TANGGAPAN UNTUK SANG PENCERAMAH TV
Suatu hari, ada seorang peserta
pengajian di sebuah stasiun tv bertanya tentang pengajian yang hanya membahas
Al Qur’an saja. Penceramah dalam pengajian tersebut kemudian menjelaskan bahwa
pengajian seperti itu adalah salah. Dalam menjawabnya, penceramah tersebut menjelaskan
bahwa peseeta pengajian yang hanya menggunakan Al Qur’an saja tidak akan bisa
menjelaskan cara shalat. Si penanya kemudian terlihat puas dengan jawaban
penceramah tersebut.
Sepintas lalu, jawaban penceramah
tersebut memang tampak masuk akal. Memang benar, tidak ada penjelasan dalam Al
Qur’an tentang cara shalat seperti yang dikerjakan oleh sebagian besar orang
beragama islam sampai sekarang ini. Oleh sebab itu, wajar apabila peserta
pengajian tersebut kemudian merasa puas dengan jawaban pemberi ceramah. Akan
tetapi, penulis tidak puas dengan jawaban penceramah tersebut. Oleh sebab itu,
makalah ini ditulis.
Cara menjawab pertanyaan tersebut tidak
layak bagi orang tokoh agama islam yang mengaku beriman kepada Al Qur’an.
Seharusnya, penceramah tersebut menggunakan ayat-ayat Al Qur’an ketika menjawab
pertanyaan tersebut. Disebutkan dalam Al Qur’an bahwa kita diperintahkan
memutuskan perkara dengan wahyu Allah (5:44; 5:47; 5:48; 5:49; dan 4:105).
Perlu diingat bahwa yang ditanyakan dalam pengajian tersebut adalah sebuah
perkara sehingga harus dijawab dengan menggunakan wahyu Allah yang ada dalam Al
Qur’an. Tampaknya, penceramah tersebut merasa sangat percaya diri atau
meremehkan peserta pengajian tersebut sehingga tidak mau bersusah payah dalam
menjawab pertanyaan tersebut.
5:44.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan
Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang
dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang
menyerah diri kepada Allah,
oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan
memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut
kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar
ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
(versi
Dep. Agama RI)
5:47.
Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.
(versi
Dep. Agama RI)
5:48.
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan
apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu
ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu,
Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya
kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah
kamu perselisihkan itu, (versi
Dep. Agama RI)
5:49.
dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling
(dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian
dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.
(versi Dep. Agama RI)
4:105. Sesungguhnya
Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu
mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat, (versi Dep. Agama RI)
Sebenarnya, dengan menganggap bahwa
pengajian yang hanya menggunakan Al Qur’an saja adalah salah, penceramah
tersebut sudah menyalahkan Al Qur’an. Al Qur’an menyatakan bahwa orang yang
mengikuti petunjuk Allah tidak akan sesat (20:123)). Al Qur’an adalah petunjuk
Allah bagi manusia (2:185). Jadi, sangat jelas sekali bahwa mengikuti petunjuk
Allah berupa Al Qur’an adalah dibenarkan oleh Allah.
20:123. Allah berfirman: "Turunlah
kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian
yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa
yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (versi
Dep. Agama RI)
2:185. (Beberapa hari
yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur. (versi Dep. Agama RI)
Bagaimana dengan anggapan bahwa petunjuk
Allah dalam Al Qur’an bersifat umum? Anggapan bahwa petunjuk Allah dalam Al Qur’an
bersifat umum adalah tidak berdasar. Tidak ada satu ayat pun dalam Al Qur’an
yang menyebutkan bahwa Al Qur’an adalah petunjuk umum. Tuhan hanya satu
sehingga petunjuk Allah juga hanya satu. Tidak ada istilah petunjuk Allah umum
atau petunjuk Allah khusus. Yang ada hanya petunjuk Allah. Titik.
Yang dimaksud oleh pencermah tersebut
dengan cara shalat adalah cara shalat yang dirangkum berdasarkan informasi yang
ada dalam kitab-kitab hadis. Artinya, orang yang tidak shalat dengan cara seperti
yang ada dalam kitab-kitab hadis dianggap sesat olehnya. Dengan kalimat lain, penceramah
tersebut berpendapat bahwa orang yang tidak beriman kepada kitab hadis akan
sesat. Di sinilah letak persoalannya. Cobalah kita tenangkan hati dan kemudian
merenungkannya. Sudah dijelaskan bahwa orang yang mengikuti petunjuk Allah
tidak akan sesat (ayat 20:123). Mengapa sekarang ada orang yang menyatakan
sesat kepada orang yang tidak mengikuti kitab hadis? Bukankah kitab hadis bukan
petunjuk Allah? Dari sini, kita bisa merasakan ada sesuatu yang berbahaya, yang
mungkin tidak disadari oleh banyak orang. Orang yang meyatakan sesat kepada
orang yang tidak mengikuti kitab hadis adalah mereka yang menganggap kitab
hadis sebagai petunjuk Allah. Alasannya, orang yang mengikuti petunjuk Allah
tidak akan sesat. Artinya, orang yang tidak mengikuti petunjuk Allah akan
sesat. Dengan demikian, kitab hadis telah dianggap sebagai petunjuk Allah
karena orang yang tidak mengikuti kitab hadis dianggap sesat. .Jadi, mereka
mempunyai dua petunjuk Allah, yaitu Al Qur’an dan kitab hadis.
Sekarang, benarkah kitab hadis adalah
petunjuk Allah? Jelas bahwa kitab hadis adalah bukan petunjuk Allah. Ditinjau
dari definisinya saja kita bisa mengetahui bahwa kitab hadis berisi informasi
yang dianggap sebagai perkataan, perbuatan, dan sikap Nabi Muhammad. Dapat
dikatakan bahwa kitab hadis telah dianggap sebagai petunjuk Nabi Muhammad.
Artinya, Nabi Muhammad telah dianggap sebagai Tuhan karena petunjuk Nabi
Muhammad dianggap sama dengan petunjuk Allah. Inilah bahaya yang terjadi.
Bukankah ini suatu bentuk kemusyrikan?
Mungkin ada yang berkilah bahwa yang ada
dalam kitab hadis adalah berdasarkan wahyu Allah? Argumen seperti ini akan
disampaikan oleh orang-orang yang menganggap Nabi Muhammad tidak menyampaikan
semua wahyu Allah. Orang yang beriman kepada Nabi Muhammad harus percaya bahwa
semua wahyu Allah telah disampaikan kepada semua manusia, sekali lagi kepda
semua manusia, dalam kitab Al Qur’an. Perlu disampaikan juga bahwa tidak
mungkin Nabi Muhammad menyampaikan wahyu Allah kepada sejumlah oramg di
seklilingnya dan kemudian wahyu Allah tersebut disampaikan kepada orang lain
secara dari telinga ke telinga. Petunjuk Allah adalah untuk semua manusia, yang
mencakup manusia sejak jaman Nabi Muhammad sampai sekarang dan masa yang akan
datang di seluruh permukaan bumi. Oleh sebab itu, petunjuk Allah harus ada
dalam sebuah kitab, yaitu Al Qur’an, yang dapat dibaca manusia di segala tempat
dan pada segala waktu. Dengan membaca Al Qur’an, orang akan seperti mendengar
wahyu Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Perlu diingat bahwa Nabi
Muhammad adalah Rasul Allah yang wajib diimani.
Berita tentang Nabi Muhmaad yang
didengar dari telinga ke telinga tidak bisa dijadikan peganga karena kita tidak
bisa melakukan klarifikasi kepada Nabi Muhammad. Jika akan dijadikan pegangan,
kita harus beriman kepada orang yang menyampaikan berita tersebut, yang sudah
pasti bukan Rasul Allah. Padahal, kita hanya diperintahkan agar beriman kepada
Rasul Allah (64:8). Artinya, beriman kepada selain Rasul Allah adalah suatu
dosa.
64:8.
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Qur’an)
yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (versi Dep. Agama RI)
Orang yang hanya mengaji Al Qur’an saja
juga tidak perlu khawatir karena orang yang mengikuti petunjuk Allah tidak
perlu khawatir dan bersedih hati. Jika kita masih merasa khawatir dan bersedih
hati karena hanya mengaji Al Qur’an saja, kita justru akan berdosa karena dapat
dianggap telah mendustakan ayat (2:38).
2:38.
Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika
datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati." (versi Dep. Agama RI)
Jika ada yang mengatakan sesat kepada
orang hanya karena mengaji Al Qur’an saja, orang tersebut dapat mengikuti yang
dperintahkan Allah kepada Nabi Muhammad ketika dituduh sesat. Ayatnya adalah
sebagai berikut (34:50).
34:50.
Katakanlah: "Jika aku sesat maka sesungguhnya aku sesat atas kemudharatan
diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk maka itu adalah disebabkan apa
yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Dekat." (versi Dep. Agama RI)
Yang mengikuti orang yang menyatakan
sesat kepada orang yang hanya mengaji Al Qur’an saja banyak jumlahnya. Bahkan,
di Indonesia, pengikutnya adalah mayoritas penduduk. Walaupun demikian, orang
yang hanya mengaji Al Qur’an saja dapat menghibur diri dengan ayat 12:103;
12:106: dan 17:162) Seharusnya, ayat-ayat tersebut perlu dijadikan renungan bagi
kelompok mayoritas. Bukankah menjadi mayoritas justeru mengkhawatirkanr?
12:103. Dan
sebahagian besar manusia tidak akan beriman - walaupun kamu sangat
menginginkannya-.(versi Dep. Agama RI)
12:106. Dan
sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam
keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (versi Dep.
Agama RI)
17:62. Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku
inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau
memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku
sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil." (versi
Dep. Agama RI)
Bagaimana orang bisa mengetahui cara
shalat dalam Al Qur’an? Sudah dijelaskan dalam blog ini bahwa waktu dan cara
shalat juga ada dalam Al Qur’an. Implementasi cara shalat yang dijelaskan dalam
Al Qur’an memang berpotensi melahirkan variasi cara shalat. Variasi cara shalat
bukanlah suatu masalah sepanjang cara shalat tersebut berdasarkan petunjuk
Allah dalam Al Qur’an. Artinya, cara shalat yang mengikuti petunjuk Allah tidak
akan membuat orang menjadi sesat. Sudah dijelaskan bahwa orang yang mengikuti
petunjuk Allah tidak akan sesat.
Jika dipikir-pikir, apakah cara shalat
para Rasul Allah sama? Tidak ada penjelasan tentang hal ini dalam Al Qur’an.
Jika mereka hidup pada waktu yang sama, apakah cara shalat mereka seragam?
Rasa-rasanya, cara shalat mereka akan bervariasi dan itu tidak akan menjadi
masalah. Jadi, jika kita mempunyai cara shalat berbeda karena mengikuti
petunjuk Allah dalam Al Qur’an, tidak perlu ada yang dipermasalahkan.
Penulis kemudian teringat pada para
Rasul Allah sebelum Nabi Muhammad. Mengapa di dalam Al Qur’an tidak ada
informasi tentang kitab hadis Isa dan kitab hadis Musa? Apakah orang pada jaman
dahulu tidak bisa mengamalkan ajaran dalam kitab Injil dan kitab Taurat? Bagi
penulis, ini merupakan bukti bahwa kitab hadis para Rasul Allah memang tidak pernah
ada. Bukti tersebut diperkuat lagi dengan kesaksian Nabi Muhammad pada hari
kiamat kelak. Dalam kesaksiannya, Nabi Muhammad hanya akan menyebutkan satu kitab
saja, yaitu Al Qur’an (25:29 dan 25:30).
25:29.
Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah
datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.
(versi
Dep. Agama RI)
25:30.
Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu
sesuatu yang tidak diacuhkan."
(versi
Dep. Agama RI)
0 komentar:
Post a Comment