Obyek Pikir Beribadah
Saya akan mengajak
anda untuk melihat bagaimana agama-agama atau sekte memahami Tuhan dengan pengertian
menurut kesadarannya, dan menjadikan kesadaran itu sebagai objek pikir atau
dzikir (kesadaran )
Di dalam kitab Bhagavad gita, sloka 2.61
Orang yang mengekang dan mengendalikan indria-indria sepenuhnya
dan memusatkan kesadarannya sepenuhnya kepada-Ku, dikenal sebagai orang yang
mempunyai kecerdasan yang mantap Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami
Prabhupada memberikan tafsiran sebagai berikut :
Dalam ayat ini , dijelaskan bahwa paham tertinggi kesempurnaan
yoga ialah kesadaran Sri krisna. Kalau seseorang belum sadar akan Krisna, sama
sekali tidak mungkin ia mengendalikan indria-indria. Sebagaimana dikutip
diatas, seorang resi yang hebat yang bernama Durvasa Muni pernah memaki
Maharaja Ambarisa, dan marah karena rasa bangga walaupun itu tidak diperlukan.
Karena itu Duvasa Muni tidak dapat mengendalikan indria-indrianya. Dipihak lain
walaupun Maharaja Ambarisa menahan diri terhadap hal-hal yang tidak adil yang
dilontarkan oleh resi itu. Dengan demikian akhirnya Maharaja Ambarisalah yang
menang. Maharaja Ambarisa dapat mengenalikan indria-indrianya karena
kualifikasi-kualifikasi berikut :
Maharaja Ambarisa memusatkan pikirannya kepada kaki padma Sri
Krisna, dan menjadikan kata-katanya tekun dalam menguraikan tempat tinggal
Krisna, tangannya digunakan untuk membersihkan tempat sembahyang kepada Krisna,
matanya dalam memandang bentuk Krisna...
Kemudian didalam sloka 2.62
Selama seseorang merenungkan objek-objek indria-indria, ikatan
terhadap objek-objek indria itu berkembang. Dari ikatan seperti itu
berkembanglah hawa nafsu, dan dari nafsu timbullah amarah.
Penjelasan : orang yang belum sadar akan Krisna mengalami
keinginan duniawi selama ia merenungkan objek-objek indria. Indria-indria
memerlukan kesibukan yang nyata, dan kalau indria-indria tidak digunakan dalam
cinta bhakti rohani kepada Tuhan, maka indria-indria pasti akan mencari
kesibukan dalam pengabdian kepada keduniawian. Di dunia material, semua
kepribadian, termasuk pula Siva dan Brahma apa lagi dewa-dewa lain di
planet-planet surga mengalami pengaruh objek-objek indria, dan satu-satunya
cara untuk keluar dari teka-teki kehidupan material tersebut ialah menjadi
sadar akan Krisna.
Dewa Siva bersemadi dengan khusyu, tetapi ketika Parvati
menggoyahkannya untuk kesenangan indria-indria, Siva mengabulkan permintaan
itu, dan sebagai akibatnya Kartikeya lahir !!...
Reaksi-reaksi karma adalah debu yang menutupi cermin kesadaran
rohani kita yang asli dan murni. pengaruh buruk tersebut hanya dapat
dihilangkan dengan mengucapkan mantra Krisna, yang terdiri dari nama-nama Tuhan
dalam bahasa Sanskerta.
Hare Krisna, Hare Krisna,
Krisna Krisna, Hare Hare
Hare Rama, Hare Hare
Didalam Visnu-dharma dinyatakan, kata Krisna ini begitu suci
sehingga siapapun yang mengucapkan nama suci ini segera menghilangkan tindakan
reaksi kegiatan yang berdosa dari banyak penjelmaannya. Didalam Brhan Naradiya
Purana, ucapan mantra Hare Krisna di puji sebagai cara yang paling sederhana
untuk mencapai pembebasan pada zaman kemerosotan sekarang.
Akan tetapi, mantra Hare Krisna harus diterima dari seorang guru
kerohanian yang dapat di percaya dalam garis perguruan yang turun temurun dari
Sri Krisna sendiri agar mantra itu manjur ( dalam istilah tharikat sebagai Guru
Mursyid dan memiliki sanad atau silsilah langsung dari Rasul ). Hanya dengan
karunia dari seorang guru kerohanian yang memiliki kualitas seperti itu
seseorang dapat menjadi bebas dari peredaran kelahiran dan kematian... (Praktek
meditasinya ialah meninggalkan aktifitas indria, atau mengabaikan gejolak
ketubuhan menuju kesadaran yang bukan fisik yaitu kesadaran jiwa yang luas
dengan dihantar mantra hare Krisna berulang-ulang ).
Didalam ajaran Budha disebutkan, konsep dari personalitas ego
adalah sesuatu yang digambarkan oleh pikiran yang diskriminatif yang harus di
tinggalkan. Di lain pihak, Budha alami adalah sesuatu yang tidak bisa di
diskriminasikan dan harus di selidiki di satu rasa bukanlah ego dalam rasa 'Aku
dan kepunyaanku" (The teaching of Buddha).
Penjelasan : didalam bermeditasi kita harus meninggalkan sesuatu
yang digambarkan oleh pikiran atau sesuatu yang bisa dijangkau oleh pikiran.
Di dalam ajaran Taoisme dikatakan, agar dapat menyatu (sampai)
dengan ketunggalan besar (baca: Tuhan Yang Maha Besar) manusia bijaksana harus
mengatasi serta melupakan pemilahan diantara barang sesuatu dengan barang yang
lainnya. Jalan untuk dapat bersikap demikian ialah dengan mengesampingkan
pengetahuan (baca: meninggalkan aktifitas fisik ) dan merupakan metode yang di
pakai oleh kaum Tao untuk mencapai sikap bijaksana. Akan tetapi kaum Tao
didalam memuja Tao menggunakan perantara lambang-lambang (materi) sebagai batasan
berpikirnya.
Konsep ketuhanan kaum Kristiani yang di kenal dengan istilah
Trinitas, bertentangan dengan ajaran Injil yang mengatakan bahwa : Dengarlah
olehmu wahai Israil sesungguhnya HUA Allah kita, HUA itu Esa adanya ( Ulangan
pasal 6 ayat 4 )
Pada ayat lain Ulangan pasal 4 ayat 35 disebutkan :
Maka kepadamulah ia itu ditunjuk, supaya diketahui olehmu bahwa
Tuhan itu Allah, dan kecuali Tuhan yang Esa tiadalah yang lain lagi.
Maka sebab itu besarlah Engkau, Ya Tuhan Allah karena tiada yang
dapat disamakan dengan dikau dan tiada Allah melainkan Engkau sekedar yang
telah kami dengar dari telinga kami ( kitab Samuel yang kedua pasal 7 ayat 22)
Di ayat ini dijelaskan bahwa Yesus sendiri menghadapkan
kata-katanya kepada Allah, bahwa tiada yang dapat disamakan dengan Allah ~
laisa kamistlihi syaiun ( tidak sama dengan makhluknya )
Kaum Kristiani agaknya kurang memperhatikan bahwa istilah
"anak Allah dalam bahasa kitab injil hanyalah sebagai kiasan orang yang
sangat dicintai oleh Allah atau orang yang sangat berbakti kepada Allah seperti
ayat-ayat berikut ini :
Dawud Anak Allah yang sulung (Mazmur, pasal 89 ayat 27 )
Yakub (Israil ) adalah anak Allah yang sulung (Keluaran pasal 4
ayat 22 dan 23 )
Afraim adalah anak Allah yang sulung (Yeremia pasal 31 ayat 9 )
Berbahagialah segala orang yang mendamaikan orang karena mereka
itu akan disebut anak-anak Allah (Matius, pasal 5 ayat 9 )
Akan tetapi karena sudah terlalu kuat doktrin Yesus sebagai anak
Allah dan sekaligus Tuhan Allah itu sendiri, sehingga tidaklah terlalu sulit
bagi kaum kristiani didalam beribadah karena pusat konsentrasinya langsung
kepada Yesus atau gambaran Yesus sebagai anak Allah. Ada satu titik focus yang
mudah dibayangkan !!
Konsep pembayangan sesuatu sebagai batasan obyek pikir (dzikir),
dibolehkan oleh sebagian ulama Islam yang menganjurkan muridnya membayangkan
wajah seorang guru spiritual (ada yang berpendapat, pengaruh Hindu sangat
kental karena adanya washilah yang didalam agama Hindu disebut bethara/afathara
- perantara) dengan diiringi bacaan laailaha illallah berulang-ulang (baca :
wirid) dengan menempatkan pikiran atau menghunjamkan lafadz dzikir tadi kepada
arah tempat lataif tujuh (dalam yoga disebut cakra). Praktek dzikir yang
dilakukan adalah menjadikan lafadz sebagai mirip mantra yang di ucapkan dengan
suara keras (jahar). Dengan ucapan Laa dari bawah pusat dan diangkatnya sampai
ke otak dalam kepala, sesudah itu diucapkan ilaaha dari otak dengan
menurunkannya perlahan-lahan kebahu kanan. Lalu memulai lagi mengucapkan
illallah dari bahu kanan dengan menurunkan kepala kepada pangkal dada sebelah
kiri dari berakhir pada hati sanubari dibawah tulang rusuk lambung dengan
menghembuskan lafadz nama Allah sekuat mungkin sehingga terasa geraknya pada
seluruh badan seakan-akan diseluruh bagian badan amal yang rusak itu terbakar
dan memancarkan Nur di dalam badan dari seluruh badan yang baik dengan Nur
Allah ~ (di nukil dari kitab Miftahus shudur . susunan Shohibul Wafa tajul
'Arifin Bab II tentang Dzikir halaman 23 )
Setelah kita melihat konsep beberapa agama didalam mengarahkan
objek pikirnya, ada sesuatu yang bersifat universal yang ingin saya ungkapkan,
baik segi psikologis maupun dari segi fisiologis. Yang sangat berkaitan sekali
dengan kekuatan pikiran atau daya khayal pada proses meditasi atau mengingat
sesuatu (dzikir).
Didalam agama-agama besar pada dasarnya mengakui bahwa Tuhan itu
tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu atau tidak bisa dipersepsikan seperti
apa dan bagaimana.
Akan tetapi pengaruh agama-agama primitif dimasa Yunani Kuno
ataupun Mesir kuno yang mentasybihkan (menyerupakan) Tuhan memiliki Istri, anak
atau saudara seperti manusia atau menggambarkan wujud Tuhan sesuai dengan
tingkat kesadarannya. dan merupakan alasan mereka sebagai media untuk menghantarkan
kepada Tuhan yang Esa tersebut, dan mereka beralasan bahwa ia tidak menyembah
berhala akan tetapi hanya sebagai perantara atau pemusatan pikiran.
Sri Krisna, Budda, Kristus merupakan perwujudan Tuhan itu sendiri
sehingga kaum yang kesadarannya sampai pada batasan ini akan terhalang karena
ada bentuk selain Tuhan itu (terhijab), akibatnya objek pikiran kita berhenti
kepada alam yang masih bisa kita bayangkan (dalam bahasa Islam disebut Syirik).
Kalaulah akhirnya sang Meditator mendapatkan pengalaman rohani atau pencerahan,
sebenarnya hal itu hanyalah fenomena yang memang kerap terjadi kepada siapa
saja yang mengolahnya dengan baik, karena didalam kejiwaan manusia memiliki
sesuatu yang bersifat universal, misalnya ketenangan, kedamaian hati, gelisah,
cinta, rindu, dan bisa lebih dalam lagi memasuki pengalaman spiritual seperti
keluarnya ruhani dari tubuh (raga sukma) atau moksa dalam bahasa Hindu, dan
banyak lagi kelebihan-kelebihan itu yang merupakan potensi yang sudah
disediakan oleh Tuhan kepada seluruh manusia dan bersifat universal.
Islam hadir untuk meluruskan persepsi tentang Tuhan (tauhid),
karena apabila Tuhan digambarkan seperti apa yang dipikirkan maka jiwanya
berhenti pada benda itu dan tidak masuk kepada keadaan transenden yang
sebenarnya (hakikatnya). Kenyataan yang diperoleh sebenarnya hanyalah fenomena
kejiwaan yang bersifat alami ~ tidak bisa dijadikan klaim sebuah ajaran agama
tertentu, sebab fenomena itu ada pada setiap manusia, seperti halnya mimpi,
senang, bahagia, tenang, loncatan psikologik, telepati, energi, psikokinetik
dan ekstase !! Sebab kalau landasan fenomena di jadikan klaim agama tertentu,
maka kita akan menafikan agama tersebut manakala kita mengalami fenomena yang
sama tanpa melakukan petunjuk dari agama yang disebutkan. Misalnya, ada
seseorang yang mengamalkan suatu wiridan kemudian ia mendapatkan kelebihan yang
menakjubkan seperti kasyaf (clairvoyance) atau pendengaran gaib
(clairaudience). Fenomena ini bisa terjadi terhadap siapa saja atau penganut
agama apa saja apabila ia melakukan amalan pada prinsip yang sama, yaitu olah
jiwa yang universal. Dengan demikian, saya ingin mengajak anda untuk melihat
fenomena apa yang terjadi apabila orang melakukan meditasi, wirid, dzikr atau
bertapa. Bagi mereka yang menjalani laku tersebut akan mendapatkan kenikmatan, kedamaian,
kekuatan jiwa, kekuatan berpikir, dan ketahanan tubuh yang melampaui orang
biasa. Bagi orang awam, hal tersebut dijadikan sebuah klaim kebenaran ketuhanan
menurut presepsinya. Fenomena tersebut tidak sekali-kali menunjukan kebenaran
dari suatu agama atau paham, sekali lagi tidak !!, karena kebenaran ketuhanan
atau sebuah agama tidak bisa diukur karena fenomena kejiwaan, sebab setiap
orang memiliki potensi tersebut. Tidak sedikit orang atheis mampu melakukan hal
yang luar biasa tanpa harus beragama. Banyak orang yang melakukan latihan
konsentrasi kepada benda atau satu titik hitam, sebuah lilin yang menyala atau
menggagas sesuatu didalam pikiran, akan menimbulkan dampak loncatan kejiwaan
yang luar biasa, tanpa harus berbuat amal shaleh, tekun beribadah, karena
kekuatan itu ada secara fitrah (natural) yang sudah tersedia dalam potensi jiwa
itu sendiri. Untuk itu saya ingin membicarakan hal ini secara objektif, tanpa
anda klaim dari doktrin agama tertentu.
Mari kita memperhatikan bukti ilmiah mengenai fenomena kejiwaan
yang berkaitan dengan fisiologis yaitu telaah neurologi, psikologi dan
antropologi.
Penelitian oleh ahli neurology Michael Persinger diawal tahun
1990-an, dan juga penelitian yang lebih baru pada tahun 1997 oleh neurolog VS.
Ramachandran bersama timnya di Universitas California mengenai adanya Titik
Tuhan (God Spot) dalam otak manusia. Pusat spiritual yang terpasang ini
terletak diatara hubungan-hubungan saraf dalam cuping-cuping temporal otak.
Melalui pengamatan terhadap otak dengan topografi emisi, positron, area-area
syaraf tersebut akan bersinar manakala subjek penelitian diarahkan untuk
mendiskusikan topik spiritual atau agama. Reaksinya berbeda-beda sesuai dengan
budaya masing-masing, yaitu orang-orang barat menanggapi penyebutan Tuhan,
orang Buddha dan masyarakat lainnya menanggapi apa yang bermakna bagi mereka.
Aktivitas cuping temporal tersebut selama beberapa tahun telah dikaitkan dengan
penampakan-penampakan mistis para penderita epilepsy dan pengguna obat LSD.
Penelitian Ramachandran adalah penelitian yang pertama kali menunjukkan bahwa
cuping itu juga aktif pada orang normal. Titik Tuhan tidak membuktikan adanya
Tuhan, tetapi menunjukkan bahwa otak telah berkembang untuk menanyakan
pertanyaan-pertanyaan pokok, untuk memiliki dan menggunakan kepekaan terhadap
makna dan nilai yang lebih luas (SQ oleh Danah Zohar dan Ian Marshall terj.
Jalaluddin Rakhmat hal 10 )
Jelas sekali hasil penelitian selama ini penampakan mistis (ghaib)
bisa terjadi kepada penderita epilepsy dan pengguna obat LSD. Juga bisa terjadi
kepada orang yang kehabisan oksigen pada otaknya. Akan tetapi peristiwa mistik
yang terjadi kepada orang-orang karena keadaan fisik dan mentalnya yang
terganggu berbeda dengan keadaan orang yang keadaannya sadar dan menyengaja
untuk mencapai keadaan zerro mind atau keadaan ujung dari pemikiran. Seperti
melalui latihan kejiwaan yang mengkonsentrasikan kepada benda-benda atau
mengulang kalimat suci, atau mengolah rasa mengikuti dengungan suara seperti
suara benda dari logam atau kayu yang dipukul tiiiiing…….. tiiiiiiing atau tuk
~ tuk ~ tuk ~ tuk ~ tuk. Ada juga yang menggunakan cara menghembuskan suara dari
mulutnya pelan-pelan kemudian pikiran mengikuti suara itu sampai sayup-sayup ….huuuuuu….
huuuuuu…. huuuuuuuuuu, Hummmmmmm…. hummmmmmm,
Aumm…. Aumm… Ada juga yang
berkonsentrasi membayangkan wajahnya sendiri (melalui cermin atau
menghayalkan), menghadirkan wajah guru suci, wajah dewa ruci, wajah orang yang
dikultuskan dll. Semua dilakukan bertujuan untuk meninggalkan kesadaran fisiknya
~ yaitu pengabaian aktifitas fisik, dengan demikian jiwa berada dalam keadaan
lebih tinggi dari pada keadaan kesadaran fisik yang terbatas, oleh tangan
pikiran, mata, telinga, dll.
Ada sebuah prinsip yang sama (universal) dalam hal melepaskan
ikatan kesadaran fisik (nafsu / indra-indra) menuju kesadaran lebih tinggi
(dalam hal ini kesadaran bertingkat-tingkat tergantung dari apa yang mereka
peroleh dari doktrin pengetahuannya) ~ kondisi ini hampir mirip dengan kejadian
menjelang tidur, yaitu saat keadan fisik kita lelah, mata tidak lagi ingin
melihat, telinga tidak lagi ingin mendengar, perut tidak ingin lagi makan,
pikiran berhenti dalam satu titik ujung tidak ada aktifitas mental, maka
keadaan menjadi sangat hampa atau hening ~ sayup-sayup pikiran berhenti dan
tiba-tiba keadaan menjadi berubah. Kita berada dalam alam baru, yaitu mimpi ...
mimpi merupakan pengalaman rohani yang dilalui oleh mental yang tidak memiliki
objek pikir yang jelas. Akan tetapi ia telah terlepas dari ikatan nafsunya,
sehingga ia memasuki alam tersebut…
Apabila orang lebih tinggi lagi mempertahankan kesadarannya
didalam bermeditasi, kemudian ia menyengaja untuk menon-aktifkan
nafsu-nafsunya, akan terasa sekali lirihnya rasa menjadi sangat tenang ~
pikiran bersih dan bening ~ pada saat itulah kita akan mengetahui loncatan jiwa
kita menuju alam yang baru (kesadaran baru), bukan mimpi akan tetapi
benar-benar sadar !! disana kita masih bisa berpikir dan masih ingat sesuatu
dengan sadar, atau terkadang kita melihat tubuh kita sendiri sedang tidur.
Pada prinsipnya adalah bagaimana kita menonaktifkan fisik secara
sadar. Kalau hanya sampai batasan alam-alam ini, sebenarnya sangat mudah
dilakukan, karena cukup berkonsentrasi kepada mantra, benda, dll. ~ anda akan
mengalami loncatan jiwa. Akan tetapi akan sangat berbahaya bagi orang yang
mengalami loncatan jiwa, jika dia tidak mengetahui mau kemana jiwa setelah
keluar dari ikatan tubuhnya ?? Orang inilah yang sering disebut para normal,
dukun, skizofrenia (gangguan mental, ia juga mengalami pandangan-pandangan mistik,
sehingga terkadang seperti kedatangan Syekh Sunan Kali Jaga, Syekh Abdul Qadir
Jaelani, Imam Mahdi, bahkan mengaku Yesus Kristus dll).
Islam melarang menggunakan objek pikir dengan media benda-benda,
karena akan menyebabkan kita tidak bisa bertemu dengan ghaib yang sebenarnya.
Yaitu yang tidak bisa dibayangkan oleh pikiran, rasa, maupun hati. Akan tetapi
jika objek pikirnya atau medianya adalah benda-benda, maka anda akan menemui
sesuatu yang masih bisa diceritakan atau digambarkan, seperti alam yang sangat
luas tak terbatas ~ suasana yang tenang ~ alam-alam yang mirip dengan alam
disini (dunia), dan banyak sekali alam yang akhirnya menjebak kita kepada
kesesatan. Biasanya orang yang masuk wilayah alam ini ia tidak bisa
menguasainya karena jiwanya dikuasai oleh alam itu… seperti orang bermimpi, ia
tidak kuasa dengan keadaan yang mencekam ketika dikejar-kejar anjing, bermimpi
ketemu orang yang menakutkan dll.
Bermeditasi pada prinsipnya adalah menonaktifkan ikatan tubuh.
Seperti disebutkan pada ayat-ayat diatas, pada prinsipnya jiwa dihantar menuju
titik Tuhan (God Spot) yang ada dalam otak manusia. Titik Tuhan bukanlah Tuhan,
tetapi kepada titik Tuhan inilah jiwa dihantar melalui rasa ~ dari yang paling
kasar ~ seperti menghentakkan suara sekeras-kerasnya sampai suara yang paling
halus, bahkan tidak menggunakan kata-kata ~ ia hanya mengikuti irama rasanya,
namun pikiran tertuju kepada batasan ruang antara pikiran dan bukan pikiran.
Para filosof menyebutnya alam idea atau alamnya makna dan intuisi ~ hal ini
terjadi kepada bayi. Bayi tidak memiliki pikiran seperti kita, akan tetapi ia
melakukan seperti apa yang kita pikirkan ~ ia menangis jika merasa tidak enak,
atau tertawa jika ia merasa senang dan ia mengetahui bukan melalui pikirannya,
akan tetapi melalaui intuisi atau ilham, karena sang bayi tidak pernah belajar
bagaimana harus minum, makan, tersenyum, tertawa, menolak dst, akan tetapi ia
berada dalam ujung pikiran (tidak ada pikiran / zerro mind). Rasulullah
Muhammad disebut ummi (tidak bisa membaca dan tidak mengenal tulisan), karena
bukan dari hasil buah pikiran atau merangkai pengalaman sebelumnya. Rasulullah
memberikan gambaran orang yang sehabis berpuasa dibulan Ramadhan seperti bayi
yang baru dilahirkan. Karena selama satu bulan penuh manusia diwajibkan untuk
melepaskan atau tidak memperturutkan aktifitas fisiknya (hawa nafsunya /
indria-indria). Jika hal ini berhasil maka orang tersebut akan mencapai
fitrahnya atau kesejatian dirinya (iedul Fitri), berarti kita dipaksa untuk
melepaskan pikirannya untuk mencapai yang bukan pikiran yaitu intuisi atau
ilham seperti bayi !!
Ambang batas yang dituju orang untuk mencapai intuisi dan keadaan
ujung, telah saya ungkapkan diatas bahwa mereka menghantar melalui rasa
kesadaran diperoleh dari pengalaman dan pengajaran dari suatu agama atau
filsafat hidup.
Secara konkrit saya akan memberikan ilustrasi bagaimana yang
disebut kesadaran menurut beberapa aliran di dunia spiritual.
Ada beberapa orang yang menyadari (bisa disebabkan karena
pengalaman atau dari informasi) ketika orang melihat mobil yang bergerak, ada
beberapa kesadaran yang memberikan pendapatnya dan pendapat itu benar adanya.
Akan tetapi kebenarannya belum tentu bisa dikatakan kebenaran mutlak, karena
masih belum mencapai hakikatnya.
Ada yang berpendapat mobil itu bergerak karena digerakkan oleh
rodanya.(pikirannya berhenti kepada pendapat ini). Setelah ditelusuri lebih
tinggi lagi, ternyata yang menggerakkan mobil itu adalah mesin yang berada
diatas roda-roda dan bukan roda-roda itu. Selanjutnya apa yang menggerakkan
mesin itu, maka akan kita temukan sebuah piston yang bergerak cepat,.....
kemudian mengapa piston itu bisa bergerak, karena ada ledakan yang dipicu oleh
loncatan listrik, dari ledakan itu kita telusuri ternyata berasal dari bahan bakar
(bensin atau solar), yang menjadi penyebab semuanya bergerak. Sampailah ke
titik ujung pikiran kita, yaitu bensin (bahan bakar). (ilustrasi ini
menggambarkan orang yang bermeditasi dibatasi oleh gambaran pikirannya ).
Sampai disini sebenarnya kita ketinggalan satu kesadaran, yaitu
siapa yang merencanakan itu semua ??? Siapa yang memiliki ide cemerlang itu,
dialah sang kreator, yang seharusnya menjadi ujung pikiran kita dan bukan
kepada bensin, karena bensin masih berupa batasan (hijab) yaitu titik ambang !!
Akan tetapi sang kreator berada diatas atau diluar titik dan meliputi segala
komponen yang diciptakan. Wujud sang kreator tidak sama seperti ciptaannya. Ia
bukanlah energi, ia bukan bensin, ia bukan piston, ia bukan roda, ia bukan
mobil. Ia adalah pencipta atau sang kreator yang tidak sama dengan mobil
seisinya. Inilah objek pikir kita mengenai pencipta mobil. Ialah yang akan kita
ingat, kita kenang, kita puji dan kita hargai. Bukan kita berkonsentrasi kepada
bensin, piston, atau lebih rendah seperti roda-roda.
Inilah gambaran islam mengenai objek dzikir. Kita mempertahankan
kesadaran bahwa Wujud Allah tidak sama dengan makhluknya, tidak perlu
menggunakan perantara atau washilah apapun bentuknya karena ia akan menghijab
dzikir kita. Kesadaran kita menafikan segala sesuatu selain Allah yaitu laa
ilaaha illallah. Sadarkan pikiran kita bahwa Allah itu ada, bahwa Dia dekat,
bahkan lebih dekat dari urat leher ~ mulailah menyebut Nama Allah. Namun
pikiran kita tertuju kepada Wujud Yang tidak sama dengan makhluknya (Pada saat
itu anda harus cepat menafikan / menghilangkan keadaan apapun selain Allah)
pikiran anda harus berada diatas ujung pikiran/zero mind, karena Allah yang
akan menyambut anda dengan ingatan-Nya, karena Allah berfirman, jika engkau
mengingat Aku, Akupun Akan merespons ingatanmu (fadzkuruni adzkurukum),
tetapkan kesadaran anda kepada Yang Tidak terbayangkan, karena apa yang bisa
dibayangkan adalah makhluk…sekalipun itu malaikat, syetan, Jin atau alam-alam
ciptaan-Nya...
Kalau jiwa anda menuju kepada Yang Tak Terjangkau maka anda akan
terbebas dari pengaruh-pengaruh alam-alam maupun dari makhluk-makhluk ciptaan,
karena anda menuju kepada bukan ciptaan ~ yaitu YANG MAHA.MUTLAK.
Peristiwa ini dicatat dalam Alqur'an bahwa Musa telah menemukan
gambaran Allah, yang tidak sama dengan makhluk-Nya, tidak bisa diperbandingkan,
tidak seperti konsepsi pikiran, rasa maupun hati ~ karena semua alam akan
hancur (fana) tatkala mempersepsikan IA yang sebenarnya .
Dan tatkala Musa datang (untuk munajat) dengan Kami, pada waktu
yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya.
Berkatalah Musa : "Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku. Agar aku
dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman : "kamu sekali-kali
tidak sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu maka jika ia tetap
ditempatnya (sebagaimana sedia kala) niscaya kamu dapat melihat-Ku".
Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu
hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan, maka setelah Musa sadar kembali dia
berkata: "Maha suci Engkau , dan aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang
yang pertama-tama beriman … (QS. 7:143)"
Musa digambarkan pingsan. Seperti apakah keadaan orang pingsan itu
?? Apakah orang pingsan itu mengetahui keadaan alamnya pingsan ? Mungkin anda
akan menjawab tidak mengetahui apa-apa, atau tidak melihat apa-apa. Baiklah
saya akan mengajukan pertanyaan kepada orang yang pingsan, sbb :
Tanya : "Tolong ceritakan bagaimana rasanya pingsan?"
Jawab : "Tidak ada rasa apa-apa tidak ada sedih, tidak ada
rasa senang, tidak ada gelisah.
Tanya : "Apakah anda bisa mendengarkan suara-suara ?
Jawab : "Tidak ada apa-apa yang bisa saya dengar."
Tanya : "Apakah anda bisa melihat sesuatu ? "
Jawab : "Sama sekali tidak bisa , yang jelas tidak tahu
!"
Tanya : "Apakah bedanya orang pingsan dengan orang yang tidur
?"
Jawab : "Oh jelas sekali berbeda … Kalau orang tidur kita
masih bisa melihat sesuatu seperti mimpi dibunuh orang, bercumbu dengan wanita
dll, hal ini berbeda dengan orang pingsan, karena keadaannya benar-benar tidak
ada apa-apa, tidak ada kesadaran diri sama sekali, tidak ada mimpi, keadaannya
kosong …..
Demikian kira-kira wawancara kita dengan orang yang baru siuman
dari pingsan. Kita telah memperoleh data, bahwa ia mengetahui keadaan pingsan ~
disana tidak ada rasa, tidak ada pikiran, tidak ada gelisah, tidak ada senang ~
dan bisa membedakan keadaan pingsan dan keadaan tidur. Berarti ia mengetahui
keadaan pingsan secara hakiki, seperti halnya Nabi Musa mengalami pingsan
tatkala Allah menampakkan diri terhadap gunung. Gunungpun tidak mampu memuat
Wujud Allah Yang Hakiki lalu hancur.
Pada penampakan itu, pikiran Musa tidak lagi mampu mempresepsikan
sesuatu, rasa tidak lagi memuat ungkapan, mata tidak lagi mampu menangkap
gambaran itu, dan hati tidak memiliki kemampuan bercerita tentang keadaan-Nya.
Karena, alat-alat rohani kita terlalu kecil bila dibandingkan dengan keluasan
dan kebesaran Wujud-Nya. Maka berhentilah rasa, pikiran, hati, maupun jiwa,
sebab bukan alat yang mampu mengukur keadaan Wujud-Nya !!
Musa telah melihat Allah, karena Musa melihat tidak menggunakan
alat-alat rohaninya. Akan tetapi Musa menggunakan ketiadaannya (kefanaan diri
).
0 komentar:
Post a Comment