dari sinar matahari atau waktu ketika bumi
disinari matahari (92:2) sedangkan malam adalah waktu ketika bumi
menutupi sinar matahari atau waktu ketika bumi membuat gelap (91:1).
Dengan kalimat lebih sederhana, siang hari adalah waktu ketika permukaan
bumi disinari matahari sedangkan malam adalah waktu ketika permukaan
bumi tidak disinari matahari.
Yang dapat menimbulkan pertanyaan adalah tentang batas antara siang hari dan malam. Apakah batas itu berdasarkan keberadaan cahaya matahari atau berdasarkan kenampakan matahari? Jika dasarnya adalah keberadaan cahaya matahari, beberapa saat setelah matahari terbenam dan beberapa saat sebelum matahari terbit adalah termasuk siang hari karena cahaya matahari kelihatan. Jika dasarnya adalah kenampakan matahari,
beberapa saat setelah matahari terbenam dan beberapa saat sebelum
matahari terbit adalah termasuk malam karena matahari tidak kelihatan.
Kalau demikian kasusnya, apa yang dijadikan dasar untuk menentukan batas itu menurut Al Qur’an? Ada baiknya kita cermati ayat 22:61 berikut ini.
22:61 That
(is) with that God makes the night to enter/penetrate in the daytime,
and He makes the daytime to enter/penetrate in the night, and that God
(is) hearing/listening, seeing/understanding. (Itu dengan
bahwa Allah membuat malam masuk ke dalam siang hari dan Dia membuat
siang hari masuk ke dalam malam, dan bahwa Allah Mengetahui Segala
Sesuatu.)
Definisi
siang hari dan malam dalam 22:61 dapat diartikan bahwa siang hari atau
malam merupakan suatu daerah sehingga daerah siang hari dapat memasuki
daerah malam dan daerah malam dapat memasuki daerah siang hari. Pada
siang hari, malam tidak ada karena sudah masuk ke dalam siang hari. Dan
sebaliknya, pada saat malam, siang hari tidak ada karena sudah masuk ke
dalam malam. Di sini, siang hari dan malam merupakan dua daerah yang
tegas perbedaannya. Suatu waktu yang disebut sebagai siang hari pasti
bukan malam, dan sebaliknya.
Dalam membedakan siang hari dan malam, Al Qur’an menggunakan kenampakan matahari. Hal itu tercermin pada 52:49.
52:49 And from the night so praise/glorify Him, and (at) the star's/planet's passings/ends (settings). (Dan dari malam maka pujilah Dia, dan (pada) saat bintang berlalu.)
Ayat
52:49 menerangkan tentang dua waktu memuji Allah, yaitu malam dan saat
bintang berlalu. Malam dan saat bintang berlalu adalah dua waktu yang
berbeda. Jika yang satu malam, yang lainnya pasti siang hari. Dengan
kata lain, waktu pada saat bintang berlalu adalah siang hari.
Sebaliknya, waktu pada saat bintang kelihatan adalah malam. Bintang
tidak kelihatan ketika matahari tampak. Pembaca dapat menyaksikannya
sendiri. Jadi, perbedaan siang hari dan malam ditentukan oleh kenampakan matahari, bukan cahaya matahari.
Berdasarkan
uraian di atas, siang hari adalah ketika matahari sudah tampak (berada
di atas horison) dan malam adalah ketika matahari tidak tampak (berada
di bawah horison). Namun perlu diingat bahwa perubahan dari malam ke
siang hari dan dari siang hari ke malam berlangsung secara
perlahan-lahan. Penulis berpendapat bahwa siang hari dimulai ketika
matahari sudah mulai muncul di atas horison sedangkan malam dimulai
ketika matahari sudah mulai turun ke bawah horison. Dalam kenyataan,
selisih waktu sejak matahari mulai tampak sampai tampak sempurna dan
selisih waktu sejak matahari mulai terbenam sampai terbenam sempurna
adalah sangat sedikit.
Ayat-Ayat Tentang Shalat
Urutan Kronolgis 3 : The Hiding/Wrapped in Clothes (Bersembunyi Dalam Kain)
73:1 You, you the hiding/wrapped in clothes. (Kamu, kamu yang bersembunyi dalam kain.)
73:2 Stand the night except little. (Berdirilah pada waktu malam kecuali sedikit.)
73:3 Its half/middle or reduce/decrease from it little. (Pertengahan malam atau kurangilah waktu itu sedikit.)
73:4 Or increase on it, and read or recite slowly, distinctly and clearly the Koran, slow distinct and clear reading or recitation. (Atau
tambahlah padanya, dan bacalah Al Qur’an dengan perlahan-lahan, tegas,
dan jelas, pembacaan yang tegas dan jelas secara perlahan-lahan.)
73:6 That truly the night's first hours it is stronger pressure and more just (in) a saying/word/declaration. (Bahwa sesungguhnya jam-jam pertama malam hari terdapat tekanan yang lebih kuat dan selain itu hanya suatu pengucapan saja.)
73:7 That truly for you in the daytime (is) long tending to the livelihood/sleeping and resting. (Bahwa sesungguhnya bagimu selama siang hari cenderung lama untuk mata pencaharian dan istirahat.)
73:20 That
truly your Lord knows that you, you stand/call (for) prayer nearer
(than) from two-thirds (of) the night and its half/middle, and its
third, and a group of people from those with you, and God
predestines/evaluates the night and the daytime, He knew that you (will)
not count/compute it so He forgave on you, so read what eased/became
flexible (what you can) from the Koran, He knew that (E) sick/diseased
will be from you, and others moving (traveling) in the land/Earth
wishing/desiring from God's grace/favour/blessing, and others fighting
in God's way/path, so read what eased/became flexible from it (what you
can), and keep up the prayers, and give/bring the charity/purification,
and lend/advance God a good/ beautifulloan/advance, and what you
advance/produce for yourselves from goodness/ generosity you find it at
God, it is better and greater (in) a reward, and ask God for
forgiveness, that truly God (is) forgiving, merciful. (Bahwa
sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu, kamu berdiri shalat lebih
mendekati dua pertiga malam dan pertengahan malam, dan sepertiga malam,
dan sekolompok orang dari yang bersamamu, dan Allah menentukan siang
hari dan malam, Dia mengetahui bahwa kamu akan tidak bisa menghitung
waktu tersebut sehingga Dia memaafkanmu, maka bacalah yang mudah dari Al
Qur’an, Dia mengetahui bahwa di antaramu ada yang sakit, dan yang lain
bepergian di muka bumi, dan yang lain berjuang di jalan Allah, maka
bacalah yang mudah dari Al Qur’an, dan senantiasa shalat, dan
tunaikanlah zakat, dan pinjamilah Allah suatu pinjaman yang baik, dan
apapun yang kamu hasilkan untuk dirimu sendiri dari kedermawanan kamu
mendapatkannya pada Allah, hasil itu adalah balasan yang lebih baik dan
lebih besar, dan mintalah kepada Allah ampunan, bahwa sesungguhnya Allah
adalah Pemaaf, Penyayang.)
Dalam
ayat-ayat di atas ada perintah untuk melakukan pembacaan Al Qur’an pada
pertengahan malam. Waktunya dimulai dari pertengahan malam (jam 24)
kurang sedikit sampai pertengahan malam lebih sedikit. Kata prayer (shalat) dalam terjemahan di atas adalah hasil penafsiran penerjemah. Lalu, benarkah aktivitas tersebut merupakan shalat?
Dari
segi waktu, aktivitas tersebut sudah memenuhi kriteria shalat karena
waktu pelaksanaannya sudah jelas. Dari segi pengingatan pada Allah,
pembacaan Al Qur’an merupakan cara untuk mengingat Allah. Dengan membaca
Al Qur’an kita merasa yakin bahwa Allah benar-benar ada karena kita
menyadari bahwa yang sedang dibaca adalah perkataan Allah. Dapat
dikatakan bahwa Al Qur’an adalah bukti keberadaan-Nya dalam bentuk
perkataan yang tertulis. Selain itu, ayat-ayat yang dibaca juga
mengandung petunjuk yang senantiasa mengingatkan kita terhadap Allah.
Dengan membaca Al Qur’an, kita akan ingat pada Allah. Jadi, pembacaan Al
Qur’an pada tengah malam yang dimaksudkan dalam ayat-ayat di atas
adalah shalat.
Dalam ayat-ayat di atas. Allah memerintahkan kepada kita untuk shalat pada pertengahan malam hari. Waktunya
kurang lebih jam 12 malam plus minus lebih sedikit. Durasinya secara
pasti tidak disebutkan karena pada waktu itu belum ada jam. Allah
memberikan kelonggaran pada hamba-Nya untuk menginterpretasikannnya.
Jika durasinya 1 jam, waktu itu adalah 11:30 sampai 12:30 malam. Waktu
tersebut dipilih Allah karena pada siang hari manusia mencari nafkah dan
beristirahat. Selain itu, shalat pada jam-jam pertama dari malam sulit
dilakukan dengan baik karena gangguan tekanan yang lebih kuat akibat
aktivitas siang hari yang berakibat pada penghayatan yang kurang
terhadap yang diucapkan selama shalat.
Pada
waktu itu, Nabi Muhammad dan pengikutnya belum bisa melakukannya tepat
waktu karena teknologi waktu itu belum memungkinkan penghitungan waktu.
Allah memakluminya dan memberi maaf kepada mereka. Bagi kita, masalah
penghitungan waktu tidak ada lagi karena sekarang sudah ada jam. Oleh
karena itu, shalat pada pertengahan malam pada jaman sekarang dapat
dilakukan pada waktunya.
Dalam
shalat kita diperintahkan untuk berdiri dan membaca Al Qur’an secara
perlahan, dengan volume suara yang jelas terdengar dan pengucapan
kata-kata yang tegas. Selain itu, kita tidak boleh membaca Al Qur’an
sebatas pada pengucapannya saja tetapi harus memahami artinya juga. Al
Qur’an yang dibaca adalah yang mudah menurut kita. Dalam keadaan kita
sakit, bepergian, atau sedang berjuang di jalan Allah, kita juga
diperintahkan shalat dengan membaca Al Qur’an yang mudah bagi kita.
Urutan Kronolgis 50 : The Travel/Departure By Night (Perjalanan pada Malam Hari)
17:78 Start/keep
up the prayers to the sun's nearing setting to the night's darkness,
and the dawn's Koran, that the dawn's Koran was/is being witnessed. (Senantiasa
shalat pada saat matahari sedang mendekati terbenam sampai kegelapan
malam, dan Al Qur’an fajar, bahwa Al Qur’an fajar disaksikan.)
17:79 And
from the night so wake up and pray with it, done above the call of duty
for you, maybe/perhaps that (E) your Lord sends/resurrects you a
praised/thanked position/residence. (Dan dari malam maka
bangunlah dan shalatlah, dilakukan di atas perintah kewajiban bagimu,
mungkin bahwa Tuhanmu mengirim kamu ke suatu kediaman terpuji.)
Pertama,
kita diperintahkan shalat pada waktu matahari sedang mendekati terbenam
sampai kegelapan malam. Waktu matahari sedang mendekati terbenam adalah
awal waktu shalat sedangkan kegelapan malam adalah akhir waktu shalat.
Sebagai awal waktu shalat, penafsiran waktu matahari sedang mendekati
terbenam harus bersifat unik atau tidak boleh lebih dari satu. Jika itu ditafsirkan sebagai matahari yang sedang berjalan mendekati horison untuk terbenam, penafsirannya bisa bermacam-macam.
Matahari yang baru terbit, atau matahari pada siang hari, atau matahari
pada sore hari bisa dikatakan sedang mendekati terbenam karena
kenyataannya matahari tersebut seperti sedang berjalan mendekati horison
untuk terbenam. Penafsiran semacam itu adalah keliru. Penafsiran yang
bersifat unik adalah bahwa waktu matahari sedang mendekati terbenam
adalah waktu ketika matahari sedang pada tahap awal proses keterbenaman
matahari, yaitu ketika matahari mulai menyentuh horison. Jadi, kita
diperintahkan shalat sejak matahari mulai terbenam sampai kegelapan
malam (cahaya matahari tidak dapat terlihat). Dalam periode ini, ada
satu aktivitas shalat.
Kedua, kita diperintahkan membaca Al Qur’an pada waktu fajar. Fajar
adalah cahaya matahari yang tampak pada saat matahari belum terbit.
Waktu fajar ialah sejak terbit fajar sampai fajar itu hilang yaitu
ketika matahari sudah mulai muncul di atas horison. Pada saat matahari
mulai kelihatan di atas horison, meskipun baru sedikit, matahari sudah
dalam status terbit dan secara otomatis fajar tidak ada lagi. Pembacaan
Al Qur’an pada waktu fajar merupakan shalat. Pembacaan Al Qur’an adalah
aktivitas untuk mengingat Allah sedangkan fajar adalah waktu
pelaksanaannya. Jadi, dalam 17:78 kita juga diperintahkan shalat sejak
cahaya matahari mulai tampak sampai matahari mulai muncul dari horison.
Lebih lagi, ayat ini juga menegaskan bahwa shalat dilakukan dengan
membaca Al Qur’an. Pembacaan Al Qur’an dalam shalat tersebut dilakukan
dengan cara seperti yang dijelaskan dalam 73:4.
Jika
direnungkan, 2 waktu shalat ini terlihat berpasangan. Waktu shalat
pertama dimulai ketika kegelapan malam mulai hilang sampai kegelapan
malam hilang sama sekali sedangkan waktu shalat kedua dimulai ketika
cahaya matahari mulai hilang sampai cahaya matahari hilang sama sekali.
Ketiga,
perintah untuk bangun pada malam hari untuk melakukan shalat pada 17:79
sebenarnya sudah diberikan pada waktu sebelumnya, seperti tersebut
dalam 73:2; 73:3; dan 73:4. Shalat yang dimaksud adalah shalat pada
pertengahan malam. Dapat dimengerti bahwa dalam 17:79 perintah tersebut
tidak begitu terperinci karena perintah shalat tersebut bukan perintah
baru. Petunjuk tentang waktu dan caranya sudah
dijelaskan dalam 73:2; 73:3; dan 73:4. Hal baru yang muncul dalam 17:79
adalah bahwa perintah shalat pertengahan malam hari mempunyai kedudukan
atau tingkat lebih tinggi di atas perintah kewajiban shalat yang lain.
Artinya, shalat pertengahan malam hari supaya diutamakan.
Dapat
disimpulkan bahwa dalam 17:78 dan 17:79 kita diperintahkan shalat 3
kali. Yang pertama adalah shalat pada saat matahari mulai terbenam
sampai kegelapan malam. Yang kedua adalah shalat sejak fajar menyingsing
sampai matahari mulai terbit. Dan yang ketiga adalah shalat malam hari
setelah bangun tidur, pada waktu kurang lebih jam 12 malam.
Urutan Kronolgis 52 : Hood/Prophet of the Nation of Aad (Hud/Nabi Bangsa Aad)
11:114 And
keep up the prayers to (the) ends/edges (of) the daytime (to) parts
from the night from the night; that the goodnesses wipe off/eliminate
the sins/crimes, that (is) a remembrance/reminder to the
praising/glorifying. (Dan
senantiasa shalat pada tepi-tepi siang hari bagian-bagian dari malam
dari malam; bahwa kebaikan menghapus dosa, itu adalah suatu peringatan
bagi orang yang memuji.)
Ada yang kurang jelas dalam terjemahan di atas, yaitu pada frase bagian-bagian dari malam dari malam. Frase tersebut tidak menerangkan waktu shalat yang jelas. Oleh karena itu, penulis memilih Al Qur’an terjemahan perkata versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri yang di-download dari www.emuslim.com sebagau penggantinya. Terjemahan tersebut adalah sbb.
11:114 And
establish the prayer at the two ends of the day and at the approach of
the night. Indeed, the good deeds remove the evil deeds. That is a
reminder for those who remember. (Dan
lakukanlah shalat pada dua tepi siang hari dan pada pendekatan dari
malam hari. Sungguh, perbuatan baik menghilangkan perbuatan jahat. Itu
adalah suatu peringatan bagi orang yang ingat.) (versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri)
Penulis
berpendapat bahwa dalam menjelaskan 3 waktu shalat dalam 11:114, Allah
menggunakan tanda alami. Dua (2) waktu shalat ditandai dengan tanda
alami yang dapat ditentukan dengan jelas oleh penglihatan manusia, yaitu
2 tepi siang. Tepi siang yang berbatasan dengan malam pada waktu
matahari terbit menerangkan waktu shalat fajar sedangkan tepi siang yang
berbatasan dengan malam pada waktu matahari terbenam menerangkan shalat
petang. Kedua waktu shalat ini merupakan penegasan waktu shalat yang
dijelaskan dalam 17:78. Selain itu, ayat 11:114 juga menunjukkan bahwa
penafsiran waktu shalat dalam 17:78 adalah benar.
Waktu shalat yang ke 3 dinyatakan dengan pada pendekatan dari malam hari.
Shalat yang waktunya ditentukan dengan pendekatan adalah shalat pada
pertengahan malam. Waktu shalat tersebut ditandai dengan tanda alami
berupa malam tetapi batas waktunya tidak dapat diamati dengan
penglihatan mata. Waktu shalat pada pertengahan malam tidak bisa
ditentukan dengan tanda alami berupa bintang atau bulan atau cahaya
matahari tetapi dengan pendekatan. Demikian juga, durasi waktu shalat
pada pertengahan malam adalah berdasarkan pendekatan berupa penambahan
dan pengurangan dari pertengahan malam yang ditentukan melalui perkiraan
saja. Jadi, waktu shalat ke 3 dalam 11:114 adalah pertengahan malam
yang merupakan penegasan waktu shalat yang dijelaskan dalam 73:2; 73:3;
73:4, dan 17:79.
Urutan Kronolgis 87 : The Cow (Sapi)
2:238 Observe/guard on the prayers, and the prayers the middle, and stand/call to God obeying/worshipping humbly. (Jagalah shalat-shalat, dan shalat pertengahan, dan berdirilah untuk mematuhi Allah dengan rendah hati.)
Dalam ayat ini kita diperintahkan tetap melakukan shalat-shalat dan shalat pertengahan (wusthaa).
Sebenarnya, perintah shalat dalam ayat ini bukan merupakan perintah
shalat yang baru karena tidak disebutkan waktu pelaksanaannya.
Shalat-shalat yang dimaksud adalah yang diperintahkan dalam 17:78 dan
11:114 sedangkan shalat pertengahan yang dimaksud adalah shalat yang
disebutkan dalam 73:2; 73:3; dan 73:4 dan 17:79. Pertengahan yang
dimaksud adalah pertengahan malam yang disebut dalam 73:2. Meskipun
dalam 17:79 tidak disebutkan nama shalat pertengahan, isi dalam ayat
tersebut pada hakekatnya adalah pengulangan perintah shalat yang
terdapat dalam 73:2; 73:3; dan 73:4. Sekali lagi, Allah menegaskan
kembali bahwa kita wajib menjalankan shalat pada waktu fajar, shalat
pada waktu petang, dan shalat pertengahan.
Urutan kronologis 102 : The Light (Cahaya)
24:58 You,
you those who believed, those who your rights (hands) owned/possessed
(i.e. care-givers under contract), and those who did not reach the
puberty/sexual maturity from you should ask for your permission three
times, from before the dawn's prayers, and when you put your
clothes/garments (on) from the noon/midday, and from after the
evening/first darkness prayers, three shameful genital parts (protective
times are) for you, an offense/sin is not on you, and nor on them after
them (the three times) circling/walking around on you, some of you to
some, as/like that God clarifies/shows/explains for you the
verses/evidences, and God (is) knowledgeable, wise/judicious. (Kamu,
kamu yang beriman, yaitu yang hak-hakmu dimiliki, dan yang belum
mencapai kematangan seksual darimu kamu seyogyanya meminta ijin tiga
kali, dari sebelum shalat fajar, dan ketika kamu meletakkan pakaianmu
dari tengah siang hari, dan dari setelah shalat petang, tiga bagian
aurat yang memalukan bagimu, suatu dosa tidak padamu, dan tidak juga
pada mereka setelah waktu-waktu tersebut berjalan-jalan di antaramu,
beberapa di antaramu ke beberapa yang lain, karena bahwa Allah
menerangkan untukmu ayat-ayat tersebut, dan Allah adalah Mengetahui
Segala Sesuatu, Bijaksana.)
Dalam
24:58 disebutkan 3 waktu untuk ijin yaitu sebelum shalat fajar, tengah
siang hari, dan setelah shalat petang. Maksud pengutipan ayat tersebut
adalah untuk menunjukkan bahwa pada waktu tengah siang hari tidak ada
waktu shalat sedangkan pada waktu fajar dan petang ada waktu shalat. Ini
menggarisbawahi bahwa penafsiran tentang waktu shalat pada ayat-ayat
sebelumnya adalah benar. Selain itu, dalam ayat ini disebutkan dua nama
shalat, yaitu shalat fajar (shalaati alfajri) dan shalat petang (shalaati al’isyaa’i).
Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa dua nama shalat pada kedua tepi
siang hari adalah shalat fajar dan shalat petang atau isyak.
Urutan Kronologis 110 : The Friday/Gathering (Jumat/Berkumpul)
62:9 You,
you those who believed, if (it) was called to the prayers from the
Friday's/gathering's day/time, so hasten/move quickly to God's
reminder/mention, and leave the selling/trading, that (is) best for you,
if you were knowing. (Kamu, kamu yang beriman, jika
dipanggil untuk shalat dari waktu Jumat/berkumpul, maka pergilah dengan
terburu-buru untuk mengingat Allah, dan tinggalkanlah perdagangan, bahwa
itu adalah yang terbaik bagimu, jika saja kamu memahami.)
Ayat ini dijadikan sandaran pelaksanaan shalat jumat. Sandaran tersebut berdasarkan pada frase Friday’s day yang artinya hari jumat. Dalam terjemahan bahasa Inggris yang lain, pengertiannya dapat berbeda jika digunakan gathering’s day/time yaitu hari atau waktu berkumpul.
Perbedaan
interpretasi ini dapat dihilangkan jika memperhatikan bagian lain dari
ayat tersebut. Dalam ayat tersebut ada frase kata jika dipanggil untuk shalat.
Frase tersebut menunjukkan bahwa ayat ini tidak berisi perintah shalat
yang baru. Ayat tersebut hanya menerangkan sikap yang seharusnya
dilakukan umat islam pada saat itu jika dipanggil untuk shalat. Shalat
yang dimaksud pastilah sudah diperintahkan oleh Allah sebelumnya.
Menurut urutan kronologis penurunan wahyu, dalam ayat-ayat sebelum ayat
62:9 diturunkan, tidak ada perintah shalat jumat. Yang ada ialah shalat
fajar, shalat petang, dan shalat pertengahan. Dengan demikian, frase
kata yang tepat dalam terjemahan bahasa Inggris ayat 62:9 ialah gathering’s day/time
yang artinya hari/waktu berkumpul. Ayat tersebut berisi teguran pada
orang beriman yang pada suatu hari, yaitu hari berkumpul, melupakan
waktu shalat.
Dalam
memberikan perintah shalat, Allah selalu menunjukkan waktunya dengan
jelas. Ini dapat disimak dalam ayat-ayat yang berisi perintah shalat
dalam makalah ini. Allah sendiri dengan tegas berfirman bahwa shalat
adalah kewajiban bagi orang beriman yang waktunya ditentukan (4:103).
Jika ditafsirkan sebagai perintah shalat pada hari jumat, apakah ayat
tersebut menjelaskan waktunya? Jawabannya adalah tidak. Perdagangan atau jual beli bukanlah penunjuk waktu.
Tambahan,
yang disebut dalam 62:9 adalah orang beriman. Dan kita semua mengetahui
bahwa orang beriman mencakup laki-laki dan wanita. Jika yang
dimaksudkan dalam 62:9 adalah shalat jum’at, tentu yang mengikuti shalat
jum’at tidak hanya orang laki-laki saja.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ayat 62:9 berisi teguran
terhadap orang beriman dalam melaksanakan shalat pada hari berkumpul.
Hari berkumpul mungkin merupakan waktu pada saat terjadi pertemuan
sejumlah orang yang terlibat dalam proses jual beli dalam suatu
perdagangan. Dalam perdagangan tersebut mungkin sampai menginjak waktu
shalat, yaitu ketika matahari sudah mulai terbenam sehingga muncullah
teguran tersebut.
Pemujian Allah
Ada
cara lain untuk mengingat Allah, yaitu menyebut nama atau memuji Allah.
Penyebutan nama Allah dan pemujian Allah pada dasarnya sama saja. Allah
mempunyai nama yang baik sehingga penyebutan nama Allah sama dengan
pemujian Allah (17:110).
17:110 Say:
"Call God, or call the merciful, whichever you call, so for Him (are)
the names the best/most beautiful (the good names), and do not
publicize/declare/raise (voice) with your prayers, and do not
silence/lower and hide with it, and wish/desire between that a
way/method." (Katakanlah :”Sebutlah Allah, atau sebutlah
Penyayang, yang manapun yang kamu sebut, maka bagi Nya adalah nama-nama
yang paling indah, dan janganlah memamerkan diri dengan shalatmu, dan
janganlah diam dan bersembunyi dengan shalatmu, dan berusahalah di
antara kedua cara itu.)
Orang
yang sedang memuji Allah adalah orang yang sedang mengingat Allah. Oleh
karena itu, pemujian Allah pada waktu yang ditentukan Allah adalah
termasuk shalat. Meskipun termasuk shalat, Al Qur’an tidak menyebutnya
secara eksplisit sebagai shalat. Untuk menghindari kerancuan dengan
shalat fajar, shalat pertengahan, dan shalat petang, shalat yang
dilakukan dengan pemujian Allah tidak diistilahkan dengan shalat
melainkan pemujian Allah. Dapat dikatakan bahwa pemujian Allah pada
waktu yang ditentukan Allah adalah shalat yang sederhana. Untuk
mengetahui shalat dalam bentuk pemujian Allah, kita pelajari ayat Al
Qur’an yang menyebutkan pemujian Allah yang disertai waktu
pelaksanaannya.
20:130 So
you be patient on what they say, and praise/glorify with your Lord's
praise/gratitude/thanks, before the sun's ascent/rising, and before its
decline/setting, and from the night's hours so praise/glorify, and the
daytime's ends/edges, maybe/perhaps you accept/approve. (Maka
kamu bersabarlah terhadap yang mereka katakan, dan memujilah dengan
pujian untuk-Nya, sebelum matahari terbit, dan sebelum keterbenamannya,
dan dari jam-jam malam maka memujilah, dan tepi-tepi siang hari, semoga
kamu menerima.)
33:42 And praise/glorify Him, (at) daybreaks/early mornings and evening to sunset. (Dan pujilah Dia, (pada) awal pagi dan menjelang matahari terbenam.)
40:55 So
be patient that truly God's promise (is) true, and ask for forgiveness
for your crime, and praise/glorify with your Lord's praise/gratitude at
the evening/first darkness and the day breaks/early morning. (Maka
bersabarlah bahwa janji Allah benar, dan minta ampunlah atas
kejahatanmu, dan memujilah dengan pujian Allah pada waktu petang dan
awal pagi.)
Ayat-ayat
lain dalam Al Qur’an yang menyebutkan pemujian Allah dan waktunya
secara spesifik yaitu 50:39; 52:49; 76:25; 24:36; dan 48:9. Meskipun demikian, ketiga ayat tersebut di atas sudah menggambarkan variasi informasi waktu pemujian Allah.
Dalam
20:130, 33:42, dan 40:55 disebutkan bahwa waktu pemujian Allah adalah
sebelum matahari terbit, awal pagi, sebelum terbenam, petang, jam-jam
malam, dan tepi-tepi siang hari. Penafsiran lebih lanjut tentang jam-jam
malam perlu kehati-hatian karena pengertiannya tidak spesifik. Demikian
halnya dengan tepi-tepi siang hari, pengertiannya perlu pembahasan
lebih lanjut.
Menurut
penulis, antara jam-jam malam dan tepi-tepi siang hari berhubungan.
Tepi-tepi siang hari di sini bersifat memperinci jam-jam malam. Artinya,
jam-jam malam yang dimaksud berada pada tepi-tepi siang hari. Ini
kurang lebih sama dengan perintah shalat dalam 11:114. Permasalahannya
adalah bahwa menurut artikel dalam www.allah-semata.com jumlah tepi
siang hari dalam 20:130 adalah lebih dari 2 (dari atharafan).
Jika demikian, berapakah jumlahnya? Dalam pembahasan sebelumnya sudah
dijelaskan bahwa siang hari hanya berbatasan dengan malam dan jumlah
batasnya ada dua. Kalau tepi siang hari diartikan lebih dari dua, tepi
siang hari yang lainnya adalah yang disebabkan karena perubahan posisi
matahari terhadap bumi ketika matahari seolah bergerak dari tropic of capricorn (23,5 derajad LS pada 22 Desember) menuju tropic of cancer (23,5 derajad LU pada 21 Juni) dan kembali lagi menuju ke tropic of capricorn,
dan seterusnya. Dengan peredaran matahari seperti itu waktu perbatasan
antara siang hari dan malam menjadi bervariasi. Pada saat matahari
berada di posisi paling utara (23,5 derajad LU), orang yang berada jauh
di sebelah selatan katulistiwa atau selatan ekuator akan merasakan siang
hari yang lebih pendek, dan sebaliknya orang yang berada jauh di
sebelah utara katulistiwa atau utara ekuator akan merasakan siang hari
yang lebih panjang. Jadi, makna tepi siang hari lebih dari dua adalah
bahwa tepi siang hari bervariasi secara temporal (bervariasi dari waktu
ke waktu) dan jumlah waktu perbatasan antara siang hari dan malam tetap
dua. Jam-jam malam dan tepi-tepi siang hari dalam 20:130 adalah waktu
fajar dan petang.
Apabila
kita ringkas, kita diperintahkan memuji Allah pada waktu sebelum
matahari terbit, awal pagi, menjelang matahari terbenam, petang, dan
fajar. Kita dapat meringkas waktu pemujian Allah lebih lanjut menjadi
fajar, awal pagi, menjelang matahari terbenam, dan petang.
Dalam
pelaksanaannya kita ingin agar perintah-Nya dapat dijalankan dengan
mudah dan benar. Untuk itu kita dapat melaksakan pemujian Allah pada
waktu sebelum matahari terbit bersamaan dengan shalat fajar dan
melaksanakan pemujian Allah pada waktu petang bersamaan dengan shalat
petang. Oleh karena shalat pertengahan pada dasarnya sama dengan kedua
shalat tersebut, pemujian Allah bersamaan dengan waktu shalat
pertengahan juga dapat dilakukan. Selain itu, Allah juga memerintahkan
kita untuk memuji-Nya pada waktu malam (52:49, 76:26). Yang perlu
dilakukan secara tersendiri adalah pemujian Allah pada awal pagi dan
pemujian Allah pada waktu menjelang matahari terbenam.
Ringkasan Waktu Shalat
1. Shalat dengan pembacaan Al Qur’an
a. Shalat fajar
Waktu untuk shalat fajar adalah sejak cahaya matahari mulai tampak (matahari belum tampak) sampai matahari mulai tampak.
b. Shalat petang
Waktu
untuk shalat petang adalah sejak matahari mulai terbenam (menyentuh
horison) sampai kegelapan malam (cahaya matahari tidak tampak).
c. Shalat pertengahan
Waktu untuk shalat pertengahan adalah pada pertengahan malam (jam 24) dikurangi sedikit atau ditambah sedikit.
2. Pemujian Allah (shalat sederhana)
a. Pemujian Allah pada awal pagi
Waktu pemujian Allah pada awal pagi adalah pada waktu pagi setelah matahari terbit.
b. Pemujian Allah pada waktu menjelang matahari terbenam
Waktu pemujian Allah pada waktu menjelang matahari terbenam adalah pada waktu menjelang matahari terbenam.
c. Pemujian Allah pada waktu fajar
Waktu
pemujian Allah pada waktu fajar adalah sejak cahaya matahari mulai
tampak (matahari belum tampak) sampai matahari mulai tampak.
d. Pemujian Allah pada waktu pertengahan malam
Waktu
pemujian Allah pada waktu pertengahan malam adalah pada pertengahan
malam (jam 24) dikurangi sedikit atau ditambah sedikit.
e. Pemujian Allah pada waktu petang
Waktu
pemujian Allah pada waktu petang adalah sejak matahari mulai terbenam
(menyentuh horison) sampai kegelapan malam (cahaya matahari tidak
tampak).
III. CARA SHALAT MENURUT AL QUR’AN
Cara
shalat yang diuraikan di sini tidak seperti petunjuk cara shalat yang
dijual di toko-toko buku yang mencakup urutan kegiatan dan bacaan dari
awal sampai akhir. Yang disampaikan di sini adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan cara shalat yang dijumpai dalam Al Qur’an terjemahan
yang penulis ketahui sampai pada saat pempublikasian. Bab ini merupakan
satu kesatuan dengan bab II tentang waktu shalat sehingga sebagian
penjelasan cara shalat sudah disinggung dalam Bab II. Selain itu, pembahasannya tidak mengikuti urutan kronologis penurunan wahyu.
Cara Shalat Petang, Shalat Pertengahan, Dan Shalat Fajar
Tempat Shalat
Perintah shalat dalam Al Qur’an tidak disertai dengan penyebutan tempat shalat. Meskipun demikian, Allah
mengijinkan kita menghormati dan menyebut nama-Nya serta memuji-Nya di
dalam rumah kita (24:36). Dalam bacaan shalat yang berupa ayat-ayat Al
Qur’an juga terkandung unsur penghormatan kepada-Nya, penyebutan
nama-Nya, dan puji-pujian untuk-Nya. Oleh karena itu, ayat 24:36 dapat
diartikan bahwa Allah memperbolehkan kita melakukan shalat di dalam
rumah. Shalat dalam rumah juga dilakukan oleh Nabi Musa dan umatnya. Hal ini tersirat dalam ayat 10:87.
24:36 In
houses/homes God permitted/allowed that (it) be raised/honoured and be
mentioned/remembered in it his name; praises/glorifies to Him in it at
the early morning and the evenings to sunsets. (Dalam
rumah-rumah Allah mengijinkan bahwa dihormati dan disebut di dalamnya
nama-Nya; puji-pujian bagi-Nya di dalamnya pada awal pagi dan sore
sampai terbenam matahari.)
10:87 And
We inspired/transmitted to Moses and his brother that you (B)
reside/establish houses/homes to your (B)'s nation by a
city/border/region/Egypt, and make your houses/homes direction, and keep
up the prayers, and announce good news (to) the believers. (Dan
kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya bahwa agar kamu
menempati/membuat rumah-rumah di negerimu dekat Mesir, dan membuat
rumah-rumahmu arah (kiblat), dan senantiasa shalat, dan memberi kabar
gembira kepada orang beriman.)
Bagaimana
dengan masjid? Apakah kita harus shalat di masjid? Untuk menjawabnya
kita perlu mempelajari pengertian masjid lebih dahulu. Menurut
artikel di www.islamic-awareness.org/Quran/Contrad/External/aqsa.html,
dari segi bahasa, masjid adalah tempat untuk sujud. Dari segi legalitas,
masjid mencakup setiap tempat di bumi yang cocok untuk bersujud tanpa
memandang keberadaan bangunan. Berdasarkan hal tersebut, tempat kita
bersujud adalah masjid. Tempat kita melakukan shalat adalah masjid
karena ketika shalat kita bersujud. Tanah terbuka, gedung, atau kamar
kita dapat menjadi sebuah masjid jika digunakan untuk shalat. Dengan
berpegangan bahwa definisi masjid adalah tempat sujud, kita selalu
shalat di masjid.
Bagaimana dengan mushala? Mushala berasal dari bahasa Arab mushallaa berarti tempat shalat. Dalam 2:125 disebutkan bahwa tempat Nabi Ibrahim dijadikan tempat shalat (mushallan).
2:125 And
when We put The House (as) a reward/replacement/compensation to the
people, and (a) safety/security, and they took from Abraham's place a
prayer place, and We entrusted/recommended to Abraham and Ishmael: "That
purify/clean/wash (B) My House for the circlers/walkers around, and the
devoting/dedicating, and the bowing, the prostrating." (Dan
ketika Kami memberikan Kabah sebagai ganjaran untuk orang-orang, dan
keamanan, dan mereka mengambil tempat Ibrahim sebagai tempat shalat (mushallan),
dan Kami mempercayakan ke Ibrahim dan Ismail : “Bahwa sucikanlah
Rumah-Ku untuk yang mengelilinginya, dan yang i’tikaf, dan yang ruku’,
dan yang sujud.”)
Jadi, masjid dan mushala didefinisikan berdasarkan fungsinya. Oleh
karena itu, dalam shalat kita tidak perlu mempersoalkan nama tempat
shalat. Barangkali, oleh karena itulah setiap perintah shalat dalam Al
Qur’an tidak diikuti dengan penjelasan tentang tempat shalat.
Suci Lahir Batin
Ketika
shalat, kita harus dalam keadaan suci lahir dan batin sehingga kita
diperintahkan untuk melakukan penyucian lahir dan batin seperti yang
dijelaskan dalam 5:6.
5:6 You,
you those who believed, if you started/got up to the prayers, so wash
with water your faces, and your hands to the elbows, and rub/wipe with
your heads and your feet to the two joints/ankle bones, and if you
wereimpure/unclean, so be purified/cleaned, and if you were
sick/diseased or on (a) journey/trip/voyage or one of you came from the
safe hidden depression in the ground (toilet), or you touched and felt
repeatedly the women, so you did not find water, so wipe your hands and
face with dust good/pure dust, so rub/wipe with your faces and your
hands from it, God does not want to make/put on you strain/hardship, and
but He wants to purify you mentally and physically and to complete (E)
His blessing on you, maybe/perhaps you thank/be grateful. (Kamu,
kamu yang beriman, jika kamu memulai untuk shalat, maka basuhlah dengan
air mukamu, dan tanganmu sampai sikumu, dan usaplah kepalamu dan kakimu
sampai mata kakimu, dan jika kamu tidak bersih, maka bersihkanlah, dan
jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau seorang di antaramu datang
dari depresi tersembunyi yang aman dalam tanah, atau kamu menyentuh dan
merasakan wanita berulang-ulang, lalu kamu tidak menemukan air, maka
usaplah tanganmu dan wajahmu dengan debu yang baik, maka usaplah wajahmu
dan tanganmu darinya, Allah tidak ingin memberi beban padamu, dan bahwa
Dia ingin kamu membersihkan diri secara lahir dan batin dan untuk menyempurnakan berkah-Nya padamu, semoga kamu bersyukur.)
Sebelum
dilakukan pembahasan lebih lanjut, perlu dibahas terlebih dahulu
tentang yang dimaksudkan dengan debu dalam terjemahan 5:56. Dalam
bahasa sehari-hari, debu dapat berupa partikel kecil yang dapat terbang
jika ditiup angin dan kemudian menempel pada permukaan benda-benda
tertentu. Dengan demikian, debu dapat berupa polutan atau kotoran. Kata
debu dalam terjemahan 5:56 adalah hasil penafsiran penerjemah.
Dalam 5:56, ada kata yang transliterasinya adalah sha’iidan,
yang oleh Muhamed dan Samira Ahmed diterjemahkan menjadi debu. Menurut
kamus Arab Al-Huda karya Abu Khalid terbitan Penerbit Fajar Mulya,
Surabaya, sha’iidun berarti tanah atau bumi. Dalam Al Qur’an terjemahan perkata versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri yang di-download dari www.emuslim.com, sha’iidan diartikan sebagai bumi. Jadi, yang dimaksudkan penerjemah dengan debu adalah debu penyusun tanah.
Meskipun yang dimaksudkan adalah debu penyusun tanah, penerjemahan sha’iidan
menjadi debu dapat menimbulkan pertanyaan. Apakah kita harus melakukan
pemisahan debu dari kompenen tanah lainnya yaitu lempung dan pasir?
Bagaimana jika debu dalam tanah sedikit atau sulit untuk dipisahkan dari
tanah? Bagaimana jika yang dominan dalam tanah adalah lempung atau
pasir? Oleh karena itu, dalam makalah ini, sha’iidan
dalam ayat tersebut diterjemahkan dengan tanah. Cara pelaksanaan
pengusapan muka dan tangan dengan tanah adalah dengan menyentuhkan
telapak tangan ke tanah yang baik kemudian mengusapkan telapak tangan ke
muka dan tangan.
Ayat
5:6 menjelaskan tentang perintah untuk membersihkan diri secara lahir
dan batin sebelum shalat agar mendapat berkah Allah yang lebih sempurna.
Pertama, sebelum shalat kita diperintahkan untuk membasuh muka,
membasuh tangan sampai siku, mengusap kepala, membasuh kaki sampai mata
kaki dengan air. Pekerjaan itu dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan
nama wudlu. Karena ayat ini turun sesudah perintah shalat datang, dapat
dimengerti bahwa sebelumnya umat islam tidak berwudlu sebelum shalat.
Kedua, sebelum shalat kita diperintahkan untuk membersihkan diri jika
kita tidak bersih. Yang menyebabkan kita tidak bersih yaitu yaitu
sehabis buang air atau berhubungan sex. Sudah barang tentu,
ketidakbersihan yang harus dibersihkan tidak hanya yang disebabkan oleh
dua hal tersebut. Jadi, sebelum shalat kita diperintahkan untuk berwudlu
dan membersihkan diri jika kita tidak bersih.
Kadang-kadang,
kita tidak dapat membersihkan diri dengan air karena sakit, dalam
perjalanan, atau tidak ada air. Dalam keadaan seperti itu, Allah memberi
kemudahan dengan perintah untuk mengusap tangan dan muka atau mengusap
muka dan tangan dengan tanah yang baik. Pekerjaan tersebut dikenal
dengan nama tayamum. Dengan demikian, dalam keadaan seperti itu, tayamum
menjadi pengganti wudlu dan tindakan pembersihan diri jika kita tidak
bersih.
Berdasarkan
5:6, ketika shalat kita diperintahkan untuk dalam keadaan suci secara
lahiriah dan batiniah atau suci lahir dan batin. Suci secara lahiriah berarti bahwa tubuh kita bersih dari berbagai macam kotoran. Suci
secara batiniah tidak berarti kita harus terbebas dari dosa. Akan
tetapi, suci secara batiniah berarti bahwa kita dalam keadaan tidak
mabuk dan terbebas dari segala kotoran batin seperti masalah pekerjaan
sehari-hari, perasaan dendam, perasaan marah, dan kotoran batin lainnya.
Dengan batin yang suci, kita akan dapat mengingat Allah secara lebih
baik. Penyucian batin secara lahiriah dilakukan secara simbolis yaitu
dengan berwudlu atau bertayamum. Berwudlu tetap harus dilakukan meskipun
bagian tubuh yang harus dibasuh dengan air sudah bersih. Secara
psikologis, dengan bertayamum atau berwudlu kita menjadi sadar bahwa
kita siap untuk mengingat Allah.
Penyucian
secara lahiriah dilakukan dengan pembersihan pada bagian tubuh yang
kotor. Pembersihan dapat dilakukan dengan bantuan sabun, minyak, dan
bahan pencuci lain tetapi pada akhir dari pembersihan itu harus ada
pembersihan dengan air. Jika air tidak tersedia, atau dalam keadaan
sakit sehingga tidak boleh terkena air, atau dalam suatu perjalanan
kemudian tidak menjumpai air, penyucian dapat dilakukan dengan
bertayamum.
Apakah
kentut dapat membatalkan wudlu? Ini adalah pertanyaan yang sering
muncul sejak jaman dahulu sampai sekarang. Jawaban yang sering terdengar
adalah bahwa kentut membatalkan wudlu. Persoalan bagi para penanya,
”Mengapa bagian dubur dan sekitarnya tempat gas keluar tidak
dibersihkan?” Demikianlah kurang lebih pertanyaan yang sering muncul
dibenak penanya. Tidak ada ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang
hal-hal yang membatalkan wudlu. Oleh karena itu, penafsiran perlu
dilakukan.
Penulis
akan menjawab pertanyaan klasik tersebut. Tujuan berwudlu atau
bertayamum adalah untuk menyucikan batin kita secara simbolis ketika
akan shalat. Yang menyebabkan kita harus mengulang wudlu adalah jika
ketika sedang shalat kita tidak dalam keadaan suci secara batiniah. Misalnya, pada saat shalat, pikiran kita selalu tertuju pada masalah pekerjaan atau masalah kehidupan lainnya. Andaikata
dalam keadaan seperti itu shalat terus dilakukan, shalatnya menjadi
sia-sia karena tujuan shalat yaitu untuk mengingat Allah tidak tercapai.
Oleh karena itu, penyucian lahiriah perlu dilakukan kembali yaitu
dengan berwudlu atau bertayamum kembali dan shalat diulangi lagi.
Kita
wajib mengulangi shalat jika ketika sedang shalat tubuh kita menjdi
kotor oleh karena suatu penyebab, misalnya mencret secara tiba-tiba,
kejatuhan kotoran bintang, dan lain-lain karena ketika sedang shalat,
tubuh kita harus dalam keadaan bersih. Sebelum shalat lagi, bagian yang
kotor harus dibersihkan.
Bagaimana
dengan kentut? Kentut adalah proses pembuangan gas dari dalam tubuh
sebagai hasil metabolisme tubuh. Sebagai gas, ia tidak banyak
meninggalkan bekas karena materi yang terbawa bersamanya relatif sedikit
menurut pandangan mata manusia. Dari segi tingkat kekotoran, kotoran
yang disebabkan oleh kentut mungkin dapat diabaikan karena kuantitasnya
relatif sedikit. Selain itu, kita harus menyadari bahwa kita tidak
mungkin membuat standar kebersihan yang sama untuk semua bagian tubuh.
Standar kebersihan dubur tentu akan berbeda dengan standar kebersihan
bagian tubuh lainnya, seperti pipi, misalnya. Meskipun kita tidak kentut
atau buang air besar, bagian dubur tetap berbau dan tidak dapat
sebersih pipi. Jadi, dari segi kotoran, kentut yang hanya berupa gas
dapat dianggap tidak mengotori tubuh.
Berkentut
ketika shalat dapat membatalkan shalat karena ia mengakibatkan kita
menjadi tidak suci secara batiniah. Dengan berkentut ketika sedang
shalat, kita menjadi merasa kotor dan merasa tidak pantas untuk
melanjutkan shalat. Setiap orang yang benar-benar ingin mengingat Allah
akan merasa tidak pantas atau merasa tidak sopan ketika sedang mengingat
Allah membuang kotoran yang berbau tidak sedap. Perasaan semacam ini
adalah merupakan kotoran batiniah yang perlu dibersihkan. Dalam keadaan
seperti itu, kita harus menghentikan shalat, berwudlu atau bertayamum
lagi dan kemudian shalat lagi. Dalam keadaan seperti ini, kita tidak
perlu membersihkan dubur karena ia dianggap tidak kotor. Seandainya kita
merasa bahwa kentut kita membawa kotoran di dubur, tentu saja kita
harus membersihkannya.
Jika
sudah berwudlu kemudian buang air dan sesudah itu membersihkan diri,
apakah perlu berwudlu lagi?” Menurut penulis, kita perlu berwudlu lagi
karena sehabis buang air, batin kita tidak suci lagi. Bukankah pada saat buang air, pikiran kita tertuju pada kotoran manusia?
Sangat
penting untuk diingat bahwa tujuan utama berwudlu adalah penyucian
batin. Memang benar, berwudlu juga membersihkan tubuh. Walaupun
demikian, kita tetap berwudlu ketika akan shalat meskipun tubuh kita
sudah sangat bersih. Oleh karena itu, kita harus meningkatkan kesadaran
kita ketika berwudlu bahwa pada saat itu kita sedang membersihkan batin
kita.
Pakaian Shalat
Dalam kaitannya
dengan pakaian, dalam Al Qur’an tidak disebutkan pakaian khusus untuk
shalat. Walaupun demikian, pakaian shalat kita tentu saja harus bersih
karena itu bagian dari kebersihan secara lahiriah. Selain itu, kita
harus berpakaian takwa (7:26).
7:26 You
Adam's sons and daughters, We had descended on you a cover/dress (that)
hides/conceals your shameful genital private parts, and
feathers/riches/possessions, and the fear and obedience (of God's)
cover/dress, that (is) better, and that (is) from God's
signs/verses/evidences, maybe/perhaps they remember/glorify. (Kamu
anak lelaki dan anak wanita Adam, kami telah menurunkan kepadamu
pakaian yang menyembunyikan bagian pribadi yaitu bagian seksual yang
memalukan, dan yang dimilikinya, dan pakaian takwa, itu yang lebih baik,
dan bahwa dari tanda-tanda Allah, semoga mereka mengingat.)
Pakaian taqwa adalah pakaian yang mencerminkan ketakwaan orang yang memakainya. Dalam penjabarannya,
bagian tubuh yang wajib ditutupi adalah alat kelamin dan bagian tubuh
lainnya yang dapat membangkitkan nafsu birahi lawan jenis yang
memandangnya.
Sejumlah orang berpendapat bahwa dalam melakukan shalat, kita diperintahkan menggunakan pakaian yang indah. Dasar pendapat itu adalah Al Qur’an ayat 7:31 terjemahan versi Dep. Agama RI.
7:31.
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (versi Dep. Agama RI)
Akan tetapi, terjemahan ayat 7:31 tersebut berbeda dengan terjemahan versi Muhamed dan Samira Ahmed berikut ini.
7:31 You
Adam's sons and daughters, take/receive your decoration/beauty at
every/each mosque/place of worshipping God, and eat and drink and do not
waste/spoil/ignore, that God does not love/like the wasters. (Kamu
anak Adam yang pria dan wanita, ambillah/terimalah dekorasi/keindahanmu
di setiap masjid/tempat menyembah Allah, dan makan dan minumlah dan
jangan berlaku boros, bahwa Allah tidak menyukai pemboros.)
Dalam
terjemahan versi Muhamed dan Samira Ahmed di atas disebutkan bahwa
perintah yang dimaksud adalah perintah mengambil/menerima dekorasi atau
keindahan. Dengan kata lain, di dalam masjid atau tempat menyembah Allah
terdapat dekorasi/keindahan yang kita diperintahkan untuk mengambilnya.
Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa perintah berpakaian bagus di
masjid adalah tidak ada.
Penafsiran dekorasi/keindahan tersebut sesungguhnya berkaitan dengan ayat berikutnya yaitu 7:32.
7:32 Say:
"Who forbid God's decoration/beauty/ornament which He brought out to
(for) His worshippers/slaves, and the enjoyable/goodnesses from the
provision/things of benefit or value?"Say: "It is to those who believed
in the life the present/worldly life clearly/purely (in) the
Resurrection Day, as/like that We detail/explain/clarify the
verses/evidences to a nation knowing." (Katakanlah :”Siapa
melarang dekorasi/keindahan/hiasan Allah yang Dia keluarkan untuk
penyembahNya/hamba-Nya, dan kenikmatan dari bahan makanan/barang-barang
yang mempunyai manfaat atau nilai?” Katakanlah
: ” Adalah untuk yang percaya pada kehidupan sekarang/dunia (dan)
kehidupan Hari Kebangkitan dengan tulus, seperti bahwa kami menjelaskan
ayat-ayat/bukti-bukti kepada suatu bangsa (tentang) pengetahuan.”)
Tampak bahwa dekorasi/keindahan
dalam 7:32 tidak berkaitan dengan pakaian melainkan merupakan ungkapan
yang menggambarkan rejeki yang diberikan Allah untuk hamba-Nya. Dalam
kaitannya dengan 7:31, sebagian rejeki tersebut berasal dari bumi.
Rejeki itu dapat berupa emas, perak, intan, buah-buahan, sayuran, air,
dan lain-lain. Padahal, bumi adalah tempat orang bersujud atau masjid.
Dapat dimengerti bahwa kita dapat mengambil rejeki di tempat sujud atau
masjid seperti disebutkan dalam 7:31.
Kiblat Shalat (Arah Hadap Shalat)
Berikut ini adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan kiblat shalat.
2:144 We
have seen/understood your face turning around in the sky, so We will
turn/enable/appoint you a (prayer) direction you accept/approve it, so
turn your face towards the Mosque the Forbidden/Respected/Sacred and
wherever you were so turn your faces towards it, and that those who were
given The Book they know (E) that it is the truth from their Lord, and
that God is not with neglecting/disregarding about what they make/do. (Kami telah mengetahui wajahmu menghadap ke langit, maka Kami akan memutar kamu suatu arah yang kamu setujui, maka arahkan wajahmu ke Masjidil Haram dan dimanapun kamu berada maka arahkan
wajahmu ke sana, dan bahwa mereka yang diberi Kitab mereka mengetahui
bahwa itu adalah benar dari Tuhan mereka, dan bahwa Allah tidak dengan
mengabaikan tentang yang mereka lakukan.)
2:143 And
like that We made you a moderate/reasonable nation to be witnesses on
the people, and the messenger be (a) witness on you, and We did not make
the (prayer) direction that you were on it, except to know who follows
the messenger from who returns on his two heels, and that truly (was)
big/great (E) except on those who God guided, and God was not to waste
your faith/belief, that God (is) with the people merciful/compassionate
(E), most merciful. (Dan seperti bahwa Kami membuatkan kamu
suatu umat yang moderat menjadi saksi pada orang-orang, dan Rasul
menjadi saksi atas kamu, dan Kami tidak membuat arah yang kamu
ikuti sebelumnya, melainkan untuk mengetahui yang mengikuti Rasul dari
orang-orang yang kembali pada dua tumit-tumitnya, dan bahwa sesungguhnya
besar kecuali pada mereka yang Allah membimbingnya. Dan Allah tidak
menyia-nyiakan keimananmu, bahwa Allah dengan orang-orang itu Pengasih,
sangat Pengasih.)
Kita
diperintahkan untuk berkiblat ke Masjidil Haram (2:144). Maksud
penetapan tersebut adalah untuk mengetahui orang yang mengikuti Rasul
dan yang tidak mengikuti Rasul (2:143). Meskipun dalam 2:144 tidak
disinggung tentang arah shalat, dari sikap Nabi yang menghadap ke langit
dapat diketahui bahwa sikap itu adalah sikap orang sedang mengingat
Allah. Jadi, arah kiblat yang dimaksud adalah arah shalat.
Berdiri, Ruku’, dan Sujud
Dalam
Al Qur’an tidak ada ayat yang berisi instruksi tentang gerakan-gerakan
shalat yang harus dikerjakan orang beriman secara eksplisit. Yang ada
yaitu gerakan yang disebutkan dalam shalat dalam keadaan perang (4:101;
4:102; 4:103).
4:101 And
if you (P) moved in the Earth/land, so offense/guilt is not on you,
that you shorten/reduce from the prayers if you feared that those who
disbelieved betray/torture you, that the disbelievers are/were to you an
evident, an enemy. (Dan jika kamu bepergian di muka bumi,
maka tidak ada dosa bagimu, bahwa kamu memendekkan shalat jika kamu
takut bahwa mereka yang tidak beriman mngkhianatimu/menyiksamu, bahwa
orang tidak beriman bagimu adalah suatu bukti, suatu musuh.)
4:102 And
if you were in them, so you started for them the prayer, so a group
from them should stand with you, and they should take their
weapons/arms, so if they prostrated, so they be from behind you, and
another group should come (that) they did not pray, so they pray (E)
with you, and they should take their caution, and their weapons/arms;
those who disbelieved, wished if you ignore/neglect your weapons/arms,
and your belongings/effects/goods, so they lean on you one bend, and no
offense/guilt (is) on you if mild harm was with you from rain or you
were sick/diseased, that you lay your weapons/arms, and take your
caution, that God prepared to the disbelievers a degrading/humiliating
torture. (Dan jika kamu bersama mereka, maka kamu memulai
untuk mereka shalat, maka sekelompok dari mereka hendaklah berdiri
bersamamu, dan mereka hendaklah membawa senjata mereka, maka jika mereka
sujud, maka mereka dari belakangmu, dan kelompok lain hendaklah datang
yaitu mereka yang belum shalat, maka mereka shalat bersamamu, dan mereka
hendaklah waspada dan membawa senjata mereka; dan mereka yang tidak
beriman, berharap jika kamu melupakan senjatamu, dan barang-barangmu,
maka mereka bersandar padamu satu kelengahan, dan tidak ada dosa padamu
jika musibah ringan menimpamu karena hujan atau kamu sakit, dan bahwa
kamu meletakkan senjata, dan tetap waspada, bahwa Allah mempersiapkan
untuk orang tidak beriman suatu siksaan.)
4:103 So
if you (P) accomplished the prayers, so mention/remember God standing,
and sitting, and on your sides, so if you became secured, so keep up the
prayers, that the prayers was/is on the believers decreed (at)
appointed times. (Maka jika kamu telah shalat, maka ingatlah
Allah sambil berdiri, dan duduk, dan pada samping-sampingmu
(berbaring/bersandar), maka jika kamu menjadi aman, lakukanlah shalat,
bahwa shalat adalah pada orang beriman yang diperintahkan pada waktu
yang ditentukan.)
Pada
saat bepergian dalam keadaan perang, Nabi dan pengikutnya boleh
memendekkan shalat untuk menghindari gangguan orang tidak beriman. Caranya,
pengikutnya berdiri bersama Nabi sambil membawa senjata. Menurut
penulis, pengikut Nabi berada di kanan-kiri Nabi. Ketika bersujud,
pengikutnya bersujud di belakang Nabi. Pada saat yang sama, pengikutnya
yang belum shalat datang bergabung untuk shalat di kanan-kiri Nabi
sambil membawa senjata dalam posisi berdiri dan dengan sikap waspada.
Dengan demikian, pada saat bersujud, ada pengikutnya yang bersenjata
yang berdiri menjaga mereka. Cara shalat tersebut berlaku pada jaman
Nabi ketika berperang. Setelah selesai shalat itu, mereka diperintahkan
untuk mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring/bersandar.
Dalam keadaan aman, mereka diperintahkan melakukan shalat seperti shalat
dalam keadaan normal.
Berdasarkan ayat tadi, ada gerakan berdiri dan sujud dalam shalat. Kedua gerakan tadi juga disebutkan dalam 22:26.
22:26 And
when We established/assigned to Abraham the House/Home's
place/position, that do not share/make partners with Me (in) a thing,
and purify/clean My House/Home to the circlers/walkers around, and the
standing/keeping up, and the bowing, and the prostrating. (Dan
ketika Kami menetapkan bagi Ibrahim posisi Rumah, bahwa jangan membuat
sekutu dengan Ku suatu, dan bersihkanlah Rumah Ku untuk yang
mengelilinginya, dan berdiri, dan ruku’, dan sujud.)
Dalam ayat 22:26 disebutkan 3 gerakan, yaitu berdiri, ruku’ (membungkuk), dan sujud. Dengan
mempertimbangkan bahwa berdiri dan sujud adalah unsur gerakan dalam
shalat (4:102), ruku’ juga termasuk dalam rangkaian gerakan shalat. Di samping itu, melakukan ruku’ adalah sebuah kewajiban (2:43).
2:43 And keep up/take care of the prayers and give/bring the charity/purification and bow with the bowing. (Dan senantiasa shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.)
Dari
segi urutan gerakan tubuh, sehabis berdiri akan lebih nyaman jika kita
membungkuk dahulu sebelum sujud. Jadi, dalam shalat ada gerakan, yaitu
berdiri, ruku’ (membungkuk), dan sujud. Tambahan,
dalam Al Qur’an tidak dijumpai istilah raka’at. Oleh karena itu, jumlah
posisi berdiri, ruku’, dan sujud ditentukan oleh kita sendiri.
Pembacaan Al Qur’an Yang Mudah
Sudah
diuraikan dalam bab II bahwa ketika berdiri, kita diperintahkan membaca
Al Qur’an yang mudah secara perlahan, dengan volume suara yang jelas
terdengar, dan pengucapan kata-kata yang tegas. Kita juga harus bisa memahami Al Qur’an yang dibaca (4:43).
4:43 You,
you those who believed, do not approach the prayers and you are
intoxicated, until you know what you are saying, and nor distant from
God/impure, except crossing a road/way, until you wash yourselves with
water, and if you were sick/diseased or on a long distance travel, or
any of you came from the safe and hidden depression in ground used for
human discharge (toilet) or you touched repeatedly/touched and felt
repeatedly (could mean: had intercourse with) the women, so you did not
find water, so wipe your hands and face with dust, pure/good dust, so
wipe with your faces and your hands, that God was/is often
forgiving/pardoning, forgiving. (Kamu, kamu yang beriman, jangan mendekati shalat dan kamu mabuk, sampai kamu memahami yang sedang dikatakan,
dan jangan pula jauh dari Allah/tidak suci, kecuali sedang menyeberang
jalan, sampai kamu membersihkan dirimu dengan air, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan jauh, atau ada di antaramu yang datang dari
depresi tersembunyi dan aman dalam tanah yang digunakan untuk pembuangan
manusia atau kamu menyentuh berulang-ulang dan merasakan berulang-ulang
wanita, lalu kamu benar-benar tidak menemukan air, maka usaplah tangan
dan mukamu dengan debu, debu yang baik, maka usaplah wajah dan tanganmu,
bahwa Allah adalah Pemaaf.)
Ayat
4:43 ini menjelaskan bahwa kita tidak boleh shalat dalam keadaan mabuk
karena kita tidak akan bisa mengetahui makna bacaan shalat. Dapat pula
diartikan bahwa Allah menginginkan agar kita memahami yang dibaca dalam
shalat. Ini merupakan peringatan penting bagi
orang yang dapat mengucapkan bacaan shalat dalam bahasa Arab tetapi
tidak memahami artinya. Jangan sampai kita melakukan shalat seperti
shalat orang sedang mabuk!
Perlu
diingat bahwa yang dibaca adalah Al Qur’an asli yang berbahasa Arab
bukan Al Qur’an terjemahan. Allah mendefinisikan Al Qur’an sebagai kitab
berbahasa Arab (41:3) sehingga dalam shalat kita membaca Al Qur’an yang
berbahasa Arab.
41:3 A Book its verses were detailed/explained/clarified, an Arabic Koran to a nation reasoning/comprehending/knowing. (Sebuah Kitab yang ayat-ayatnya dirinci, sebuah Al Qur’an berbahasa Arab untuk umat yang mengetahui.)
Berhubung
dalam shalat kita membaca Al Qur’an, kita perlu meminta perlindungan
kepada Allah dari syaitan yang terkutuk (16:98) ketika memulai shalat.
16:98 So if you read the Koran so seek protection by God from (against) the devil, the cursed/expelled. (Maka jika kamu membaca Al Quran maka carilah perlindungan Allah dari syaitan yang terkutuk.)
Tidak Memamerkan Shalat
Kita tidak boleh memamerkan shalat. Ayat yang menyebutkan hal tersebut adalah 17:110.
17:110 Say:
"Call God, or call the merciful, whichever you call, so for Him (are)
the names the best/most beautiful (the good names), and do not
publicize/declare/raise (voice) with your prayers, and do not
silence/lower and hide with it, and wish/desire between that a
way/method." (Katakanlah :”Sebutlah Allah, atau sebutlah
Penyayang, apapun yang kamu sebut, maka bagi-Nya adalah nama-nama yang
paling indah, dan janganlah memamerkan diri dengan shalatmu, dan
janganlah diam dan bersembunyi dengan shalatmu, dan berharaplah di
antara kedua cara itu.)
Dalam kamus, to publicize
artinya mengumumkan, yaitu suatu usaha agar orang lain menjadi tahu.
Penulis memilih kata memamerkan diri sebagai terjemahan dari kata
tersebut karena pengertiannya sama. Ayat ini
menerangkan bahwa selain tidak boleh memamerkan shalat, kita juga tidak
boleh menyembunyikan shalat. Cara shalat yang bersifat memamerkan diri
adalah dilarang Allah. Contoh perbuatan memamerkan diri dalam shalat
yaitu pembacaan Al Qur’an yang dilakukan dengan keras. Pembacaan Al
Qur’an dengan keras tidak mungkin dimaksudkan agar Allah mendengar
karena Allah Maha Mendengar. Kalau bacaan shalat benar-benar ditujukan
untuk Allah, volume suaranya diatur sehingga cukup bisa didengar sendiri
yang memungkinkan penghayatan makna bacaan shalat dengan baik. Contoh
perbuatan memamerkan diri yang lain yaitu shalat yang dilakukan di suatu
tempat agar dilihat orang. Dengan kata lain, shalat dilakukan jika ada
orang yang melihat. Di lain pihak, shalat dengan bersembunyi dan tidak
bersuara secara sengaja juga merupakan cara shalat yang dilarang. Dalam
cara ini, shalat dilakukan jika tidak ada orang yang melihat. Atau,
shalat dilakukan tanpa suara karena tidak ingin shalatnya diketahui
orang lain. Ayat ini menerangkan bahwa kita diminta untuk shalat secara
wajar saja, yaitu kita tidak boleh memamerkan shalat tetapi juga tidak
boleh menyembunyikan shalat. Kita diperintahkan shalat di antara kedua
cara shalat yang ekstrim tersebut.
Bagaimana
dengan orang bisu? Allah mendengar segala perkataan yang tersembunyi
maupun yang terang-terangan (21:110). Oleh karena itu, orang bisu tidak
mempunyai masalah dalam melakukan shalat.
21:110 That He truly knows the publicized/declared from the saying/opinion and belief, and He knows what you hide/conceal. (Bahwa
Dia sesungguhnya mengetahui yang disampaikan dari perkataan/pendapat
dan kepercayaan, dan Dia mengetahui apa yang kamu sembunyikan.)
Shalat dalam Keadaan Darurat
Dalam
keadaan sedang sakit, atau sedang bepergian, atau sedang berjuang di
jalan Allah, orang melakukan shalat dalam keadaan darurat. Dalam keadaan
sakit, seseorang mungkin tubuhnya lemah atau tidak berdaya sehingga
ketika waktu shalat tiba tidak dapat menjalankan shalat dengan normal.
Orang yang sedang bepergian dan dalam proses perjalanan ketika waktu
shalat tiba juga tidak dapat menjalankan shalat dengan normal. Demikian
juga, orang yang sedang dalam proses berperang di jalan Allah ketika
waktu shalat tiba juga tidak dapat melakukan shalat dengan normal. Dalam
keadaan seperti itu, kita shalat dalam keadan darurat.
Dalam
keadaan darurat seperti itu, persyaratan tentang kiblat, wudlu atau
tayamum, dan gerakan shalat mungkin tidak dapat dipenuhi dengan
sempurna. Dalam keadaan seperti itu, shalat dapat dikerjakan sambil
berdiri, duduk, atau berbaring/bersandar (4:103) dan membaca Al Qur’an
yang mudah (73:20). Jadi, pembacaan Al Qur’an yang mudah adalah
kewajiban dalam shalat yang harus dikerjakan dalam keadaan normal maupun
darurat.
Bertayamum
dalam perjalanan dengan menggunakan debu di permukaan benda di kendaran
adalah tidak tepat karena tayamum harus dilakukan dengan menggunakan
tanah yang baik. Debu di permukaan mobil atau pesawat terbang atau
kendaraan jenis lain terdiri dari polutan dan partikel lain yang bukan
berasal dari tanah yang baik.
Dalam keadaan takut, kita diperintahkan untuk terus berjalan atau terus berkendaraan. Setelah
aman, shalat dilakukan seperti biasa. Hal ini tertuang dalam 2:239.
Jadi, dalam keadaan takut, kita tidak diperintahkan untuk shalat.
2:239 So
if you feared, so walking or riding, so if you became safe/secure, so
mention/remember God, as He taught you what you were not knowing. (Jika
kamu dalam keadaan takut, maka teruslah berjalan atau berkendaraan,
maka jika kamu merasa aman, maka ingatlah Allah, seperti Dia mengajarimu
yang sebelumnya kamu tidak mengetahuinya.)
Memendekkan Shalat
Pemendekan
shalat berarti mempersingkat durasi shalat. Dalam 4:101 disebutkan
bahwa jika dalam perjalanan dikhawatirkan ada serangan orang tidak
beriman, shalat boleh dipendekkan. Dapat diartikan bahwa pemendekan
shalat hanya berlaku untuk orang yang melakukan perjalanan dalam suatu
peperangan atau dalam keadaan tidak aman dari musuh. Dan, caranya adalah
seperti yang disebutkan dalam 4:102 dan 4:103. Jika perjalanan
dilakukan dalan keadaan tidak perang, pemendekan shalat tidak perlu
dilakukan.
Berjama’ah?
Shalat
dapat dilakukan secara bersama-sama dengan orang lain, misalnya ketika
dalam peperangan (4:102). Namun, dalam Al Qur’an tidak ada ayat yang
menerangkan tentang keharusan atau keutamaan shalat berjama’ah. Jika
shalat dilakukan secara berjama’ah, setiap peserta shalat berjama’ah
harus membaca sendiri Al Qur’an yang mudah (7:30) yang dipahami artinya
(4:43). Artinya, peserta shalat berjama’ah tidak cukup hanya
mendengarkan bacaan orang lain. Akibatnya, gerakan shalat akan tidak
seragam karena variasi surat Al Qur’an yang dibaca dan variasi kecepatan
membacanya. Oleh karena itu, shalat berjama’ah yang dilakukan akan sama
dengan shalat sendiri-sendiri yang dilakukan pada tempat dan waktu yang
sama.
Cara Pemujian Allah
Pemujian
Allah termasuk shalat sederhana karena dilakukan dengan cara melakukan
pemujian Allah saja. Dalam shalat kategori ini, kita tidak perlu
berwudlu atau bertayamum lebih dahulu. Pemujian
Allah pada awal pagi dan pada waktu menjelang matahari terbenam
dilakukan secara tersendiri sedangkan pemujian Allah pada waktu yang
lain dilakukan dalam waktu shalat fajar, waktu shalat pertengahan, dan
waktu shalat petang. Caranya, kita memuji Allah
adalah dengan sikap yang sederhana, merendahkan diri, tersembunyi atau
rahasia, dan dengan tidak memamerkannya kepada orang lain (7:205).
7:205 And
remember/mention your Lord in your self humbly and humiliated, and
hiddenly/secretly and other than the publicized/declared from the
saying/opinion and belief at the early morning, and the evenings to
sunsets, and do not be from the ignoring/disregarding. (Dan
ingatlah/sebutlah Tuhanmu dalam dirimu sendiri dengan sikap rendah hati
dan rendah diri, dan secara bersembunyi/rahasia dan selain dari yang
dipamerkan dari ucapan/pendapat dan kepercayaan pada awal pagi, dan
senja hari hingga terbenam matahari.)
Sudah dibahas di muka bahwa pemujian Allah adalah termasuk aktivitas untuk mengingat Allah. Aktivitas
mengingat Allah pada awal pagi dan senja hari hingga terbenam matahari
dalam 7:205 adalah berupa pemberian pujian kepada Allah pada awal pagi
dan menjelang terbenam matahari seperti yang dsebutkan dalam (33:42).
Perlu ditegaskan lagi bahwa pemujian Allah merupakan aktivitas untuk
mengingat Allah.
Sikap
kita selama melakukan pemujian Allah dapat berdiri, duduk, atau
berbaring/bersandar (3:191). Dalam 3:191 disebutkan bahwa pemujian Allah
dapat pula dikerjakan dengan cara memikirkan kehebatan Allah dalam
menciptakan langit dan bumi. Selain itu, pemujian Allah dapat dilakukan
dengan penyebutan nama Allah (17:110).
3:191 Those
who mention/remember God standing, and sitting, and on their sides, and
they think in the skies'/space's and the earth's/Planet Earth's
creation, "Our Lord, you have not created that wastefully,your
praise/glory, so protect us (from)/make us avoid the fire's torture." (Mereka
yang menyebut/mengingat Allah sambil berdiri, dan duduk, dan pada
sisi-sisinya (berbaring/bersandar), dan mereka memikirkan penciptaan
langit dan bumi, ” Tuhanku, Engkau tidak pernah menciptakan yang
sia-sia, pujian untuk-Mu, maka lindungilah kami sehingga terhindar dari
siksaan neraka.”)
Allah memberi petunjuk cara memuji Allah yaitu dengan menyebut nama-Nya yaitu Yang Besar (69:52).
69:52 So praise/glorify with your Lord's name the great. (Maka pujilah dengan nama Tuhanmu Yang Besar.)
Apakah Yang Besar merupakan terjemahan dari akbar? Berikut ini transliterasinya.
069.052 Fasabbi[h] bi(i)smi rabbika alAAa{th}eem(i) (Text Copied from DivineIslam's Qur'an Viewer software v2.913)
Ternyata, Yang Besar adalah terjemahan dari alAAa{th}eem(i) atau al ’athiimi. Dalam penerjemahan nama Tuhan ke bahasa Indonesia, kata Maha lazim digunakan. Oleh karena itu, terjemahan ayat tadi menjadi Maka pujilah dengan nama Tuhanmu Yang Maha Besar. Dalam pemilihan kata, orang biasanya mempertimbangkan segi rasa di hati.
0 komentar:
Post a Comment