Friday 25 July 2014

Mengapa Kita Harus Berpikir?

Saya akan menjawabnya dari beberapa sudut pandang yang mungkin belum pernah terpikirkan oleh kita semua.dan untuk lebih jelasnya lagi silahkan nanti baca artikel saya yang berjudul: ANTARA ADA & TIADA........!! (PERBEDAAN PANDANGAN ADA dan TIADA ANTARA ISLAM DAN NIHILISTIK)
Fungsi Tumbuh-Kembang
Akal pikiran yang tertanam di dalam otak tentu memiliki alasan tersendiri – ini bukan masalah umur, tapi mengenai tumbuh kembang seorang manusia.
Penelitian mengatakan bahwa otak memerlukan asupan oksigen [dan sari makanan] lebih kurang 20% dari total kebutuhan tubuh. Karena otak memiliki tugas underground yang bergantung pada akal pikiran manusia – jika tetap berpikir, maka otak akan bekerja dengan baik.
Tidak salah lagi, berpikir adalah sebuah jaminan pemenuhan kebutuhan otak akan oksigen dan sari makanan. Maksudnya, ketika kita berpikir, secara otomatis jantung akan berdetak secara teratur, sejalan dengan tarikan nafas yang teratur juga.
Aliran darah kaya oksigen yang teratur tentu membuat kerja otak menjadi lebih baik dan optimal, karena sel-sel otak dapat beregenerasi tanpa harus mengalami kerusakan. Semakin kita berpikir, maka semakin cepat juga regenerasi sel-sel dalam otak, sehingga otak tetap segar.
Penjelasan ini akan menjawab mitos bahwa berpikir terus menerus akan membuat kita pikun. Salah besar ternyata. Jika kita tetap berpikir, ada jaminan lain bahwa kita tidak akan cepat pikun karena sel-sel otak kita hampir-hampir tidak berkarat.
Mungkin inilah salah satu alasan mengapa orang-orang yang berpikir lebih diutamakan dalam oleh Allah, dan berulang kali disebut dalam Al-Qur’an.
Fungsi Membentuk Peradaban
Tentu saja jawaban pertama yang saya ajukan sebelumnya tidak begitu lengkap, maka saya tambahkan satu fungsi lainnya. Sudah kita ketahui bahwa manusia itu ada yang being [sekedar manusia] dan ada pula yang becoming [menyadari kemampuannya untuk menciptakan keyataan-keyataan yang baru], dan inilah yang mendasari jawaban saya selanjutnya.
Basyar [Being]
Secara umum, basyar dimaknai sebagai manusia sekedar ada [being], makhluk yang sejatinya terjebak dalam status quo, static, tidak mengalami perubahan, berkaki dua yang berjalan tegak di muka bumi. Dengan kata lain, ini adalah manusia yang dilihat dari sudut fisik-biologis. Tentunya, jika dilihat dari sudut ini, manusia tidak ada bedanya dengan hewan.
Manusia yang hidup hanya untuk sekedar makan, minum, tidur, mencari nafkah, sakit, dan mati tentu tidak jauh berbeda dengan hewan. Perbuatan rendah manusia semacam sistem kompetisi [berebut pacar dan harta benda, saling menguasai dan menginjak] tidak pernah berubah. Hanya instrumennya saja yang berubah. Dulu tawuran dengan tongkat dan batu. Saat ini memakai parang dan panah.
Manusia yang hidup dengan kejahatan, kepalsuan, kecurangan, pembunuhan, sadisme, dan kekejaman jauh lebih banyak ketimbang manusia di masa lalu. Hal negatif ini merupakan representasi manusia tipe basyar yang pada dasarnya belum mampu melepaskan diri dari penjara-penjara manusia, terutama penjara natural-instingtualnya.
Insaan [Becoming]
Insaan merujuk pada makna manusia yang sesungguhnya. Ia tidak menunjuk pada manusia dalam sudut pandang manusia biologis. Insaan lebih terkait pada kualitas luhur kemanusiaan. Tidak semua manusia adalah insaan, mereka memiliki potensi untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi.
Insaan secara lebih jauh dimaknai dengan makhluk yang terus menerus maju menuju kesempurnaan. “Karakter” menjadi ini menjadikan manusia berbeda dengan fenomena lain di alam. Lebah membangun sarang dengan cara yang sama sejak jutaan tahun yang lalu, sedangkan manusia membangun rumahnya dengan cara yang berbeda dalam waktu yang cenderung singkat.
Menurut Ali Syariati, gagasan pokok tentang becoming berasal dari kata Ilaihi [Q.S. Al-Baqarah, 1 : 156] yang berarti “kepada-Nya” bukan “di dalam-Nya”, atau dengan kata lain pergerakan manusia secara permanen ke arah Allah, ke arah kesempurnaan yang ideal. Bergeraknya manusia ke arah-Nya berarti gerakan manusia secara berkelanjutan tanpa henti ke arah tahap-tahap evolusi dan kesempurnaan. Inilah yang dimaksud sebagai manusia dalam keadaan “menjadi”.
Uniknya, insaan memiliki tiga atribut pokok yakni kesadaran diri, free-will, dan kreativitas. Kesadaran diri merupakan pengalaman tentang kualitas dan esensi dirinya, dunia dan hubungan antara dirinya dan dunia serta alam. Makin tinggi kesadaran akan ketiga unsur tersebut, maka makin cepat pergerakan yang dilakukan manusia ke tahap-tahap yang lebih tinggi. Kesadaran diri membuat manusia dapat mengambil jarak dengan diri dan alam sehingga manusia tertuntun untuk menciptakan sesuatu yang bukan alam.
Free-will [kemauan bebas]
berarti memiliki kebebasan memilih, bahkan untuk memilih apa-apa yang bertentangan dengan insting naturalnya, masyarakatnya, atau dorongan-dorangan jiwanya. Kebebasan memungkinkan manusia untuk melakukan perubahan ke tingkat tertinggi kemanusiaannya, menerobos sekat-sekat alam, masyarakat, sejarah, dan “ego”nya.
Kreativitas [daya cipta]
dimaknai dengan kemungkinan-kemungkinan untuk menemukan berbagai benda, alat-alat, dari yang paling kecil hingga yang paling kolosal, karya-karya industrial da seni yang tidak disediakan oleh alam. Pembuatan barang tersebut dilakukan oleh insaan karena alam tidak menyediakan segala hal yang dibutuhkannya.
Ketiga sifat insaan tersebut terwujud dalam bentuk al-ilm [ilmu] yang [sewajarnya] dapat membebaskan manusia dari kungkungan alam, sejarah, dan masyarakat. Dengan ilmu, insaan dapat memahami hukum-hukum yang berlaku di alam, masyarakat, dan sejarah, sehingga ia mampu utuk melepaskan diri dari tiga penjara tersebut bahkan dapat merekayasa ketiga determinan itu.
Sementara itu, penjara terakhir manusia [ego/nafs/diri], tidak dapat dilawan dengan ilmu, melainkan dengan cinta – yang memiliki kekuatan untuk mendorong manusia agar dapat menolak, memberontak, dan mengorbankan diri demi suatu cita-cita atau orang lain.
Jadi, secara singkat, manusia berevolusi kepada kesempurnaan yang berbekal tiga sifat dasarnya. Tiga sifat yang bentuk nyatanya adalah ilmu, adalah instrumen pembebasan manusia dari tiga penjawa manusia, yakni penjara alam, sejarah, dan masyarakat. Sedangkan penjara terakhir [ego] dilawan dengan cinta kasih. Kemerdekaan dari empat determinan itu mengantarkan manusia ke puncak kesempurnaan kemanusiaannnya.
Penjelasannya begini – mengambil intisari dari kata-kata Pramoedya Ananta Toer – manusia sejatinya tidak boleh sekedar berpaku pada kenyataan-kenyataan yang ada, melainkan harus membuat kenyataan-kenyataan baru. Sampai di sini, jelas sudah bahwa research dan inovasi adalah penting adanya.
Kita tidak mungkin tetap berpikir jika tidak ada hal yang benar-benar penting dan urgent. Terlebih, tanpa cinta, kedua hal tersebut benar-benar tidak akan ada. Tidak hanya pada kekasih, kecintaan pada ilmu pengetahuan yang kita dalami pun harus ditumbuhkan.
Walau harus menjalani fase-fase yang terkadang menyakitkan, dengan cinta kita akan dengan senang hati untuk menjalaninya. Tidak salah lagi, the best job is the job you loved. Jika kita mencintai sesuatu, maka kita akan bersungguh-sungguh mengeksplorasinya.
Maka, terjadilah! Kita akan dengan senang hati melakukan research dan menciptakan inovasi karena kita menyadari bahwa tidak ada buatan manusia yang sempurna dan memang fitrah seorang manusia untuk menggapai kesempurnaan hidup dan kehidupan setelah mati.
Jika saja ini terjadi pada setiap diri manusia, setidaknya di negeri ini, mungkin sejarah akan berubah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Semakin banyak pikiran, tentu prefrontal cortex tidak bisa menanganinya sekaligus. High process akan dipindahkan ke sistem limbik untuk di-proses secara background dan jika sudah terjadi, akan sulit untuk menariknya kembali ke prefrontal cortex.
Saya katakan sulit karena dua alasan. Asalan pertama masalah mood, dan kedua adalah masalah Jumping Minds1 yang kerapkali melanda akal pikiran.
Maka, salah satu cara untuk memertahankan jalur pikiran adalah dengan cara menulis. Akan lebih mudah untuk menarik proses dalam emosi melalui sebuah tulisan.

0 komentar:

 
Copyright © . pepaya boyolali - Posts · Comments
Theme Template by pepaya-boyolali · Powered by Blogger