Penulis pernah
mempelajari cara shalat di buku-buku yang dijual di toko buku. Dalam
buku-buku tersebut disebutkan bahwa dalam shalat ada bacaan yang bernama
tahiyyat atau tasyahhud. Dijelaskan pula bahwa shalat seseorang
dianggap tidak sah jika tahiyyat tidak dibaca. Selain itu, dalam sebuah
buku karya Muhammad Nashiruddin Al Albani yang judulnya diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh Muhammad Thalib menjadi Sifat Shalat Nabi dtulis bahwa bacaan tahiyyat bersumber dari kitab hadis dan mempunyai beberapa versi.
Bacaan
tahiyyat ini penting untuk dibahas karena kita harus memahami yang kita
ucapkan ketika sedang shalat (4:43). Selain itu, kita juga dilarang
untuk mengikuti sesuatu yang kita tidak mempunyai pengetahuan tentangnya
(17:36).
4:43. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,
(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub,
terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit
atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu
telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
17:36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya
Makalah
ini ditulis untuk membahas bacaan tahiyyat dari sudut pandang Al
Qur’an. Tahiyyat yang dibahas dalam makalah ini adalah seperti yang
disajikan dalam situs internet :
”http://gerakansholat.wordpress.com/2007/05/04/duduk-tahiyah-awal-tahiyat-akhir-salam/
”yang diakses pada 1 Januari 2010. Selain itu, cara penulisan yang
inkonsisten seperti antara ”sholat” dan ”shalat” serta antara ”sholawat”
dan ”shalawat” dimaksudkan untuk memperlihatkan teks yang asli. Al
Qur’an terjemahan yang digunakan adalah versi Dep. Agama RI yang
terdapat dalam program komputer Al Qur’an Digital versi 2.1. Akan
tetapi, Al Qur’an terjemahan versi lain juga digunakan jika diperlukan.
PEMBAHASAN SECARA UMUM
Secara
umum, bacaan tahiyyat tidak sesuai dengan ajaran Allah karena Allah
memberi perintah kepada kita untuk membaca ayat Al Qur’an ketika shalat
(73:2 sampai 73:4). Selain itu, Al Qur’an yang dibaca hendaknya adalah
yang mudah menurut kita (73:20).
73:2. bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),
73:3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.
73:4. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.
73:20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang)
kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya
dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan
Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran.
Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah;
dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran
dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman
kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat
untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai
balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah
ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Ayat-ayat
dalam surat nomor 73 di atas sudah cukup untuk menjelaskan bahwa yang
diperintahkan untuk dibaca dalam shalat adalah ayat-ayat Al Qur’an. Oleh
karena itu, mengapa ada tuntunan untuk membaca tahiyyat yang bukan
ayat-ayat Al Qur’an?
PEMBAHASAN AYAT DEMI AYAT
Meskipun tahiyyat bukan ayat-ayat Al Qur’an, bagian dari bacaan tahiyyat dalam makalah ini akan diistilahkan dengan ayat.
1. Attahiyyatul Mubarakaatush sholawaatuth thayyibatu lillaah
Ya Allah, segala penghormatan, keberkahan, sholawat dan kebaikan hanya milik-Mu ya Allah.
Orang
yang membaca ayat 1 ini sedang mengatakan kepada Allah bahwa segala
penghormatan, keberkahan, sholawat, dan kebaikan adalah hanya milik Allah. Frase hanya milik Allah di sini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan. Pertama, jika segala penghormatan, keberkahan, sholawat, dan kebaikan adalah hanya milik Allah, apakah itu berarti bahwa manusia tidak mempunyai penghormatan, keberkahan, sholawat, atau kebaikan? Kedua,
apakah pantas jika orang memberi tahu Allah tentang yang dimiliki-Nya?
Bukankah Allah mengetahui segala sesuatu? Ketiga, jika orang itu hendak
memuji Allah dengan menyebutkan yang dimiliki Allah, bukankah yang
dimiliki Allah mencakup semua yang ada di langit dan di bumi (10:55)?
10:55. Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya).
Menyadari buta bahasa Arab, penulis melakukan pendekatan untuk menyelidiki asal terjemahan hanya milik Allah. Penyelidikan itu dilakukan dengan cara menghubungkan antara transliterasi dalam Qur'an Viewer software v2.913 dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Ayat yang digunakan adalah 7:180 dan 2:115.
007.180 Walill[a]hi
al-asm[a]o al[h]usn[a] fa(o)dAAoohu bih[a] wa[th]aroo alla[th]eena
yul[h]idoona fee asm[a]-ihi sayujzawna m[a] k[a]noo yaAAmaloon(a)
7:180. Hanya milik Allah
asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul
husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
002.115 Walill[a]hi almashriqu wa(a)lmaghribu faaynam[a] tuwalloo fathamma wajhu All[a]hi inna All[a]ha w[a]siAAun AAaleem(un)
2:115. Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Hasil penyelidikan tersebut menunjukkan bahwa lillah
dalam bacaan tahiyyat memang berarti tentang yang dimiliki Allah.
Artinya, ayat 1 bacaan tahiyyat dapat ditafsirkan berdasarkan
terjemahannya dalam makalah ini.
Selanjutnya,
penulis akan membahas satu persatu yang hanya dimiliki Allah yang
disebutkan dalam ayat 1 terjemahan. Pertama, penghormatan juga dimiliki
manusia. Allah sendiri memerintahkan
kita untuk membalas penghormatan seseorang dengan penghormatan yang
lebih baik dari itu atau yang serupa (4:86). Jadi, tidak benar bahwa
penghormatan hanya milik Allah.
4:86.
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau
balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah
memperhitungankan segala sesuatu.
Kedua,
keberkahan juga dimilik manusia. Allah sendiri memerintahkan kita untuk
memberi salam yang diberi berkat dan baik (24:61). Menurut logika, kita
juga mempunyai berkat meskipun asalnya dari Allah. Jadi, tidak benar
bahwa keberkahan hanya milik Allah.
24:61.
Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang,
tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri,
makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah
bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara- saudaramu yang
laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu
yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara
ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang
kamu miliki kuncinya atau dirumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan
bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu
memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.
Ketiga,
shalawat juga dimiliki manusia. Allah sendiri memerintahkan kita untuk
memelihara shalawat (semua shalat) kita (2:238). Agar lebih jelas bahwa
semua shalat adalah terjemahan dari shalawat, transliterasi ayat
tersebut disajikan Jadi, tidak benar bahwa shalawat hanya milik Allah.
2:238. Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
002.238 [Ha]fi{th}oo AAal[a] a(l)[ss]alaw[a]ti wa(al)[ss]al[a]ti alwus[ta] waqoomoo lill[a]hi q[a]niteen(a) (Text Copied from DivineIslam's Qur'an Viewer software v2.913)
Kempat, kebaikan juga dimiliki manusia. Allah sendiri memerintahkan kita untuk berbuat baik (2:195). Jadi, tidak benar bahwa kebaikan hanya milik Allah.
2:195. Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Jadi, apa maksud dari ayat 1 bacaan tahiyyat? Penulis merasa bingung menghayatinya.
2. Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh
Wahai
Nabi selamat sejahatera semoga tercurah kepada Engkau wahai Nabi
Muhammad, semoga juga Rahmat Allah dan Berkah-Nya pun tercurah kepadamu
wahai Nabi,
Orang
yang membaca ayat 2 tersebut kemudian berhenti mengingat Allah, untuk
mengingat selain Allah dengan mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad.
Cobalah berhenti sejenak untuk merenungkan hal ini! Penulis merasa
berdosa dan takut jika menghayati ayat 2 ini. Bagaimana tidak? Shalat
yang dimaksudkan untuk mengingat Allah (20:14) malah digunakan untuk
berkomunikasi dengan selain Allah. Seolah-olah kita diminta untuk
menjadikan Nabi menjadi seperti tuhan selain Allah yang juga harus
diingat bersamaan ketika kita mengingat Allah. Kekhawatiran ini sangat
beralasan karena Nabi Muhammad dianggap seperti selalu hidup dan bisa
mendengar serta bisa menjawab salam.
20:14. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Selain
itu, Allah menegaskan bahwa kita tidak boleh menyebut siapapun selain
Allah bersama-sama dengan Allah ketika shalat. Hal itu dijelaskan dalam
72:18.
72:18.
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah)
Allah.
Terjemahan
di atas dirasakan kurang tegas. Terjemahan versi lain yang lebih tegas
menerangkan bahwa ketika berada di masjid (tempat sujud), kita dilarang
untuk memanggil atau menyeru atau menyebut selain Allah. Berhubung
masjid adalah tempat sujud, masjid adalah tempat shalat. Dengan kata
lain, ketika shalat kita dilarang menyebut nama selain Allah. Terjemahan
versi lain tersebut adalah sbb.
72:18. And that the masajid are for Allah, so do not call upon anyone with Allah. (Dan masjid-masjid adalah milik Allah, maka janganlah menyebut siapapun bersama-sama dengan Allah.) (versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri)
72:18 'And that (E) the mosques (are) to God, so do not call anyone with God.' (Dan bahwa masjid-masjid adalah untuk Allah, maka janganlah menyebut siapapun bersama-sama dengan Allah). (versi Muhamed dan Samira Ahmed)
72:18. Masjid-masjid adalah kepunyaan Allah; maka janganlah seru, berserta Allah, barang siapa pun. (versi Othman Ali)
072.018 "And the places of worship are for Allah (alone): So invoke not any one along with Allah; (Dan tempat untuk sembahyang adalah untuk Allah (semata): Maka janganlah menyebut siapapun bersama-sama dengan Allah (versi Abdullah Yusuf Ali)
Jadi, ayat 2 ini bermasalah karena bertentangan dengan ajaran Al Qur’an. Bukankah ini sesuatu yang sangat mencemaskan?
3. Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin
Semoga salam sejahtera tercurah kepada kami dan hamba-hamba-Mu yang sholeh.
Kemudian,
orang itu mengucapkan salam kepada diri sendiri, dan orang-orang selain
Nabi yang termasuk orang shaleh. Sampai di sini, penulis bertambah
bingung. Apakah kita akan membiarkan Allah menyaksikan kita sedang
mengingat selain Allah ketika kita justru sedang diperintahkan untuk
mengingat Allah? Selain itu, mengucapkan salam kepada diri sendiri itu
pun termasuk perbuatan yang tidak berarti. Belum lagi ditambah dengan
kenyataan bahwa orang yang diberi salam tidak mendengar salam itu dan
bahkan sebagian orang itu sudah meninggal dunia. Bukankah orang yang
sudah mati tidak dapat mendengar (30:52)?
30:52. Maka Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang
Jadi, ayat ini pun bertentangan dengan ajaran dalam Al Qur’an.
4. Asyhadu allaa ilaaha illallaah, Waasyhadu anna Muhammadan rasuulullaah.
Ya Allah aku bersumpah dan berjanji bahwa tiada ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau ya Allah, dan aku bersumpah dan berjanji sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan-Mu Ya Allah.
Ayat
ini juga membingungkan karena orang tidak perlu memberitahukan
keimanannya kepada Allah. Bukankah Allah mengetahui segala isi hati
(14:38)? Dan yang lebih penting lagi, Allah tidak berkenan jika ada orang yang memberitahukan tentang agamanya kepada-Nya (49:16). Di samping itu, perlu juga diingat bahwa sumpah dilakukan untuk meyakinkan orang lain, bukan untuk meyakinkan Allah.
14:38.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan
dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi
bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.
49:16.
Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang
agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di
bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu?"
Jadi, ayat 5 dalam bacaan tahiyyat yang dibaca ketika shalat tidak sesuai dengan Al Qur’an.
5. Allahhumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘ala aali Muhammad”
Ya Allah, limpahkan shalawat-Mu kepada Nabi Muhammad dan limpahkan juga shalawat kepada keluarga Nabi Muhammad”
Ayat
5 bertentangan dengan ayat 1 karena dalam ayat 1 disebutkan bahwa
shalawat adalah hanya milik Allah sedangkan dalam ayat ini, orang
memohon agar Nabi Muhammad diberi shalawat. Dengan demikian, sesudah itu
Nabi Muhammad menjadi mempunyai shalawat. Artinya, ayat 1 mengatakan
shalawat hanya milik Allah tetapi ayat 5 mengatakan shalawat tidak hanya
milik Allah. Memang bisa dimaklumi jika terdapat pertentangan dalam
bacaan yang tidak datang dari Allah (4:82).
4:82. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
Selain itu, dalam pembahasan terjemahan 2:238 sebelumnya tertungkap bahwa shalawat diterjemahkan menjadi semua shalat. Jika kata shalawat diganti dengan semua shalat, hasilnya seperti berikut ini.
Ya Allah, limpahkan semua shalat-Mu kepada Nabi Muhammad dan limpahkan juga semua shalat kepada keluarga Nabi Muhammad
Bagi
penulis, hasilnya membingungkan. Selanjutnya, terjemahan ayat 5 yang
ada di buku karya Muhammad Nashiruddin Al Albani yang judulnya
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Muhammad Thalib menjadi Sifat Shalat Nabi adalah sbb.
Ya Allah, berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad.
Dalam
terjemahan tersebut, yang dimohonkan kepada Allah adalah rahmat, bukan
shalawat. Ini juga menjadikan penulis bertambah bingung. Yang benar
shalawat atau rahmat? Untuk mengurangi kebingungan ini penulis berusaha
mencari tahu tentang pengertian sholli dalam ayat 5 bacaan tahiyyat. Kata sholli sering ditulis sebagai shalli. Kata shalli ada dalam surat 108 ayat 2. Transliterasi beserta terjemahannya adalah sbb.
108.002 Fa[s]alli lirabbika wa(i)n[h]ar
108.002 Therefore to thy Lord turn in Prayer and Sacrifice. (Text Copied from DivineIslam's Qur'an Viewer software v2.913). (Oleh karena itu kepada Tuhanmu khusuklah dalam shalat dan berkorbanlah.)
Tampak dalam transliterasi beserta terjemahannya bahwa shalli berarti shalat. Dari sini, jika kata sholawat dalam terjemahan ayat 5 bacaan tahiyyat diganti dengan shalat, hasilnya akan seperti berikut ini.
Ya Allah, limpahkan shalat kepada Nabi Muhammad dan limpahkan juga shalat kepada keluarga Nabi Muhammad
Hasilnya ternyata tetap membingungkan. Selanjutnya, apakah rahmat adalah sinonim dari shalli
ataukah rahmat merupakan kata yang berbeda sama sekali? Transliterasi
dan terjemahan 17:28 berikut ini dapat menjawab pertanyaan ini.
017.028 Wa-imm[a] tuAAri[d]anna AAanhumu ibtigh[a]a ra[h]matin min rabbika tarjooh[a] faqul lahum qawlan maysoor[a](n) (Text Copied from DivineIslam's Qur'an Viewer software v2.913)
17:28. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas
Tampak bahwa rahmat adalah terjemahan dari ra[h]matin. Jadi, adalah keliru jika shalli diterjemahkan menjadi rahmat.
Konon, ayat 5 bacaan tahiyyat berdasarkan surat 33 ayat 56 dalam Al Qur’an.
33:56.
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Menurut ayat 33:56 terjemahan, shalawat adalah aktivitas. Jika kata shalawat ditambah awalan ber, kemudian menjadi bershalawat,
yang artinya adalah melakukan aktivitas berupa shalawat. Shalawat dalam
pengertian ini tidak bisa diberikan kepada orang lain. Sebagai
ilustrasi dalam bentuk analog, orang yang berjoget tidak bisa memberikan
jogetnya kepada orang lain. Hal ini bertentangan dengan ayat 5 bacaan
tahiyyat terjemahan karena dalam ayat 5 tahiyyat terjemahan, shalawat
bisa diberikan kepada orang. Lalu, benarkah terjemahannya memang
demikian? Untuk menjawabnya, penulis akan menggunakan Al Qur’an
terjemahan versi yang lain.
Terjemahan dari ayat 33:56 menurut Abdullah Yusuf Ali adalah sbb. :
033.056
Allah and His angels send blessings on the Prophet: O ye that believe!
Send ye blessings on him, and salute him with all respect. (Allah
dan Malaikat-Nya memberikan berkah-berkah ke Nabi; wahai orang beriman!
Berikanlah berkah-berkah kepadanya, dan berilah hormat kepadanya dengan
sepenuh hati) (Text Copied from DivineIslam's Qur'an Viewer software v2.913)
Ternyata, bagian yang diterjemahkan menjadi bershalawat oleh Dep. Agama RI, oleh Abdullah Yusuf Ali diterjemahkan menjadi memberikan berkah-berkah. Berkah
merupakan sesuatu yang bisa diberikan kepada orang lain dan bukan
merupakan suatu aktivitas. Sebagai perbandingan, terjemahan versi
lainnya disajikan berikut ini.
Versi Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri) :
33:56. Indeed, Allah and His Angels send blessings on the Prophet. O you who believe! Send blessings on him and greet him with worthy greetings. (Sungguh,
Allah dan Malaikat-Nya memberi berkah-berkah kepada Nabi. Wahai orang
beriman! Berikanlah berkah kepadanya dan salamilah dia dengan salam yang
pantas.)
Terjemahan Dr. Shehnaz Shaikh dan Ms. Kausar Khatri di atas selaras dengan terjemahan Abdullah Yusuf Ali.
Versi Muhamed dan Samira Ahmed :
33:56 That
truly God and His angels bless and compliment on the prophet. You, you
those who believed, pray and call for God's blessing on him (the
prophet) and great greetings. (Bahwa sesungguhnya Allah dan
Malaikat-Nya memberkati dan menghormati Nabi. Kamu, kamu yang beriman,
berdoa dan mohonkanlah berkah Allah untuknya dan berilah salam yang baik.)
Terjemahan
Muhamed dan Samira Ahmed di atas terasa janggal. Di bagian awal, Allah
sudah memberikan berkah kepada Nabi tetapi kemudian orang beriman
diperintahkan untuk berdoa dan memohon kepada Allah agar Allah memberi
berkah kepada Nabi. Jika Allah sudah memberikan berkah, mengapa Allah
masih dimohon untuk memberikan berkah-Nya? Oleh karena itu, penulis
tidak setuju dengan terjemahan yang ini. Meskipun demikian, yang perlu
diambil manfaatnya adalah bahwa terjemahan ini menegaskan keberadaan
aktivitas pemberian berkah.
Sampai di sini sudah terjawab bahwa hasil penerjemahan Dep. Agama RI adalah keliru. Yang perlu dipertanyakan sekarang, mengapa ada kata bershalawat dalam terjemahan ayat 33:56 terjemahan versi Dep. Agama RI? Benarkah bershalawat dalam terjemahan itu adalah terjemahan dari kata yang mengandung kata [ss]alaw[a]ti? Berdasarkan transliterasi ayat 33:56 dalam DivineIslam's Qur'an Viewer software v2.913), ternyata, bershalawat di sini adalah terjemahan dari yu[s]alloona.
033.056 Inna All[a]ha wamal[a]-ikatahu yu[s]alloona AAal[a] a(l)nnabiyyi y[a] ayyuh[a] alla[th]eena [a]manoo [s]alloo AAalayhi wasallimoo tasleem[a](n)
Dapat
disimpulkan bahwa ayat 5 bacaan tahiyyat yang isinya berupa do’a agar
Nabi dan keluarganya diberi shalawat, atau shalat, atau rahmat tidak
didukung oleh Al Qur’an.
Sekarang,
penulis akan membahas hal yang di luar masalah shalat tetapi berkaitan
dengan implikasi dari 33:56. Dalam 33:56 terkandung perintah untuk
memberikan berkah dan salam kepada Nabi. Bagaimana kita melakukan perintah itu jika Nabi sudah meninggal?
Pertama,
penulis akan membahas pengertian berkah. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, berkah adalah karunia Tuhan yg mendatangkan kebaikan bagi
kehidupan manusia. Pengertian berkah tersebut menunjukkan bahwa yang
benar-benar dapat memberikan berkah adalah Allah. Meskipun demikian,
manusia pun dapat melakukan sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi
orang lain meskipun itu hanya dapat terjadi karena ijin-Nya. Perintah
Allah untuk memberikan berkah kepada Nabi Muhammad dapat ditafsirkan
dengan jalan pemikiran seperti itu. Dalam menjalankan perintah itu,
orang beriman melakukan perbuatan yang berakibat pada kebaikan Nabi
Muhammad. Contoh perbuatan itu adalah menyayangi, menolong, mendukung,
melindungi, dan perbuatan lain yang berakibat pada kebaikan Nabi
Muhammad.
Berhubung
Nabi Muhammad telah wafat, kita tidak dapat memberikan berkah lagi
kepadanya. Yang dapat kita lakukan sekarang adalah melakukan perbuatan
yang berakibat pada kebaikan agama yang dibawanya. Bentuk nyatanya
adalah membantu tugas Rasul Allah dalam memberi peringatan dan kabar
gembira dengan wahyu Allah yang didokumentasikan dalam Al Qur’an semampu
kita.
Berkaitan
dengan pemberian salam, kita tidak perlu memberi salam kepada Nabi
Muhammad karena beliau tidak bisa mendengar dan menjawab salam kita.
Dalam aturan pemberian salam, Allah menetapkan bahwa orang yang diberi
salam harus membalasnya (4:86). Berhubung sudah wafat, beliau tidak
dapat membalas salam. Oleh karena itu, pemberian salam kepada Nabi
Muhammad yang sudah wafat adalah tidak perlu dilakukan.
0 komentar:
Post a Comment