Monday, 10 February 2014

Transenden (Biasanya digunakan untuk menunjukkan kepada rasa iman atau rasa percaya terhadap sesuatu yang abstrak/tidak kasat mata. Dalam harfiahnya transenden artinya sesuatu yang utama atau yang hakiki. Dan rasa iman adalah rasa yang harus dirasakan oleh kehakikian jiwa bukan kepura-puraan, atau sebatas kepercayaan pada fikiran saja)

Transenden

Sering kita mendengar kata transenden, yang di pergunakan untuk menunjukkan rasa yang dalam atau rasa rohani. Biasanya digunakan untuk menunjukkan kepada rasa iman atau rasa percaya terhadap sesuatu yang abstrak/tidak kasat mata. Dalam harfiahnya transenden artinya sesuatu yang utama atau yang hakiki. Dan rasa iman adalah rasa yang harus dirasakan oleh kehakikian jiwa bukan kepura-puraan, atau sebatas kepercayaan pada fikiran saja. Hal ini oleh Rasulullah disebut kaum yang tunduk pada tatanan hukum syariat belum masuk ke tahapan kaum mukmin …demikian Alqur'an menjelaskan secara tuntas pebedaannya !!
"Orang-orang Badwi itu berkata : kami telah beriman. Katakanlah (kepada mereka) kamu belum beriman, tetapi katakanlah : kami telah tunduk (Aslamna/ kami baru berislam/ muslim), karena iman itu belum masuk kedalam hatimu". ( QS. Al Hujuraat:14 )
Kata 'aslamna' menunjukkan sebuah pernyataan telah tunduk, artinya telah menerima semua aturan islam secara keseluruhan (Alqur'an dan Al hadits), akan tetapi rasa iman itu belum bisa dirasakan karena baru masuk pada tahapan percaya dalam logika kebenaran bukan keimanan (yang di rasakan dalam hati).
Hal ini saya kaitkan dengan keadaan yang dirasakan oleh orang yang sudah memasuki keimanan dalam hatinya :
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil , dan dari orang-orang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila di bacakan ayat-ayat Allah maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis". (QS. Maryam:58)
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman kepada Tuhannya" ( QS. Al Anfaal:2 )
Anda telah membaca kedua ayat diatas, maksudnya anda telah mendapatkan data-data diatas dengan benar dari kitab yang suci. Untuk itu anda disebut telah mempercayai dengan logika ilmu syariat, maka anda masuk golongan yang mempercayai adanya kebenaran syariat tersebut. Orang yang mempercayai dan melaksanakan nash ini disebut muslim (telah tunduk kepada peraturan)...
Kemudian anda mencoba untuk melakukannya lebih khusus dan dalam, sehingga anda mendapatkan karunia rasa dalam hati anda berupa getaran jiwa dan menangis tatkala disebut nama Allah... dalam hal ini telah memasuki rasa iman yang muncul dari rohani anda,... maka anda membenarkan adanya ayat-ayat diatas dengan pengalaman langsung dirasakan oleh jiwa anda. Pengalaman rohani ini termasuk keimanan dan merupakan cirri-ciri jiwa yang telah mendapatkan karunia dari Allah. Pengalaman rohani berupa iman inilah yang saya maksud dengan transcendent... yang di dalam bahasa tasawuf disebut pengalaman haqul yakin (keyakinan secara benar/haq), yaitu merasakan keimanan secara langsung dan dibenarkan oleh nash Alqur'an,... bukan hasil dari 'katanya' orang lain, serta bukan dari hayalan pikiran.
Bagaimanakah cara seseorang bisa atau apa ciri-ciri seseorang yang sudah tergolong menerima Allah sebagai Tuhan secara transenden itu ??
Sudah saya sebutkan diatas, bahwa seseorang yang telah menerima data dengan lengkap serta telah melaksanakan syariat, akan tetapi belum tentu dia merasakan keimanan secara langsung dalam hatinya, karena iman yang langsung itu merupakan karunia dari Allah…dan harus dicapai dengan sering mendekat kepada Allah setiap saat agar Allah membukakan hati kita untuk menerima hidayah berupa iman itu.
Jika anda merasakan getaran dan menangis tatkala disebut nama Allah, itu merupakan pengalaman transcendent, ... dan biasanya pengalaman anda dibenarkan atau di dasari oleh Alqur'an dan dirasakan oleh pendahulu-pendahulu kita baik ulama maupun para wali-wali yang telah mengalami langsung. Pengalaman ini kadang menjadi aneh dan asing bagi yang tidak pernah merasakan, sehingga orang yang menangis ketika shalat dianggap tidak normal …bahkan ada yang secara ekstrim mengatakan bid'ah, khurafat, mistik atau klenik...
Ciri-ciri orang yang telah mengalami keimanan secara transenden, biasanya hatinya tenang…tidak mudah emosi. Hatinya selalu bergetar dan terharu di kala shalat maupun di luar shalat, karena hatinya selalu mengalir dzikir tak henti-hentinya... Dan dia tidak pernah merasakan khawatir dan takut... perangainya lembut dan harmoni... tidak dibuat-buat. Dan di katakan jika cirri-ciri ini tidak ada dalam hati kita maka kita harus mengoreksi keadaan kita dengan ayat-ayat diatas, bahwa kita termasuk orang yang belum beriman, tetapi baru disebut berislam / muslim !! karena iman itu atau ciri-ciri itu belum kita rasakan secara langsung...
Hal ini terjadi jika kita selalu mengadakan komunikasi kepada Allah setiap saat ,baik berdiri, duduk, berbaring….Kalau kita lakukan dengan sungguh-sungguh kita benar-benar akan merasakan apa yang telah dikatakan dalam Alqur'an itu, bergetar hatinya jika disebut nama Allah...
Mungkin tidak akan percaya, bahwa anda tiba-tiba merasakan ada perubahan yang tidak dibuat-buat oleh gagasan pikiran anda,... jiwa anda merasakan kesambungan kepada Allah baik dalam keadaan sibuk sekalipun. Ada sesuatu yang mengalir dalam tubuh ini... rasa rindu dan cinta yang mendorong untuk selalu berserah kepada Allah….Anda akan merasakan secara nyata sentuhan kasih sayang itu, sejuk rasanya dan nikmat. Ada yang menuntun hati kita untuk tidak berbuat jahat, tidak marah, tidak lalai... dll. Tuntunan itu berupa suasana yang membuat kita tidak mampu berbuat jahat, tidak bisa marah, tidak keji, ... dan hati kita tidak bisa diberhentikan untuk selalu ingat kepada Allah. Ingatan itu mengalir seperti kita ingat kepada orang tua kita…tidak putus-putus !!
Adakah seseorang yang bisa menerima Allah sebagai Tuhannya secara transenden tapi secara tidak rela ??
Hal ini mustahil dikatakan transenden, karena transenden berarti hakikat, dan hakikat itu adalah kebenaran rasa iman,... dan iman itu berupa karunia dari Allah... Dan kepercayaan kepada Allah, tetapi tidak rela oleh Rasulullah itu di katakan sebagai orang-orang yang munafik,... menerima Allah sebagai Tuhan akan tetapi tidak menerima keputusannya. Seperti halnya syetan,... dia adalah hamba Allah yang menerima dan percaya adanya Allah, bahkan dia mengakui kehebatan Tuhannya,... akan tetapi dia tidak mau menuruti keinginan Tuhannya yang maha kuasa, sehingga dia terusir dari syurga. Hal itu tidak bisa dikatakan transenden...
Apakah pengertian rela ??
Rela, yaitu menerima segala keputusan Allah secara total... kita benar-benar berserah dan bergantung kepadanya, karena kita mempercayai bahwa Allah lebih tahu yang terbaik buat kita...
Si Ahmad memberitahu Salman bahwa gula itu rasanya manis. Berita dari Ahmad ini adalah bentuk informasi yang memaksa Salman untuk percaya (wajibul yakin) kemudian di lanjutkan untuk melakukan memakan gula tersebut dan apa yang dikatakan oleh Ahmad ternyata benar bahwa gula yang baru saja dimakannya rasanya benar-benar manis pada tingkat ini pengetahuan Salman bertambah dari wajibul yakin menjadi ainul yakin (merasakan sendiri), kemudian menjadi haqul yakin, karena ia betul-betul mengalami secara langsung bukan sekedar katanya si Ahmad. Dalam hal ini Salman juga sudah sekaligus mengisbathkan (keyakinan yang tidak bisa diubahkan) kebenaran informasi tersebut. Sampai disini, keyakinan Ahmad dan Salman tidak akan mampu lagi orang lain mengubahnya walaupun dipenggal leher sekalipun... inilah keyakinan yang dirasakan secara imanent transendental... Demikian uraian dari saya mudah-mudahan anda bisa merasakan seperti teman-teman yang telah merasakan sebelumnya...

0 komentar:

 
Copyright © . pepaya boyolali - Posts · Comments
Theme Template by pepaya-boyolali · Powered by Blogger