BOLEHKAH MUI (MAJELIS ULAMA INDONESIA) MENGELUARKAN FATWA HARAM?
Pendahuluan
Dalam
beraktivitas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan sesuatu haram
dengan fatwa. Benarkah tindakan ini? Terjemahan Al Quran yang digunakan
dalam makalah ini adalah terjemahan Departemen Agama RI dalam freeware Al Quran digital vesi 2.1.
Hanya Allah yang Berhak Mengharamkan dan Menghalalkan Sesuatu
Yang
berhak menyatakan sesuatu haram atau halal hanyalah Allah. Ayat 7:33
menunjukkan bahwa yang mengharamkan sesuatu adalah Tuhan Nabi Muhammad,
yaitu Allah sedangkan ayat 6:145 menunjukkan bahwa penetapan haram atau
tidak haram sesuatu adalah berdasarkan wahyu dari Allah.
7:33.
Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan
(mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu
ketahui."
6:145.
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali
kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -
karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas
nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Tambahan, Allah juga yang menghalalkan sesuatu (5:87).
5:87.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik
yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.
Jadi sangat jelas bahwa hanya Allah saja yang berhak mengaramkan dan menghalalkan sesuatu.
Larangan Pengharaman dan Penghalalan Sesuatu Oleh Manusia
Dalam
sejarah, manusia pernah mengharamkan sesuatu atas kemauannya sendiri
dan Allah melarangnya seperti tersirat dalam 10:59 dan 16:116.
10:59.
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah
kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal."
Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini)
atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah ?"
16:116.
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh
lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.
Bahkan, Nabi Muhammad pun tidak berhak mengharamkan sesuatu. Itu tersurat dalam 66:1.
66:1.
Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu;
kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang
Bagaimana dengan MUI?
Kalau
Nabi Muhammad saja tidak berhak mengharamkan sesuatu, apakah MUI masih
ingin mengharamkan sesuatu? Allah sudah mengindikasikan tentang
keberadaan kebanyakan manusia yang ingin menyesatkan manusia dalam
penetapan halal atau haram berdasarkan hawa nafsu tanpa pengetahuan
(6:119).
6:119.
Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah
telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali
apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari
manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu
mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih
mengetahui orang-orang yang melampaui batas.
Keputusan
MUI untuk mengharamkan sesuatu yang menjadi hak Allah merupakan
tindakan yang keliru dan sangat berbahaya. Sebagian umat islam mungkin
beranggapan bahwa fatwa MUI adalah dari Allah sehingga mereka takut dan
menaatinya. Padahal, fatwa tersebut adalah hanya merupakan suatu
pendapat. Secara tidak sadar mereka akan menjadikan ulama menjadi tuhan
selain Allah dan ini pernah terjadi pada umat jaman dahulu. Umat jaman
dahulu menjadikan orang alim dan para rahib sebagai tuhan selain Allah
(9:31). Dalam penjelasan pada catatan kaki terjemahan ayat tersebut
disebutkan bahwa mereka
mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan
membabi buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh
membuat maksiat atau mengharamkan yang halal.
9:31.
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai
tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera
Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang
mereka persekutukan.
Pemberian Fatwa Adalah Hak Allah
Jika
ada umatnya yang meminta fatwa tentang sesuatu kepada Nabi Muhammad,
beliau tidak memberinya. Yang menjawab fatwa itu adalah Allah sendiri.
Contohnya adalah seperti yang tersurat dalam ayat 4:27 dan 4:176 berikut
ini.
4:127.
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah
memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu
dalam Al Quran(juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu
tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang
kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang
lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim
secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.
4:176.
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal
dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka
bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta
saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu
terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang
saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.
Mengapa Nabi tidak menjawabnya sendiri? Jawabannya adalah karena Nabi Muhammad diperintahkan untuk memberi peringatan hanya dengan wahyu (21:45).
21:45. Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan"
Kesimpulan
Hanya
Allah yang berhak menghalalkan dan mengharamkan sesuatu. Tindakan MUI
untuk mengharamkan seuatu dengan fatwa adalah keliru.
0 komentar:
Post a Comment